Minggu, 24 Oktober 2010

KISAH KASIH SAYANG NABI SAW TERHADAP ISTRI : SERI 8

TIDUR SATU SELIMUT DENGAN ISTRI

Assalaamu ‘alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh,

Datang bulan merupakan masalah fitrah kaum perempuan yang tidak boleh dinafikan. Apabila kaum perempuan baru dapat pada setiap bulan, dia menjadi tidak berharga, itulah waktunya kaum lelaki tidak tidur bersama-sama dengan mereka.

Jika dirujuk jaman Arab jahiliyyah terdahulu, mereka menjadikan musim kedatangan bulan itu sebagai cara untuk mereka menjauhkan diri dari istri-istri mereka. Saatnya tidur sendiri, sampai satu tahap, segala makanan masakan istri mereka yang sedang datang bulan juga tidak dimakan. Mereka bertindak sedemikian adalah karena mereka beranggapan, perempuan yang sedang haid dianggap sebagai perempuan itu najis. Apabila mereka sudah najis, maka segala hasil tangan mereka dikira juga sebagai najis.

Pengamalan Jahiliyyah ini menyalahi dengan Islam yang amat memuliakan kaum perempuan. Islam meletakkan asas, dikala perempuan kedatangan haid, larangan hanya berlaku pada jimak saja. Adapun selain itu, dia adalah dibenarkan.

Dalam Hadis sendiri telah membuktikan hal ini. Diberitakan melalui hadis riwayat Imam An-Nasai dalam kitab As-Sunan Al-Kubra, daripada Zainab yang merupakan anak perempuan Ummu Salamah bercerita, bahwa ibunya, dia itu Ummu Salamah berkata;

بينا أنا مضطجعة مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في الخميلة فانسللت من اللحاف فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أنفست فقلت نعم فدعاني فاضطجعت معه في الخميلة

Maksudnya;
“ketika kami sedang berbaring bersama Rasulullah SAW dalam satu selimut, lalu Aku bangkit keluar dari selimut. Bertanya Rasulullah SAW; Apakah kamu sedang datang bulan? Aku menjawab; benar aku baru dapat. lalu baginda memanggilku untuk berbaring bersama baginda dalam selimut tadi[1]”

Hadis yang dinukilkan ini merupakan satu bukti yang kukuh bahwa, dengan kedatangan bulan itu, bukanlah menjadi penghalang para suami untuk tidur satu selimut dengan istrinya.

Disamping itu juga, jika difikirkan dari sudut psikologi pula, kita akan dapati tindakan begini merupakan satu kemuliaan yang diberikan oleh Islam kepada kaum hawa. Jika ini dilarang, pasti kaum hawa akan merasakan bahwa diri mereka seakan-akan tidak berguna dikala sedang datang bulan, sedangkan haid itu bukanlah pilihan dirinya, tetapi ia adalah ketetapan fitrah yang telah disediakan oleh Allah SWT.

Jika dilihat kepada hadis ini, kita dapat melihat bagaimana tindakan Ummu Salamah yang pada awalnya ingin menjauhkan diri dari Rasulullah SAW disebabkan beliau sadar bahwa beliau sedang datang bulan, tetapi dipanggil kembali oleh Nabi SAW walaupun setelah diberitahu bahwa beliau sedang tang bulan.

Dengan ini, menunjukkan bahwa, Nabi SAW amat memandang kepentingan tidur bersama dengan istrinya, malahan dalam satu selimut, walaupun istrinya itu sedang tang bulan. jika dalam keadaan aid pun Nabi SAW masih tidur satu selimut dengan istrinya, maka terlebih utama Nabi SAW tidur satu selimut dengan istrinya dikala mereka tidak haid.

Kepada kaum lelaki, hadis ini selayaknya dijadikan pengajaran dalam usaha hendak melahirkan rumah tangga yang bahagia. Istri mana tidak merasakan berbangga, jika mereka sering dihargai oleh suaminya. Walaupun, penghargaan itu tidak dituangkan dari sudut kata-kata, tetapi dengan nyatakan dalam bentuk perbuatan seperti tidur satu selimut pun sudah cukup bagi istri merasakan penghargaan diri suami berikan kepada mereka.

Juga perlu diingat, dipeperbolehkannya tidur satu selimut dengan istri yang baru dapat itu bukan berarti Islam membenarkan melakukan jimak. Ini karena, Allah melarang berlaku jimak dengan istri yang sedang dalam keadaan datang bulan.

Firman Allah;

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ

Maksudnya;
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci”

(Surah Al-Baqarah : 222)

Oleh itu, untuk menjawab berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan ketika tidur bersama istri yang sedang haid, hendaklah dipastikan istri tersebut memakai pakaian yang tidak mendatangkan gairah kepada suami, di samping itu juga, hendaklah istri menghindarkan diri dari berkata-kata dan bertindak tanduk dengan tindakan yang boleh mendatangkan nafsu syahwat kepada suami.

Pada diri suami pula, jika bimbang berlaku jimak dengan istri sekiranya tidur bersama istri dalam satu selimut, maka hendaklah suami tidur di atas kasur yang sama, tetapi menggunakan selimut yang berbeda. Jika masih lagi mendatangkan syahwat, maka hendaklah dia tidur di atas kasur yang berbeda.

Adapun tindakan keluar dari rumah dengan tidur di tempat lain, atau meminta istri menjauhi suami dari tempat tidur, maka itu adalah tindakan yang tidak sepatutnya berlaku, lebih-lebih lagi jika dengan tindakan sedemikian boleh mendatangkan ”perasaan terluka” pada istri.

Wassalaamu alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh.

[1] As-Sunan Al-Kubra : 275.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar