Jumat, 31 Desember 2010

TIDAK MENERIMA UNDANGAN TANPA ISTRI

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wa barokaatuh,

Kebahagiaan tidak sekadar wujudnya kemesraaan antara suami dan istri. Kadangkala istri akan merasa mereka dihargai juga merupakan cara untuk melahirkan kebahagiaan berumah tangga.

Sebagai suami yang baik, Nabi SAW amat meletakkan para istrinya sebagai manusia yang dimuliakan di mata masyarakat. Tindakan Nabi SAW itu adalah, untuk melahirkan perasaan berharga dalam diri para istri di mata suami mereka.

Jika diselidiki dari hadits-hadits. Kita akan temukan, antara cara Nabi SAW bertindak mewujudkan perasaan kebanggaan istri baginda adalah dengan menghadiri sesuatu majlis tertentu dengan disertai istri baginda bersama. Bahkan, apabila undangan itu hanya kepada Nabi, baginda tidak menerima undangan tersebut hinggalah istri baginda juga diundang.

Ini disandarkan kepada satu hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang berkata;

أَنَّ جَارًا لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَارِسِيًّا كَانَ طَيِّبَ الْمَرَقِ فَصَنَعَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ جَاءَ يَدْعُوهُ فَقَالَ وَهَذِهِ لِعَائِشَةَ فَقَالَ لَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا فَعَادَ يَدْعُوهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَذِهِ قَالَ لَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ثُمَّ عَادَ يَدْعُوهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَذِهِ قَالَ نَعَمْ فِي الثَّالِثَةِ فَقَامَا يَتَدَافَعَانِ حَتَّى أَتَيَا مَنْزِلَهُ

Artinya:
”Sesungguhnya Rasulullah SAW mempunyai seorang pembantu berbangsa farsi. Dia mempunyai kepandaian memasak lauk berkuah. Dia telah memasak untuk dihidangkan bersama Rasulullah SAW. kemudian Dia menjemput Nabi. Nabi berkata : ”Apakah Aisyah diundang juga?” Dia menjawab: ”tidak”. Nabi berkata : ”kalau begitu, aku pun tidak menerima undangan itu”. Dia pun pulang dan datang kembali menjemput. Nabi SAW berkata : ”apakah Aisyah diundang juga?” dia berkata : ”tidak”. Nabi SAW berkata : ”kalau begitu, Aku tidak akan menerima undangan ini” Dia pulang dan datang kembali lagi menjemput. Nabi berkata : ”apakah Aisyah diundang?” Dia menjawab : ”Ya” pada kali ketiga. Nabi dan Aisyah pun bangun, dan sama-sama ke rumahnya[1]”

Lihatlah Nabi SAW dalam hadits ini, bagaimana penghargaan yang telah diberikan oleh Nabi kepada istri baginda. Tindakan Nabi SAW ini seyoyanya dijadikan contoh teladan yang baik dalam melahirkan kebahagiaan sesama suami dan istri.

Istri pasti akan berbangga diri, jika suami mereka bertindak tidak mengabaikan mereka dalam menghadiri majlis-majlis tertentu. Lebih-lebih lagi, jika suami mereka adalah orang yang terkenal.

Begitu juga, dengan tindakan membawa istri sama dalam sesuatu majlis, seharusnya di sana wujudnya persaudaraan itu tidak sekadar dengan suami saja, tetapi sudah melibatkan bersaudaraan antara keluarga. Yang pasti, dengan seperti itu dapat melahirkan masyarakat yang harmoniss.

Melahirkan masyarakat harmonis sering menjadi perbincangan. Permasalahan ini tidak berjaya dirungkaikan, apabila mereka tidak berjaya mendapat satu keputusan yang kukuh. Apa yang nyata, Nabi SAW sendiri sebenarnya telah memberikan panduan dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang dibincangkan itu. Tetapi sedih, ianya tidak disambut dengan sebaiknya.

Demikian tadi Nabi SAW sendiri telah memberikan satu panduan yang amat berguna dalam menyelesaikan permasalahan ini. Bukan sekadar masalah masyarakat harmonis saja boleh terbina, bahkan ianya juga berjaya melahirkan keharmonisan dalam berumahtangga.

Apabila istri sudah rasa dihargai suami, maka sudah pasti istri tidak akan mengabaikan tugasnya untuk membalas penghargaan yang diberikan suami. Maka disitulah, bermula kebahagian yang cantik lagi indah dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Demikian, wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

[1] Sahih Muslim : 3798.

Rabu, 29 Desember 2010

MENCIUM ISTRI JADI RUTIN HARIAN (2)

Inilah kelanjutan pembahasan yang sebelumnya.

Assalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Bekenaan dengan, ada sebagian ulama fiqh menfatwakan mencium istri bagi orang berpuasa adalah makruh. Mereka menyandarkan kepada satu hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah R.Ha yang berkata;

أتى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجل ، فقال : أقبل في رمضان ؟ قال : « نعم » ثم أتاه آخر ، فقال : أقبل في رمضان ؟ قال : لا ، فقالت عائشة : يا نبي الله ، أذنت لذلك ، ومنعت هذا ؟ قال : « إن الذي أذنت له شيخ كبير يملك إربه ، والذي منعته رجل شاب لا يملك إربه ، فلذلك منعته

Maksudnya;
“Seorang lelaki datang berjumpa dengan Rasulullah SAW, berkata; “bolehkah aku cium istriku pada bulan Ramadhan?” Nabi berkata : “boleh”. Datang pula lelaki lain bertanya; “bolehkah aku cium istriku pada bulan Ramadhan?” nabi berkata : “tidak boleh”. Aisyah berkata: Wahai Nabi Allah, kamu izinkan yang ini, dan kamu mencegah yang itu? berkata Nabi : Yang Aku izinkan itu adalah seorang lelaki yang sudah tua. Pasti dia mampu menahan syahwatnya. Dan yang Aku cegah itu pula adalah adalah lelaki muda. Dia tidak mampu menahan syahwatnya, sebab itulah aku mencegahnya[2]”

Jelas dari hadits ini. Larangan dari Nabi agar tidak mencium istri dalam bulan ramadhan adalah dikala bimbang berlaku persetubuhan. Adapun jika tidak ada kebimbangan berlaku persetubuhan, maka mencium istri itu adalah ibadah, yang memberikan pahala kepada orang yang melakukannya.

Nah, teladan Nabi ini amat berguna untuk dijadikan panduan dalam mencipta kemesraan dan kebahagiaan dalam berumahtangga. Dengan mencium Istri, kebahagiaan, kemesraan dan keseronokkan dalam berumah tangga pasti akan wujud.

Jadikanlah mencium istri ini sebagai rutin harian. karena, disebalik tunjuk ajar nabi ini, pasti akan melahirkan sesuatu yang tidak terduga dalam melayari bahtera dalam usaha menuju ke Syurga Allah.

Sekian, wassalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,



[1] Sahih Muslim : 1860
[2] Amali Al-Muhamali : 105.

MENCIUM ISTRI JADI RUTIN HARIAN (1)

Assalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Mencium istri merupakan ibadah. Islam memandang, tindakan tersebut tidak terlarang, bahkan dapat memberikan pahala kepada suami. Lagi pula, dengan ciuman itu akan membawa kepada bersetubuh.

Istri pasti akan gembira apabila mereka selalu dicium oleh suami mereka. Hati yang gundah, bisa menjadi bahagia. Gelap kesedihan, bisa menjadi cerah dengan keriangan.

Melihat kepada Nabi, suri teladan ini menjadi amalan harian Nabi SAW di kala bersama istri. Tindakan Nabi itu tidak pernah diabaikan, bahkan dalam bulan ramadhan sekalipun.

Aisyah R.Ha tlah meriwayatkan hadits dengan katanya;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ فِي رَمَضَانَ وَهُوَ صَائِمٌ

Maksudnya;
“Rasulullah SAW sentiasa mencium aku dalam bulan Ramadhan, ketika itu Baginda SAW sedang berpuasa[1]”

Hadits ini amat nyata lagi jelas, Nabi SAW tetap juga memberikan kasih sayang baginda kepada istri tanpa memandang waktu. Bulan Ramadhan yang diwajibkan berpuasa tidak dijadikan penghalang bagi Nabi untuk bermesraan dengan istri.

Mungkin ada sebagian pihak akan merasa ganjil berkenaan dengan cium istri ketika sedang berpuasa. Dari sisi hukum, cium istri dikala sedang berpuasa bukanlah larangan. Tetapi yang terlarang adalah, cium itu yang bisa membawa kepada persetubuhan.

Sekian dulu pembahasan mengenai hal tersebut di atas, dan silakan ikuti kelanjutannya.
Wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh.

Jumat, 24 Desember 2010

MESRA DAN MANJA DALAM PANGGILAN (2, habis)

Inilah kelanjutan yang sebelumnya,…

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,


Bahkan jika diperhatikan kepada hadits lain, antara tindakan Nabi tempat Nabi SAW memanggil istri dengan panggilan manja, apabila baginda SAW ingin menegur istrinya yang melakukan kekhilafan.

Ini disandarkan kepada hadits;

كانت عائشة رضي الله عنها إذا غضبت عرك النبي صلى الله عليه وسلم بأنفها ، ثم يقول : « يا عويش ، قولي : اللهم رب محمد ، اغفر لي ذنبي ، وأذهب غيظ قلبي ، وأجرني من مضلات الفتن »

Maksudnya;
"ketika Aisyah sedang marah, nabi SAW memicit hidungnya, lalu berkata : ya 'Uwaisy, katakanlah; Ya Allah yang merupakan tuhan Muhammad. Ampunilah untuku dosaku. Dan hilangkan kekerasan hatiku, dan selamatkan aku daripada fitnah yang menyesat[2]"

Dari hadits ini, kita dapat melihat bagaimana bijaknya Nabi SAW dalam mengurus psikologi istrinya dalam menegur.

Apabila kita menegur kekhilafan istri, kadangkala melahirkan perasaan istri yang agak kurang menerima teguran. Perasaan itu timbul, akibatnya mereka dalam keadaan ego.

Justru, bagi melahirkan perasaan mereka boleh menerima teguran, psikologi yang digunakan Nabi SAW adalah memanggilnya dengan panggilan yang mempunyai unsur manja dan mesra. Ini karena, apabila unsur manja ini digunakan, pasti perasaan mau menolak teguran tidak akan berlaku.

Oleh karena itu, kepada para suami, jadikan hadits ini sebagai teladan dalam menghadapi ranjau dalam berumah tangga. Panggilan manja perlu dijadikan sesuatu yang berharga. Sesuatu yang berharga, tidak boleh digunakan selalu, karena nilainya akan lupus dari sudut perasaan hati.

Justru, jadikanlah panggilan manja ini sebagai alat untuk meleraikan masalah, dikala berlaku krisis dan sebagainya.

Adapun panggilan harian, perlu juga mempunyai unsur bermanja, seperti soerang lelaki yang mempunyai istri bernama Sabariyyah, maka dipanggilnya dengan "Yah" saja; hamidah, dipanggil dengan "Mida" saja; Hafiza, dipanggil dengan "Fiza" saja dan seterusnya.

Namun begitu, perlu ada juga "panggilan simpanan", dengan menyediakan panggilan yang lebih mesra dan manja berbanding panggilan mesra harian. Seperti "Wahai Sabariah Si kecil molek", "Wahai Mida si cantik manis", "Wahai Fiza si jantung hati" atau seumpama dengannya.

Itu bukan untuk digunakan harian, tetapi sebagai panggilan untuk memberi ruang kepada hati perempuan menilai cinta dikala menghadapi krisis.

Fikir-fikirkanlah wahai para suami….

Sekian, wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

[1] Sab'ah majlis : 10
[2] 'Aml Al-Yaum wa Al-lailah : 454.

MESRA DAN MANJA DALAM PANGGILAN (2, habis)

Inilah kelanjutan yang sebelumnya,…

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,


Bahkan jika diperhatikan kepada hadits lain, antara tindakan Nabi tempat Nabi SAW memanggil istri dengan panggilan manja, apabila baginda SAW ingin menegur istrinya yang melakukan kekhilafan.

Ini disandarkan kepada hadits;

كانت عائشة رضي الله عنها إذا غضبت عرك النبي صلى الله عليه وسلم بأنفها ، ثم يقول : « يا عويش ، قولي : اللهم رب محمد ، اغفر لي ذنبي ، وأذهب غيظ قلبي ، وأجرني من مضلات الفتن »

Maksudnya;
"ketika Aisyah sedang marah, nabi SAW memicit hidungnya, lalu berkata : ya 'Uwaisy, katakanlah; Ya Allah yang merupakan tuhan Muhammad. Ampunilah untuku dosaku. Dan hilangkan kekerasan hatiku, dan selamatkan aku daripada fitnah yang menyesat[2]"

Dari hadits ini, kita dapat melihat bagaimana bijaknya Nabi SAW dalam mengurus psikologi istrinya dalam menegur.

Apabila kita menegur kekhilafan istri, kadangkala melahirkan perasaan istri yang agak kurang menerima teguran. Perasaan itu timbul, akibatnya mereka dalam keadaan ego.

Justru, bagi melahirkan perasaan mereka boleh menerima teguran, psikologi yang digunakan Nabi SAW adalah memanggilnya dengan panggilan yang mempunyai unsur manja dan mesra. Ini karena, apabila unsur manja ini digunakan, pasti perasaan mau menolak teguran tidak akan berlaku.

Oleh karena itu, kepada para suami, jadikan hadits ini sebagai teladan dalam menghadapi ranjau dalam berumah tangga. Panggilan manja perlu dijadikan sesuatu yang berharga. Sesuatu yang berharga, tidak boleh digunakan selalu, karena nilainya akan lupus dari sudut perasaan hati.

Justru, jadikanlah panggilan manja ini sebagai alat untuk meleraikan masalah, dikala berlaku krisis dan sebagainya.

Adapun panggilan harian, perlu juga mempunyai unsur bermanja, seperti soerang lelaki yang mempunyai istri bernama Sabariyyah, maka dipanggilnya dengan "Yah" saja; hamidah, dipanggil dengan "Mida" saja; Hafiza, dipanggil dengan "Fiza" saja dan seterusnya.

Namun begitu, perlu ada juga "panggilan simpanan", dengan menyediakan panggilan yang lebih mesra dan manja berbanding panggilan mesra harian. Seperti "Wahai Sabariah Si kecil molek", "Wahai Mida si cantik manis", "Wahai Fiza si jantung hati" atau seumpama dengannya.

Itu bukan untuk digunakan harian, tetapi sebagai panggilan untuk memberi ruang kepada hati perempuan menilai cinta dikala menghadapi krisis.

Fikir-fikirkanlah wahai para suami….

Sekian, wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

[1] Sab'ah majlis : 10
[2] 'Aml Al-Yaum wa Al-lailah : 454.

MESRA DAN MANJA DALAM PANGGILAN

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Panggilan manja mempunyai daya penarik yang kuat untuk melunakkan hati perempuan. Apabila mereka marah, kepanasan api marah bisa disejukkan dengan air panggilan manja.

Dari sudut psikologi, panggilan manja tidak boleh digunakan sehari-hari. Dikhawatirkan "auranya" menjadi biasa. Apabila ia menjadi biasa, sudah pasti ia menjadi tidak berharga.

Orang yang mendapat kereta baru, dia akan menjaga kereta baru itu dengan sebaik-baiknya. Malam sukar untuk tidur, karena pemikirannya terikat dengan kereta baru. Namun begitu, apabila kereta baru itu sudah sampai kepada umur yang lanjut, perasaan "sukar tidur" malam itu sudah tiada lagi. Semuanya karena, kereta itu menjadi penglihatan matanya sehari-hari.

Begitu juga, orang yang baru pandai memandu, pantang nampak kunci kereta, terus saja mau memandu. Tetapi, apabila sudah hari-hari memandu, masakan kunci kereta, melihat kereta pun kadang-kadang tidak melahirkan perasaan gejolak mau memandu lagi.

Persoalannya, mengapa perasaan itu terjadi?

Tentunya karena "aura" sudah kehabisan nilai. Bagaimana "aura" itu boleh kehabisan nilai?

Puncanya apabila itu sudah menjadi bahan harian.

Keadaan yang sama juga ketika berinteraksi dengan istri. Kebiasaan Nabi SAW memanggil istri dengan panggilan biasa. Tetapi, dalam keadaan tertentu, Nabi SAW menjadikan panggilan manja sebagai senjata tajam dalam melahirkan kemesraan.

Diceritakan dalam hadits, bahwa Aisyah ada berkata;

إن أول سورة تعلمتها من القرآن طه ، فكنت إذا قلت : طه ما أنزلنا عليك القرآن لتشقى قال صلى الله عليه وسلم : « لا
شقيت يا عائش »

Maksudnya;
"Sesungguhnya surat yang mula-mula sekali aku pelajari daripada Al-Quran adalah surat Taha. Jika aku membaca "Taha.. tidaklah kami turunkan Al-Quran itu untuk kamu menjadi celaka" bersabda Nabi SAW : kamu tidak akan jadi celaka wahai 'Aisy[1]"

Hadits ini dapat dilihat, tindakan Nabi SAW memanggil dengan panggilan manja itu bukanlah merupakan panggilan selalu, tetapi dalam masa-masa tertentu saja. Tindakan Nabi melakukan sedemikian, agar aura panggilan manja itu tidak kehabisan nilai.

Demikian dulu, untuk kelanjutannya, silakan ikuti yang berikutnya,

Wassalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Minggu, 19 Desember 2010

BERMESRAAN DI HADAPAN KHALAYAK (2)

Inilah kelanjutannya,..

Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Juga, ditemukan Nabi SAW tidak marah dan menunjukkan rasa tidak rela dikala Aisyah meletakkan dagunya di bahu baginda SAW. Bahkan kita dapat lihat, Nabi SAW membiarkan saja tindakan Aisyah itu, sehinggakan Nabi SAW sendiri bertanya kepada istrinya, apakah sudah puas melihat tontonan tersebut atau tidak?

Dari hadits ini juga, dilihat seperti Aisyah yang memulai tindakan mau bermanja dengan Nabi SAW dengan meletakkan dagunya di bahu Baginda. Tetapi, jika disimak pada hadits-hadits yang lain pula, kita akan temukan, bukan istri saja yang memulai indakan romantik, bahkan dilihat Nabi SAW sendiri pernah memulai tindakan romantic tersebut, dengan menyandarkan belakangnya ke bahu istri.

Ini dibuktikan dengan hadits Ummu Salamah yang menyebut;

نهش رسول الله صلى الله عليه وسلم عندي كتفا ثم خرج إلى الصلاة ولم يمس ماء

Maksudnya;
“Rasulullah SAW menyandarkan bahu baginda kepadaku, kemudian keluar Solat tanpa mengambil wudu’ lain[2]”

Kepada para suami dan istri, hadits-hadits yang dikemukakan ini hendaklah dijadikan panduan dalam berumahtangga, terutama sekali dalam mewujudkan keharmonian berkeluarga.

Menonton bersama bukanlah tindakan yang dilarang, tetapi hendaklah dari bahan tontonan yang syariat tidak melarang. Pastikannya harus di sisi Syarak, agar terhinda dari rosak sorai masyarakat.

Semasa menonton pula, syarak tidak memandang sebagai dosa, jika suami istri itu melakukan tindakan mesra, seperti bersandar-sandar sesama sendiri, berpegang-pegangan tangan, berlawan-lawan mata, jeling menjeling, bergurau-gurau, suami mentertawakan istri, istri mentertawakan suami dan sebagainya. Bahkan, tindakan sebegitu sedikit sebanyak akan melahirkan perasaan kasih sayang yang mendalam, yang sudah pasti akan melahirkan perasaan cinta yang hangat dalam mengarungi bahtera rumahtangga di lautan dalam.

Mudah-mudahan dengan tindakan Nabi yang dinukilkan ini, dapat memberikan satu rangsangan baru bagi suami dan istri, lebih-lebih lagi bagi mereka yang maukan kehidupan berumahtangga yang harmoni.

Sekian, wassalaamu ’alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,


[1] Sunan At-Tirmizi : 3624.
[2] Musannaf Ibni Abi Syaibah : 1/65

BERMESRAAN DI HADAPAN KHALAYAK (1)

Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Sebagian masyarakat kita menganggap, bermesraan di hadapan khalayak adalah tindakan yang memalukan. Pemahaman ini adalah satu tindakan yang alah dari konsep Islam ajaran Nabi Muhammad SAW.

Nabi SAW sebagai role model yang terbaik telah membuktikan, bahwa Baginda SAW tidak membatasi kemesraan dengan istri hanya di ranjang saja, bahkan di hadapan khalayak pun Nabi SAW pernah bermesraan-mesraan.

Justru itulah, apabila kita membaca hadits-hadits, kita akan menemukan bahwa Nabi SAW selalu sangat melakukan sesuatu tindakan yang menggambarkan Nabi sedang bermesraan dengan istrinya dihadapan para sahabat.

Ini dibuktikan dengan satu hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah R.Ha, bahwa beliau berkata;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسًا فَسَمِعْنَا لَغَطًا وَصَوْتَ صِبْيَانٍ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا حَبَشِيَّةٌ تَزْفِنُ وَالصِّبْيَانُ حَوْلَهَا فَقَالَ يَا عَائِشَةُ تَعَالَيْ فَانْظُرِي فَجِئْتُ فَوَضَعْتُ لَحْيَيَّ عَلَى مَنْكِبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَيْهَا مَا بَيْنَ الْمَنْكِبِ إِلَى رَأْسِهِ فَقَالَ لِي أَمَا شَبِعْتِ أَمَا شَبِعْتِ قَالَتْ فَجَعَلْتُ أَقُولُ لَا لِأَنْظُرَ مَنْزِلَتِي عِنْدَهُ إِذْ طَلَعَ عُمَرُ قَالَتْ فَارْفَضَّ النَّاسُ عَنْهَا قَالَتْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَنْظُرُ إِلَى شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ قَدْ فَرُّوا مِنْ عُمَرَ

Maksudnya;
“Rasulullah SAW sedang duduk lalu terdengar suara bising dan suara anak-anak. Baginda SAW berdiri melihat, ditemukan ada seorang perempuan Habsyah telah dikerumuni oleh anak-anak karena sedang mengadakan satu pertunjukan. Baginda SAW memanggil; “wahai Aisyah, kemari kamu, dan lihatlah ini”. Aku datang dan aku meletakkan daguku pada bahu Rasulullah SAW dan melihat pertunjukkan tersebut. Sebentar kemudian Baginda bertanya; “apakah kamu sudah puas? Apakah kamu sudah puas?” aku mengatakan; “belum”. Tiba-tiba muncul Omar bin Al-Khattab, menyebabakan anak-anak dan perempuan Habsyah itu bersurai. Berkata Rasulullah SAW; sesungguhnya aku melihat Syaitan Manusia dan Jin lari berhampiran daripada diri Omar[1]”

Hadits ini menjadi bukti, baginda SAW senantiasa bermesraan dengan para istrinya dengan tidak dikhususkan di tempat tertutup saja, bahkan di hadapan khalayak pun, kadangkala Nabi SAW menunjukkan kemesraan Baginda dengan para istri.

Kemesraan yang boleh dipelajari dari hadits ini adalah, ditemukan Nabi SAW memanggil Aisyah apabila dilihat ada sesuatu yang menarik untuk ditonton. Menunjukkan, Nabi SAW tidak akan menonton sendirian, bahkan jika itu juga diminati oleh istri, pasti Nabi SAW akan memanggil agar istrinya dapat menonton bersama.


Sekian dulu, silakan ikuti kelanjutannya,
Wassalaamu ’alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Jumat, 17 Desember 2010

TEGURAN ROMANTIK DI KALA ISTRI MARAH (2, habis)

Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Inilah kelanjutannya,…
Ini disandarkan kepada hadits dari Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar yang berbunyi;

كانت عائشة رضي الله عنها إذا غضبت عرك النبي صلى الله عليه وسلم بأنفها ، ثم يقول : « يا عويش ، قولي : اللهم رب محمد ، اغفر لي ذنبي ، وأذهب غيظ قلبي ، وأجرني من مضلات الفتن

Maksudnya;
“Apabila Aisyah sedang marah, Nabi SAW memicit hidungnya seraya berkata :”wahai A’yish, katakanlah, Ya Allah tuhan Muhammad, ampunilah dosaku. Dan hilangkan kekerasan hatiku, dan lindungi aku dari fitnah yang menyesatkan[3]”

Hadits ini merupakan satu panduan dari Nabi SAW kepada lelaki dalam menghadapi istri yang kadangkala agak keterlaluan dalam memarahi sesuatu perkara.

Jika diperhatikan, hadits ini menyebut bahwa dikala Aisyah sedang marah, Nabi SAW tidak memanggilnya dengan panggilan biasa, tetapi memanggil dengan panggilan yang mengandung unsur manja dan mesra, yaitu dengan menyebut “Ya A’yish” atau diterjemah melayu “wahai ‘Aisyah yang kecil molek”. Disamping itu juga, Nabi SAW menunjukkan dari sudut perbuatan manja dan mesra dengan memicit hidung Aisyah dikala melakukan teguran tersebut.

Apabila perempuan dipanggil dengan panggilan manja dan diperlakukan seperti itu, pasti perasaan mereka akan berubah. Marah yang meluap-luap akan segera dipadamkan dengan air manja dan sentuhan. Dengan tindakan Nabi SAW itu, pasti kemarahan mereka akan reda, dan dalam waktu yang sama Baginda SAW telah berjaya mewujudkan suasana mesra dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

Alangkah indahnya aturan Allah dengan mendatangkan Nabi SAW dalam menjaga manusia. kisah begini sepatutnya dijadikan pengajaran kepada semua manusia yang berumah tangga, agar kehidupan berkeluarga akan sentiasa indah dan makmur.

Sekian, wassalaamu ‘alaikum wa rohmtullohi wa barokaatuh.


[1] Sahih Al-Bukhari : 3084.
[2] Fath Al-Bari : 10/111.
[3] Amal Al-Lail wa Al-Lailah Li Ibni As-Sunni : 454. Syaikh Albani menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits doif dalam kitab Doif Al-Jami’ : 4433

TEGURAN ROMANTIK DI KALA ISTRI MARAH (1)

Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Dari segi kejiwaan, keadaan perempuan tidak sama seperti lelaki. Keadaan lelaki yang kurang beremosi dibanding perempuan. Sehubungan dengan itu, Allah memberikan kelayakkan menjadi pemimpin kepada lelaki dibanding perempuan.

Firman Allah;

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ

Maksudnya;
”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)”

(Surah An-Nisa’ : 34)

Perempuan diciptakan oleh Allah sesudah penciptaan lelaki. Adam diciptakan oleh Allah terlebih dahulu berbanding hawa. Itu maksudnya, perempuan hidup memerlukan perlindungan lelaki.

Kita memandang perempuan tidak seperti lelaki, kadangkala perempuan itu boleh melakukan sesuatu kekhilafan. Bukan bermakna lelaki tidak melakukan kekhilafan, tetapi kekhilafan mereka tidak seperti kekhilafan yang dibuat oleh lelaki.

Lebih-lebih lagi, dari kejadian mereka sendiri adalah tulang rusuk yang paling bengkok.

Sabda Nabi SAW;

فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ

Maksudnya;
”Sesungguhnya perempuan itu diciptakan daripada tulang rusuk. Sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Sekiranya kamu mahu meluruskannya, pasti kamu mematahkannya. Sekiranya kamu membiarkannya, pasti ia akan sentiasa bengkok. Oleh itu, sentiasalah memberi wasiat kebaikan kepada mereka[1]”

Menurut Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, hadits ini memberi gambaran bahwa Hawa diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk Adam. Tetapi, Imam Al-Qurtubi pula menyatakan, maksud dengan perempuan diciptakan dari tulang rusuk bukanlah memang hakikatnya diciptakan dari tulang rusuk Adam, tetapi menggambarkan betapa ”bengkoknya” perempuan seperti bengkoknya tulang rusuk[2].

Walaubagaimanapun, hadits ini telah memberikan satu gambaran bahwa jika perempuan melakukan kesalahan, kesalahan itu tidak sama seperti kesalahan yang dilakukan oleh lelaki.

Justru itu, dijuluki bengkok itu semakin berlebihan, menyebabkan Nabi SAW ada memberikan sedikit panduan dalam membetulkan kekhilafan perempuan.

Ikutilah kelanjutannnya, wassalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Rabu, 15 Desember 2010

TIDAK BERSALAH NAMUN MINTA MAAF (2, habis)

Assalaamu 'alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Ini adalah kelanjutan kisah yang terdahulu,...
Sudah nyata lagi jelas, tidak ada kesalahan kita mengkritik yahudi. Ajaran Al-Quran amat terang, bagaimana kritikan terhadap yahudi adalah sesuatu yang diizinkan. Artinya, tindakan Nabi SAW adalah perkara yang tidak salah disisi Allah.

Naum begitu, bimbang hati Sofiyyah terluka disebabkan oleh tindakan Nabi mengkritik kaumnya, menyebabkan Nabi SAW memohon maaf terhadap istrinya, agar, akan terubatlah luka jika dia terluka. Atau menyelamatkan hati itu dari terluka, jika dia belum terluka.

Meneliti kepada hadits ini, ada dua dan tiga perkara yang boleh kita pelajari demi mencapai kehidupan bahagia antara suami dan istri. Antaranya adalah dengan menaiki kenderaaan bersama-sama. Juga, sering menjaga perasaan istri agar ianya tidak terluka, walaupun kadangkala sesuatu tindakan kita itu sememangnya benar, atau semenangnya tindakan istri kita itu memang salah.

Menegur kesalahan istri adalah wajib, jika tidak, pasti bengkok tulang rusuk semakin menjadi-jadi, namun begitu, teguran yang dilakukan hendaklah berhikmah. Penuh dengan segala kebijaksanaan, agar tulang yang bengkok itu walaupun tidak bisa diluruskan, tetapi sekurang-kuranya tulang yang bengkok itu tidak semakin bengkok.

Lihatlah Nabi SAW dalam hadits ini. walaupun Baginda SAW melakukan satu tindakan yang tidak salah di sisi Allah, bahkan tindakan itu adalah satu kebenaran, tetapi tetap meminta maaf kepada Sofiyyah, kerana khawatir hati Sofiyyah terluka.

Hati bila terluka, amat susah untuk diubati. Jika itu tidak diobati, dibimbangi melahirkan parut yang menjadi kenangan. Yang lebih bimbang, jika parut itu berdarah semula. Inikan pula hati perempuan yang diciptakan Allah dengan ciri-ciri kelembutan.

Sekian, wassalaamu ‘alaikum warohmatullohi wa barokaatuh.

[1] Musnad Abi Ya’la : 6963

TIDAK BERSALAH NAMUN MINTA MAAF

Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Setiap manusia pasti akan melakukan kekhilafan. Kekhilafan itu, sama saja ada melibatkan kepada dosa atau tidak melibatkan kepada dosa. Kekhilafan yang melibatkan kepada dosa, mewajibkan orang tersebut bertaubat kepada Allah.

Nabi SAW juga pernah melakukan kekhilafan, namun kekhilafan Nabi itu tidak melibatkan kepada dosa, dan itupun langsung ditegur oleh Allah SWT.

Lihatlah teguran yang Allah berikan kepada Nabi SAW pada surah ”Abasa”, mengnai kekhilafan Nabi SAW yang melayani pembesar-pembesar Quraish dengan harapan mereka beriman dengan Allah tanpa melayani kehadiran seorang sahabat buta yang bernama Abdullah bin Ummi Al-Makhtum.

Amat nyata, Nabi SAW juga melakukan kekhilafan, tetapi kekhilafan itu tidak melibatkan kepada dosa, disamping tidak mencacatkan kenabian Nabi Muhammad SAW.

Kadangkala, dirasakan sesuatu tindakan itu bersalah kepada individu-individu tertentu, walaupun itu sebenarnya tidak salah disisi Allah SWT.

Keadaan ini menimpa sendiri kepada diri Nabi SAW yang telah mengkritik terhadap tindakan para yahudi, sedangkan dalam masa yang sama, antara istri Baginda adalah seorang perempuan yang asalnya beragama yahudi, tetapi memeluk islam, disamping ayahnya pula masih saja dengan agama lamanya.

Ayah Sofiyyah yang bernama Huyay bin Akhtab adalah pembenci utama terhadap Nabi SAW dari yahudi Kabilah Bani Nadhir. Berbagai-bagai tindakan yang dilakukan oleh beliau terhadap Nabi SAW. Beliau sering menyakiti hati Nabi SAW sehingga tindakan itu boleh disifatkan sebagai keterlaluan atau melampaui batas.

Tindakan Huyay bin Akhtab itu menyebabkan Nabi SAW bertindak mengkritik, sedangkan kritikan Nabi itu terdengar oleh anak Huyay yang merupakan istri Nabi SAW.

Mungkin hati Sofiyyah terluka (?). Itu tidak dipastikan. Tetapi, bimbang apa memang terluka, maka Nabi SAW menyediakan pencegah luka, agar luka itu tidak benar-benar terluka.

Sofiyyah ada bercerita;

ما رأيت قط أحسن خلقا من رسول الله صلى الله عليه وسلم ، لقد رأيته ركب بي من خيبر على عجز ناقته ليلا ، فجعلت أنعس فيضرب رأسي مؤخرة الرحل ، فيمسني بيده ويقول : « يا هذه مهلا يا بنت حيي » ، حتى إذا جاء الصهباء ، قال : « أما إني أعتذر إليك يا صفية مما صنعت بقومك ، إنهم قالوا لي كذا وكذا »

Maksudnya;
”Aku tidak pernah melihat manusia yang boleh mengatasi kebaikan akhlak Nabi Saw. aku menunggang kenderaan unta pada satu malam bersama Baginda. Aku ketika itu terlalu mengantuk menyebabkan kepalaku tersengguk-sengguk. Lalu, Baginda SAW menyentuhku sambil berkata; ”Wahai orang ini. tahan sedikit wahai anak perempuan Huyay (jangan cepat mengantuk). Apabila sampai di As-Sohba’, baginda berkata; ”aku minta maaf dari kamu wahai Sofiyyah daripada apa yang aku lakukan terhadap kaum kamu. Sesungguhnya, mereka berkata kepadaku begian begian...[1]”

Jumat, 03 Desember 2010

MENEMANI ISTRI DALAM PERJALANAN (lanjutan, habis)

Hadits yang dinukilkan di atas, amat nyata dan jelas bahwa betapa Nabi SAW amat mengambil perhatian terhadap istrinya yang bernama Sofiyyah ini. Perhatian yang diberikan itu amat besar sehingga baginda SAW sendiri yang menghantar Sofiyyah pulang walaupun ketika itu Baginda sedang beriktikaf.

Tindakan yang dilakukan oleh Nabi ini, sedikit sebanyak akan melahirkan perasaan “diambil hati” dalam hati Sofiyyah, yang sudah pasti akan lahirnya perasaan cinta yang membara terhadap suaminya yang merupakan Nabi akhir zaman itu.

Kepada para suami, hadits ini selayaknya dijadikan teladan bagi melahirkan perasaan cinta yang membara antara kedua suami dan istri. Istri mana yang tidak mahu dijaga keselamatan dan sering diambil tahu oleh suaminya, ini kerana, apabila ini dilakukan oleh suaminya, pasti dari hati kecil mereka akan terlintas satu perasaan bahwa mereka akan rasa terselamat jika berada dibawah naungan suaminya, justeru itu, mereka akan rasa bahwa mereka benar-benar dicintai oleh suami.

Oleh itu, adalah satu tindakan yang kurang tepat jika ada sebagian suami yang bertindak membiarkan istrinya pulang ke kampung dengan membiarkan mereka menaiki bas bersama dengan anak-anak, tanpa kehadiran suami menemani dalam perjalanan. Ini kerana, keadaan ini akan melahirkan banyak persepsi yang kurang sihat, sama ada dalam hati istri, keluarga mertua malahan pada pandangan masyarakat umum.

Mudah-mudahan hadits ini menjadi panduan bagi suami bertindak dengan yang lebih baik dalam melahirkan perasaan kasih sayang antara suami istri, demi mencapai kebahagiaan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga yang diredhai oleh Allah SWT.

Sekian, wassalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

[1] Sahih Al-Bukhari : 3039.
[2] Tafsir Ibni Kathir : 1/382.
[3] Siyar Al-‘Alam Wa An-Nubala’ : 2/233.

MENEMANI ISTRI DALAM PERJALANAN

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wa barokaatuh,

Istri yang disayangi adalah istri yang selalu dijaga keselamatannya oleh suami, juga sering dirisaukan oleh suaminya dikala berada di luar rumah, maupun di rumah.

Sebagai istri, mereka tidak seharusnya merasa ”terjepit” atau terganggu dikala sering ditanya suami dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, dimana mereka berada, apakah waktu mereka tiada di rumah itu sesuai atau tidak? Ini kerana, pertanyaan-pertanyaan begini menggambarkan kebimbangan suami terhadap mereka, yang sudah pasti semuanya terlahir daripada perasaan sayang suami terhadap mereka.

Mau tahu keadaan keselamatan istri ini merupakan tuntutan Islam yang ditunjuk diajarkan oleh Nabi SAW, bahkan ini terbukti dengan salah satu hadits Sofiyyah, salah seorang istri Nabi SAW yang berbunyi;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَكِفًا فَأَتَيْتُهُ أَزُورُهُ لَيْلًا فَحَدَّثْتُهُ وَقُمْتُ فَانْقَلَبْتُ فَقَامَ مَعِي لِيَقْلِبَنِي وَكَانَ مَسْكَنُهَا فِي دَارِ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ

Maksudnya;
“Rasulullah SAW beriktikaf, lalu aku datang menhampiri Nabi SAW pada satu malam. Aku mengobrol dengan Baginda. Apabila aku bangun untuk pulang, Baginda SAW pun turut bangun untuk menghantarku pulang. Rumah Sofiyyah berada di kampung Usamah bin Zaid[1]”

Jika dilihat dalam beberapa hadits yang lain, kita akan temukan bahwa Sofiyyah binti Huyay bin Akhtab bukanlah seorang perempuan yang cantik, bahkan mempunyai badan yang gempal dan pendek, lebih-lebih lagi, ayah beliau adalah antara orang yang memusuhi Islam dan beragama yahudi, juga merupakan pembesar utama Yahudi Bani Nadhir yang terlalu memusuhi Nabi SAW dan pernah melancarkan provokasi jahat untuk memurtadkan sebagian Sahabat[2].

Hal itu, menyebabkan Aisyah dan Hafsah yang kadang-kadang mengatakan mereka berdua lebih mulia disisi Nabi SAW berbanding Sofiyyah. Perkataan dua istri Nabi itu menyebabkan hati Sofiyyah agak terguris, lalu melaporkannya kepada Nabi SAW.

Mendengar itu, baginda SAW berkata kepadanya;

ألا قلت: وكيف تكونان خيرا مني، وزوجي محمد، وأبي هارون، وعمي موسى

Maksudnya;
“Mengapa tidak kamu berkata; “bagaimana kamu berdua lebih baik daripadaku, sedangkan suamiku adalah Nabi Muhammad, “Ayahku” adalah Nabi Harun, dan “ayah saudaraku” adalah Nabi Musa??[3]”

Dalam keadaan Sofiyyah bukan istri yang cantik pun, Baginda SAW amat menyayanginya. Sentiasa memberikannya semangat bagi berhadapan dengan kerenah-kerenah istri yang lain, sehinggakan Baginda SAW amat menjaga keselamatan dirinya.

Selasa, 30 November 2010

TIDAK JIJIK DENGAN MAKANAN SISA ISTRI

Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Kesetiaan dan keteguhan antara suami istri amat susah untuk ditafsirkan. Pun begitu, apabila suami dan istri mampu makan dari satu bekas, ataupun suami makan sisa makanan istri, atau istri makan sisa makanan suami, seakan-akan tergambar satu watak bahwa antara suami dan istri itu tidak wujud perasaan jijik sesama mereka.

Rupa-rupanya tindakan seperti itu merupakan pengamalan Nabi SAW dengan para istri baginda. Ini dapat dibuktikan pada hadis Aisyah yang berbunyi, sbb;

كُنْتُ أَشْرَبُ مِنْ الْقَدَحِ وَأَنَا حَائِضٌ فَأُنَاوِلُهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ فَيَشْرَبُ مِنْهُ

Maksudnya;
”aku minum air daripada satu bekas, ketika itu aku sedang datang bulan, lalu Nabi SAW mengambil bekas minumanku itu dan meletakkan mulut baginda pada tempat aku meletakkan mulut pada bekas tersebut[1]”

Hadis ini jelas menunjukkan kepada kita bahwa Nabi SAW tidak menjadikan bekas mulut istrinya sebagai jijik, walapun ketika itu istri Baginda sedang datang bulan.

Bukan sekadar itu saja, bahkan jika diperhatikan kepada hadis lain, didapati baginda juga makan makanan dari kesan gigitan istri.

Ini dapat dibuktikan dengan sambungan hadis di atas yang menyebut;

وَأَتَعَرَّقُ مِنْ الْعَرْقِ وَأَنَا حَائِضٌ فَأُنَاوِلَهُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَضَعُ فَاهُ عَلَى مَوْضِعِ فِيَّ

Maksudnya;
”Aku mengigit sepotong daging, lalu sisa gigitan itu diambil oleh Nabi SAW, lalu baginda pun mengigitnya pada bahagian yang aku gigit tadi”

Nah !!! betapa romantiknya Nabi SAW dengan istri. Lebihan makanan mereka tidak dijadikan sebagai sesuatu yang menghalang Nabi untuk makan dari makanan tersebut.

Dengan hadis ini, teladan yang boleh diambil adalah, bagaimana Nabi SAW telah menjadikan makanan sebagai cara untuk melahirkan perasaan mesra antara suami istri.
Tindakan begini juga sebenarnya telah melahirkan perasaan cinta yang teguh. Bersama meremajakan dan menghangatkan lagi perasaan sayang, lebih-lebih lagi dalam mengarungi kehidupan rumah tangga yang penuh dengan ujian.

Disamping itu juga, tindakan begini sebenarnya dapat melahirkan kesetiaan dan keyakinan yang penuh antara kedua suami dan istri. Ini kerana, itu tergambar melalui perasaan tidak berkira atau tidak merasa jijik dan keji terhadap lebihan makanan dan minuman antara pasangan sehingga menganggap ianya seperti lebihan makanan sendiri.
Jika keadaan ini sering berlaku, ia menunjukkan betapa kukuh dan teguhnya perasaan cinta antara dua suami istri, dan ini juga menjadi bukti nyata bahwa cinta dan sayang yang lahir dari kedua-dua suami dan istri tersebut adalah cinta yang ikhlas dan sejati.

Oleh itu, suami dan istri sepatutnya menjadikan tindakan Nabi SAW ini sebagai teladan demi melahirkan perasaan cinta yang tidak hipokrit, lebih-lebih lagi bagi mencari redha Allah SWT.

Demikian, wassalaamu ’alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh.
[1] Sunan An-Nasai : 377.

Sabtu, 13 November 2010

KISAH CINTA NABI SAW : SERI 11 MINTA PANDANGAN ISTRI KETIKA BERPAKAIAN

Assalaamu ‘alaikm warohmatullohi wa barokaatuh,

Sebagai seorang Nabi yang menjabat jabatan pemimpin sebuah negara, berpakaian rapih merupakan satu kepentingan. Ini karena, semua tindak tanduk Nabi SAW pasti akan ditiru.
Berpakaian seragam bukan bermakna berpakaian yang berharga mahal, tetapi cukup berpakaian yang bersih dan pakaian itu sesuai dengan pemakainya. Kesesuaian pada sudut ukuran, warna pakaian dengan warna kulit dan sebagainya.

Bahkan, jika diperhatikan kepada hadis-hadis Nabi, kita akan dapati berpakaian rapih ini merupakan satu tuntutan, bahkan ianya disukai oleh Allah SWT.

Sabda Nabi SAW;

والله جميل يحب الجمال

Maksudnya;
”Allah adalah tuhan yang maha indah, amat suka kepada keindahan[1]”

Rapih sebahagian dari keindahan dan kecantikan. Oleh karena itulah, ia merupakan kesukaan bagi Allah SWT terhadap hambanya.

Dalam hal itu pula, kita akan dapati, Baginda SAW adalah manusia yang selalu rapih mana kala di rumah, maupun di luar rumah. Baginda SAW rapih dirumah sebagai melahirkan kecintaan para istri melihat baginda, bahkan diluar nabi juga rapih untuk melahirkan penghormatan umat terhadap baginda SAW, juteru mereka juga akan meniru untuk menjadi rapih.

Didapati, baginda SAW dikala mau keluar rumah, Nabi SAW akan mengenakan pakaian rapih, lalu untuk memastikan kerapihan baginda itu bersesuaian dengan pakaian yang dikenakan, Baginda SAW akan bertanya terlebih dahulu kepada istrinya.

Hal ini dirujuk kepada hadis yang diriwayatkan daripada Hamid bin Hilal berkata ;

لبس رسول الله صلى الله عليه وسلم بردة سوداء فقال يا عائشة كيف ترين قالت فقلت : ما أحسنها عليك شيب بياضك بسوادها وشيب سوادها ببياضك ، فخرج فيها فعرق فوجد منها ريحا فرجع فنزعها

Maksudnya;
“Rasulullah SAW memakai pakaian serba hitam, lalu bertanya kepada Aisyah; “apa pandangan kamu Wahai Aisyah?” berkata; “alangkah rapihnya kamu apabila kulit putih kamu dengan hitam pakaian itu, dan hitamnya dengan putih kamu. Nabi SAW pun keluar dan didapati beginda berpeluh, maka semerbak lah bau wangi. Lalu baginda pulang dan memecat pakaiannya tadi[2]”

Hadis ini membuktikan kepada kita bahwa, Nabi SAW sering bertanya kepada istrinya tentang pakaian yang dikenakan baginda, apakah ianya bersesuaian atau tidak.

Tindakan bertanya pandangan istri tentang pakaian yang hendak dipakai ini, merupakan salah satu cara untuk melahirkan perasaan dihargai dalam diri istri. Istri pasti akan berbangga apabila dihargai sebegitu, lebih-lebih lagi jika suami mereka adalah manusia yang menjadi model untuk manusia tiru. Sudah pasti istri itu akan berfikir, orang meniru suaminya, pada hakikatnya meniru hasil dari pendapat dan pandangan yang dikemukakan terhadap suaminya.

Menelaah kepada hadis ini, selayaknya para suami menjadikan ianya sebagai teladan. Tidak perlu malu untuk bertanya pandangan istri tentang pakaian yang dipakai. Di samping itu juga, para istri hendaklah bersedia memberikan pendapat yang bernas dan jujur dalam menentukan bentuk pakaian yang mau di pakai oleh suami.

Jika ini boleh di amalkan, sudah pasti kemesraan dan kebahagiaan dalam rumah tangga akan berhasil, lebih-lebih lagi dalam usaha mencapai ridho Allah SWT dalam mengarungi bahtera kehidupan berumah tangga.

Wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wa barokaatuh,

[1] Al-Mustadrak ‘Ala Sahihain : 68.
[2] Musnad Ishaq bin Rahawiyyah : 1530.

KISAH KASIH SAYANG NABI SAW DALAM KELUARGA: SERI 10 (tambahan)

TAMBAHAN

Air sedikit dijadikan berwudu’ adalah perkara yang dikhilafi oleh ulama. Menurut pendapat Imam Syafii Qadim, yaitu pendapat Imam As-Syafii keluarkan semasa berada di Iraq, bahwa air sedikit boleh dijadikan sebagai air wudu’.

Adapun pendapat Imam As-Syafii semasa di Mesir, atau dikenali Qaul Jadid Imam As-Syafie, beliau berfatwa bahwa air yang sedikit memungkinkan berlaku air musta’mal yang dilarang digunakan untuk berwudu’.

Definisi Air Musta’mal menurut Syafiiyyah adalah;

“Air sedikit yang digunakan pada fardu taharah daripada hadas, seperti basuhan pertama, mandi jinabah dan sebagainya[4]”

Mengikut pendapat Syafiyyah Jadid, tetesan air bagi basuhan sunat yang kedua dan ketiga ketika berwudu’ atau mandi jinabah, tidak dikira sebagai air musta’mal.

Dikira sebagai air musta’mal juga, sekiranya basuhan tersebut dari basuhan wajib bagi wudu’ kanak-kanak.

Mengikut Mazhab Syafii yang jadid, hukum air musta’mal adalah suci dan tidak boleh menyucikan. Maknanya, air musta’mal tidak boleh dijadikan sebagai air untuk berwudu’ dan mandi.

Dalil yang dipegang oleh mereka adalah hadis;

عن مُحَمَّدِ بن الْمُنْكَدِرِ قال سمعت جَابِرًا يقول جاء رسول اللَّهِ (ص) يَعُودُنِي وأنا مَرِيضٌ لَا أَعْقِلُ فَتَوَضَّأَ وَصَبَّ عَلَيَّ من وَضُوئِهِ

Maksudnya;
“Daripada Muhammad bin Al-Mungkadir berkata, Aku dengan Jabir berkata, telah datang Rasulullah SAW menziarahiku ketika aku sedang sakit. Lalu baginda berwudu’ dan menuangkan kepadaku air wudu’nya (aku menadah air wudu’ nabi SAW)[5]”

Mengikut ulasan Mazhab Syafii jadid, mereka mengatakan hadis ini dianngap bahwa tadahan air itu bukanlah untuk dijadikan wudu’, tetapi dijadikan sebagai minuman, kerana dizaman tersebut, kekurangan air amat teruk[6]. Oleh itu, air tersebut tidak dijadikan sebagai berwudu’, tetapi digunakan untuk minuman. Dengan itu, air kesan wudu’ nabi itu adalah air musta’mal yang tidak boleh digunakan untuk berwudu’.

Walaubagaimanapun, mengikut satu riwayat mazhab Syafii dan Malik, mereka berpendapat bahwa air musta’mal tetap dikira seperti air mutlaq juga, yaitu airnya suci dan menyucikan[7].

Mereka berdalilkan kepada hadis;

عن الرُّبَيِّعِ أَنَّ النبي (ص) مَسَحَ بِرَأْسِهِ من فَضْلِ مَاءٍ كان في يَدِهِ

Maksudnya;
“Daripada Rubai’, Sesungguhnya Nabi SAW menyapu kepalanya daripada air yang tersisa ditangannya[8]”

Wassalaamu ‘alikum warohmatullohi wabarokaatuh,

[1] Siyar Al-‘Alam Wa An-Nubala : 2/261. Aun Al-Ma’bud : 1/97.
[2] Sunan Abi Daud : 71.
[3] Aun Al-Ma’bud : 1/97.
[4] Al-Fiqh Al-islami Wa Adillatuh (1/123)
[5] Saheh Al-bukhari (1/82) hadis no : 191.
[6] Al-Fiqh Al-islami Wa Adillatuh (1/124)
[7] Fiqh As-Sunnah (1/23)
[8] Sunan Abi Daud (1/32) hadis no : 130.

KISAH KASIH SAYANG NABI SAW DALAM KELUARGA: SERI 10

BEREBUT-REBUT DENGAN ISTRI KETIKA BERWUDU’

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Pada pandangan umum menyatakan bahwa bermesraan dengan istri hanya berlaku di atas ranjang tidur, sedangkan bermesraan dengan istri itu tidak semestinya di ranjang saja, bahkan di mana-mana pun boleh bermesraan dengan istri.
Bermesraan merupakan cara untuk melahirkan perasaan kasih dan sayang antara dua suami dan istri. Bagi melahirkan perasaan itu, Islam membenarkan ianya berlaku, walaupun dikala mau melakukan ibadat.
Ini dapat dilihat dengan hadis Ummu Subayyah Al-Juhaniyyah atau nama sebenarnya Khaulah binti Qais yang merupakan salah seorang Istri Nabi SAW[1] pernah berkata;

اخْتَلَفَتْ يَدِي وَيَدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْوُضُوءِ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ

Maksudnya;
”tanganku dan tangan Rasulullah SAW sering berselisih ketika berwudlu’ daripada satu bekas[2]”

Yang dimaksudkan dengan tangan Ummu Subaiyyah dan tangan Nabi SAW berselisih adalah, kadangkala Ummu Subaiyyah menaguk air dengan kedua tangannya dari bekas tersebut, lalu diikuti oleh Nabi SAW, dan kadangkala Nabi SAW meneguk air dengan kedua belah tangan Baginda, lalu diikuti oleh Ummu Subayyah[3].

Ada ulama lain menyatakan, perselisihan tangan yang berlaku ketika berwudlu antara Rasulullah SAW dengan Ummu Sabiyyah itu sehingga mereka berebut-rebut sehingga Ummu Sabiyyah tidak mendapat air untuk berwudlu’, lalu meminta Rasulullah SAW agar air itu disimpan sedikit untuknya.

Memahami dari ulasan-ulasan ulama-ulama hadis ini, amat jelas kepada kita bahwa Baginda SAW tidak sekadar menjadikan masa di ranjang saja tempat untuk bermesraan dengan istri, bahkan kadangkala Baginda SAW juga mengambil kesempatan dalam beberapa keadaan ibadat, yaitu berwudu’ untuk bergurau dan bermesraan dengan istri.

Kepada kaum lelaki yang mau melahirkan kehidupan rumah tangga yang meriah dan gembira, selayaknya menjadikan hadis ini sebagai panduan. Bergurau dengan istri dikala berwudu’ ini, tidak semestinya dilakukan selalu, tetapi dalam sebulan sekali, dalam masa dua minggu sekali dan sebagainya.
Jika ini dapat dilakukan oleh para suami, pasti istri akan merasa bahagia hidup bersama suaminya itu. ini karena, suaminya sering mewujudkan suasana sendau gurau yang melahirkan kemesraan hidup antara suami istri.

Jumat, 29 Oktober 2010

KISAH KASIH SAYANG SAW DALAM KELUARGA : SERI 9

TIDAK MARAH DENGAN KEKHIILAFAN ISTRI

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Setiap manusia tidak lepas dari suatu kekhilafan. Walaupun seseorang itu berhati-hati dalam tindakan pun, kadangkala berlaku juga kekhilafan.

Sehubungan dengan itulah, kita akan dapati islam meletakkan asas bahwa dimaafkan kepada mereka yang melakukan suatu kekhilafan.

Sabda Nabi SAW;

وضع الله عن امتى الخطاء والنسيان وما استكرهوا عليه

Maksudnya;
”Allah tidak mengambil salah dari umatku di kala mereka khilah, lupa dan dalam keadaan mereka dipaksa[1]”

Kekhilafan itu kadangkala dilakukan oleh istri. Kekhilafan yang kecil, tidak seharusnya dijadikan sebab utama untuk melahirkan pertengkaran antara suami istri. Lebih-lebih lagi membawa kepada perceraian.

Jika dilihat kepada Nabi SAW, kita akan dapati Nabi SAW tidak menjadikan perkara remeh sebagai penyebab untuk melahirkan masalah antara suami dan istri.

Keadaan ini dibuktikan dengan hadis riwayat Aisyah R.ha yang berkata;

كُنْتُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيتُ فِي الشِّعَارِ الْوَاحِدِ وَأَنَا حَائِضٌ طَامِثٌ فَإِنْ أَصَابَهُ مِنِّي شَيْءٌ غَسَلَ مَكَانَهُ وَلَمْ يَعْدُهُ ثُمَّ صَلَّى فِيهِ وَإِنْ أَصَابَ تَعْنِي ثَوْبَهُ مِنْهُ شَيْءٌ غَسَلَ مَكَانَهُ وَلَمْ يَعْدُهُ ثُمَّ صَلَّى فِيهِ

Maksudnya;
”Aku dan Rasulullah SAW tidur atas satu empat, sedangkan ketika itu aku sedang datang bulan. Darah haidku menetes terkena pada tempat itu, didapati Nabi SAW membasuh tempat tetesan tersebut, dan tidak memindahkan temmpat itu, kemudian baginda menunaikan solat di situ. Apabila darahku menetes terkena pakaian baginda, Baginda SAW sendiri membasuh tempat yang kena tetesan darah itu, dengan tidak mengalihkan tempat lain, kemudian menunaikan solat dengan pakaian itu[2]”

Dari hadis ini, kita akan dapati betapa lembutnya hati Nabi SAW dalam menghadapi kekhilafan istrinya yang tidak berhati-hati dengan tetesan darah haid, sehingga ditempat tidur dan juga pakaian Nabi pun terkena dengan tetesan darah itu. Didapati, Baginda SAW tidak bertindak memarahi istrinya atas kekhilafan tersebut.

Jika diperhatikan pada hadis ini, apalagi marah, bahkan nabi SAW sendiri bertindak membersihkan tetesan darah haid istrinya itu, walaupun jika dilihat kepada tafsiran oleh sekelompok masyarakat kita, itu dianggapnya sesuatu yang ”menjijikkan” atau tindakan orang yang ”takut istri”.

Tindakan Nabi SAW ini perlu dijadikan contoh dan teladan oleh para suami. Dia itu, hendaklah mengambil sikap memahami dan mengerti keadaan istri. Sebagai suami, dengan kekhilafan kecil sebegini tidak selayaknya dijadikan modal untuk memarahi istri atau menyingkap kalimat jijik di hadapan istri.

Jika keadaan ini mampu dilakukan oleh suami, pasti istri akan merasakan bahwa mereka disayangi suami mereka sendiri, dan sudah pasti perasaan cinta dan mesra kepada suaminya akan bertambah kuat.

Wassalaamu ‘alaikum warohmatullloohi wabarokaatuh,


[1] As-Sunan Al-Kubra : 7/387.
[2] Sunan Abi Daud : 235.

Minggu, 24 Oktober 2010

KISAH KASIH SAYANG NABI SAW TERHADAP ISTRI : SERI 8

TIDUR SATU SELIMUT DENGAN ISTRI

Assalaamu ‘alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh,

Datang bulan merupakan masalah fitrah kaum perempuan yang tidak boleh dinafikan. Apabila kaum perempuan baru dapat pada setiap bulan, dia menjadi tidak berharga, itulah waktunya kaum lelaki tidak tidur bersama-sama dengan mereka.

Jika dirujuk jaman Arab jahiliyyah terdahulu, mereka menjadikan musim kedatangan bulan itu sebagai cara untuk mereka menjauhkan diri dari istri-istri mereka. Saatnya tidur sendiri, sampai satu tahap, segala makanan masakan istri mereka yang sedang datang bulan juga tidak dimakan. Mereka bertindak sedemikian adalah karena mereka beranggapan, perempuan yang sedang haid dianggap sebagai perempuan itu najis. Apabila mereka sudah najis, maka segala hasil tangan mereka dikira juga sebagai najis.

Pengamalan Jahiliyyah ini menyalahi dengan Islam yang amat memuliakan kaum perempuan. Islam meletakkan asas, dikala perempuan kedatangan haid, larangan hanya berlaku pada jimak saja. Adapun selain itu, dia adalah dibenarkan.

Dalam Hadis sendiri telah membuktikan hal ini. Diberitakan melalui hadis riwayat Imam An-Nasai dalam kitab As-Sunan Al-Kubra, daripada Zainab yang merupakan anak perempuan Ummu Salamah bercerita, bahwa ibunya, dia itu Ummu Salamah berkata;

بينا أنا مضطجعة مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في الخميلة فانسللت من اللحاف فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أنفست فقلت نعم فدعاني فاضطجعت معه في الخميلة

Maksudnya;
“ketika kami sedang berbaring bersama Rasulullah SAW dalam satu selimut, lalu Aku bangkit keluar dari selimut. Bertanya Rasulullah SAW; Apakah kamu sedang datang bulan? Aku menjawab; benar aku baru dapat. lalu baginda memanggilku untuk berbaring bersama baginda dalam selimut tadi[1]”

Hadis yang dinukilkan ini merupakan satu bukti yang kukuh bahwa, dengan kedatangan bulan itu, bukanlah menjadi penghalang para suami untuk tidur satu selimut dengan istrinya.

Disamping itu juga, jika difikirkan dari sudut psikologi pula, kita akan dapati tindakan begini merupakan satu kemuliaan yang diberikan oleh Islam kepada kaum hawa. Jika ini dilarang, pasti kaum hawa akan merasakan bahwa diri mereka seakan-akan tidak berguna dikala sedang datang bulan, sedangkan haid itu bukanlah pilihan dirinya, tetapi ia adalah ketetapan fitrah yang telah disediakan oleh Allah SWT.

Jika dilihat kepada hadis ini, kita dapat melihat bagaimana tindakan Ummu Salamah yang pada awalnya ingin menjauhkan diri dari Rasulullah SAW disebabkan beliau sadar bahwa beliau sedang datang bulan, tetapi dipanggil kembali oleh Nabi SAW walaupun setelah diberitahu bahwa beliau sedang tang bulan.

Dengan ini, menunjukkan bahwa, Nabi SAW amat memandang kepentingan tidur bersama dengan istrinya, malahan dalam satu selimut, walaupun istrinya itu sedang tang bulan. jika dalam keadaan aid pun Nabi SAW masih tidur satu selimut dengan istrinya, maka terlebih utama Nabi SAW tidur satu selimut dengan istrinya dikala mereka tidak haid.

Kepada kaum lelaki, hadis ini selayaknya dijadikan pengajaran dalam usaha hendak melahirkan rumah tangga yang bahagia. Istri mana tidak merasakan berbangga, jika mereka sering dihargai oleh suaminya. Walaupun, penghargaan itu tidak dituangkan dari sudut kata-kata, tetapi dengan nyatakan dalam bentuk perbuatan seperti tidur satu selimut pun sudah cukup bagi istri merasakan penghargaan diri suami berikan kepada mereka.

Juga perlu diingat, dipeperbolehkannya tidur satu selimut dengan istri yang baru dapat itu bukan berarti Islam membenarkan melakukan jimak. Ini karena, Allah melarang berlaku jimak dengan istri yang sedang dalam keadaan datang bulan.

Firman Allah;

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ

Maksudnya;
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci”

(Surah Al-Baqarah : 222)

Oleh itu, untuk menjawab berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan ketika tidur bersama istri yang sedang haid, hendaklah dipastikan istri tersebut memakai pakaian yang tidak mendatangkan gairah kepada suami, di samping itu juga, hendaklah istri menghindarkan diri dari berkata-kata dan bertindak tanduk dengan tindakan yang boleh mendatangkan nafsu syahwat kepada suami.

Pada diri suami pula, jika bimbang berlaku jimak dengan istri sekiranya tidur bersama istri dalam satu selimut, maka hendaklah suami tidur di atas kasur yang sama, tetapi menggunakan selimut yang berbeda. Jika masih lagi mendatangkan syahwat, maka hendaklah dia tidur di atas kasur yang berbeda.

Adapun tindakan keluar dari rumah dengan tidur di tempat lain, atau meminta istri menjauhi suami dari tempat tidur, maka itu adalah tindakan yang tidak sepatutnya berlaku, lebih-lebih lagi jika dengan tindakan sedemikian boleh mendatangkan ”perasaan terluka” pada istri.

Wassalaamu alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh.

[1] As-Sunan Al-Kubra : 275.

KISAH KASIH SAYANG DAN CINTA NABI SAW TERHADAP ISTRI : SIRI 8

%3C%21--%5Bif+gte+mso+9%5D%3E%3Cxml%3E++%3Cw%3AWordDocument%3E+++%3Cw%3AView%3ENormal%3C%2Fw%3AView%3E+++%3Cw%3AZoom%3E0%3C%2Fw%3AZoom%3E+++%3Cw%3APunctuationKerning%2F%3E+++%3Cw%3AValidateAgainstSchemas%2F%3E+++%3Cw%3ASaveIfXMLInvalid%3Efalse%3C%2Fw%3ASaveIfXMLInvalid%3E+++%3Cw%3AIgnoreMixedContent%3Efalse%3C%2Fw%3AIgnoreMixedContent%3E+++%3Cw%3AAlwaysShowPlaceholderText%3Efalse%3C%2Fw%3AAlwaysShowPlaceholderText%3E+++%3Cw%3ACompatibility%3E++++%3Cw%3ABreakWrappedTables%2F%3E++++%3Cw%3ASnapToGridInCell%2F%3E++++%3Cw%3AWrapTextWithPunct%2F%3E++++%3Cw%3AUseAsianBreakRules%2F%3E++++%3Cw%3ADontGrowAutofit%2F%3E+++%3C%2Fw%3ACompatibility%3E+++%3Cw%3ABrowserLevel%3EMicrosoftInternetExplorer4%3C%2Fw%3ABrowserLevel%3E++%3C%2Fw%3AWordDocument%3E+%3C%2Fxml%3E%3C%21%5Bendif%5D--%3E%3C%21--%5Bif+gte+mso+9%5D%3E%3Cxml%3E++%3Cw%3ALatentStyles+DefLockedState%3D%22false%22+LatentStyleCount%3D%22156%22%3E++%3C%2Fw%3ALatentStyles%3E+%3C%2Fxml%3E%3C%21%5Bendif%5D--%3E%3C%21--%5Bif+gte+mso+10%5D%3E+%3Cstyle%3E%0D%0A+%2F*+Style+Definitions+*%2F%0D%0A+table.MsoNormalTable%0D%0A%09%7Bmso-style-name%3A%22Table+Normal%22%3B%0D%0A%09mso-tstyle-rowband-size%3A0%3B%0D%0A%09mso-tstyle-colband-size%3A0%3B%0D%0A%09mso-style-noshow%3Ayes%3B%0D%0A%09mso-style-parent%3A%22%22%3B%0D%0A%09mso-padding-alt%3A0in+5.4pt+0in+5.4pt%3B%0D%0A%09mso-para-margin%3A0in%3B%0D%0A%09mso-para-margin-bottom%3A.0001pt%3B%0D%0A%09mso-pagination%3Awidow-orphan%3B%0D%0A%09font-size%3A10.0pt%3B%0D%0A%09font-family%3A%22Times+New+Roman%22%3B%0D%0A%09mso-ansi-language%3A%230400%3B%0D%0A%09mso-fareast-language%3A%230400%3B%0D%0A%09mso-bidi-language%3A%230400%3B%7D%0D%0A%3C%2Fstyle%3E+%3C%21%5Bendif%5D--%3E++%0D%0A%3Cdiv+class%3D%22MsoNormal%22%3E%0D%0A%3Cstrong%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3ETIDUR+SATU+SELIMUT+DENGAN+ISTERI%3C%2Fspan%3E%3C%2Fstrong%3E%3C%2Fdiv%3E%0D%0A%3Cdiv+class%3D%22MsoNormal%22%3E%0D%0A%0D%0A%3C%2Fdiv%3E%0D%0A%3Cdiv+class%3D%22MsoNormal%22%3E%0D%0A%3Cb%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3EAssalaamu+%E2%80%98alaikum+warohmatulloohi+wabarokaatuh%2C%3C%2Fspan%3E%3C%2Fb%3E%3C%2Fdiv%3E%0D%0A%3Cdiv+class%3D%22MsoNormal%22%3E%0D%0A%3Cb%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3E%0D%0ADatang+bulan%3Cstrong%3E+merupakan+masalah+fitrah+kaum+perempuan+yang+tidak+boleh+dinafikan.+Apabila+kaum+perempuan+baru+dapat+pada+setiap+bulan%2C+dia+menjadi+tidak+berharga%2C+itulah+waktunya+kaum+lelaki+tidak+tidur+bersama-sama+dengan+mereka.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EJika+dirujuk+jaman+Arab+jahiliyyah+terdahulu%2C+mereka+menjadikan+musim+kedatangan+bulan+itu+sebagai+cara+untuk+mereka+menjauhkan+diri+dari+istri-istri+mereka.+Saatnya+tidur+sendiri%2C+sampai+satu+tahap%2C+segala+makanan+masakan+istri+mereka+yang+sedang+datang+bulan+juga+tidak+dimakan.+Mereka+bertindak+sedemikian+adalah+karena+mereka+beranggapan%2C+perempuan+yang+sedang+haid+dianggap+sebagai+perempuan+itu+najis.+Apabila+mereka+sudah+najis%2C+maka+segala+hasil+tangan+mereka+dikira+juga+sebagai+najis.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EPengamalan+Jahiliyyah+ini+menyalahi+dengan+Islam+yang+amat+memuliakan+kaum+perempuan.+Islam+meletakkan+asas%2C+dikala+perempuan+kedatangan+haid%2C+larangan+hanya+berlaku+pada+jimak+saja.+Adapun+selain+itu%2C+dia+adalah+dibenarkan.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EDalam+Hadis+sendiri+telah+membuktikan+hal+ini.+Diberitakan+melalui+hadis+riwayat+Imam+An-Nasai+dalam+kitab+As-Sunan+Al-Kubra%2C+daripada+Zainab+yang+merupakan+anak+perempuan+Ummu+Salamah+bercerita%2C+bahawa+ibunya%2C+iaitu+Ummu+Salamah+berkata%3B%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3E%3Cspan+dir%3D%22RTL%22+lang%3D%22AR-SA%22%3E%D8%A8%D9%8A%D9%86%D8%A7+%D8%A3%D9%86%D8%A7+%D9%85%D8%B6%D8%B7%D8%AC%D8%B9%D8%A9+%D9%85%D8%B9+%D8%B1%D8%B3%D9%88%D9%84+%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87+%D8%B5%D9%84%D9%89+%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87+%D8%B9%D9%84%D9%8A%D9%87+%D9%88%D8%B3%D9%84%D9%85+%D9%81%D9%8A%3C%2Fspan%3E%3Cspan+dir%3D%22LTR%22%3E%3C%2Fspan%3E%3Cspan+lang%3D%22AR-SA%22%3E%3Cspan+dir%3D%22LTR%22%3E%3C%2Fspan%3E+%3Cspan+dir%3D%22RTL%22%3E%D8%A7%D9%84%D8%AE%D9%85%D9%8A%D9%84%D8%A9+%D9%81%D8%A7%D9%86%D8%B3%D9%84%D9%84%D8%AA+%D9%85%D9%86+%D8%A7%D9%84%D9%84%D8%AD%D8%A7%D9%81+%D9%81%D9%82%D8%A7%D9%84+%D8%B1%D8%B3%D9%88%D9%84+%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87+%D8%B5%D9%84%D9%89+%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87+%D8%B9%D9%84%D9%8A%D9%87+%D9%88%D8%B3%D9%84%D9%85+%D8%A3%D9%86%D9%81%D8%B3%D8%AA+%D9%81%D9%82%D9%84%D8%AA%3C%2Fspan%3E%3Cspan+dir%3D%22LTR%22%3E%3C%2Fspan%3E%3Cspan+dir%3D%22LTR%22%3E%3C%2Fspan%3E+%3Cspan+dir%3D%22RTL%22%3E%D9%86%D8%B9%D9%85+%D9%81%D8%AF%D8%B9%D8%A7%D9%86%D9%8A+%D9%81%D8%A7%D8%B6%D8%B7%D8%AC%D8%B9%D8%AA+%D9%85%D8%B9%D9%87+%D9%81%D9%8A+%D8%A7%D9%84%D8%AE%D9%85%D9%8A%D9%84%D8%A9%3C%2Fspan%3E%3C%2Fspan%3E%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EMaksudnya%3B%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%3Cem%3E%E2%80%9Cketika+kami+sedang+berbaring+bersama+Rasulullah+SAW+dalam+satu+selimut%2C+lalu+Aku+bangkit+keluar+dari+selimut.+Bertanya+Rasulullah+SAW%3B+Apakah+kamu+sedang+datang+bulan%3F+Aku+menjawab%3B+benar+aku+baru+dapat.+lalu+baginda+memanggilku+untuk+berbaring+bersama+baginda+dalam+selimut+tadi%3C%2Fem%3E%3C%2Fspan%3E%3Cstrong%3E%3Ca+href%3D%22http%3A%2F%2Fwww.blogger.com%2Fpost-create.g%3FblogID%3D3556179391138419902%23_ftn1%22+title%3D%22%22%3E%3Cem%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B+text-decoration%3A+none%3B%22%3E%5B1%5D%3C%2Fspan%3E%3C%2Fem%3E%3C%2Fa%3E%3C%2Fstrong%3E%3Cem%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3E%E2%80%9D%3C%2Fspan%3E%3C%2Fem%3E%3Ci%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3E%0D%0A%3C%2Fspan%3E%3C%2Fi%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3E%0D%0A%3Cstrong%3EHadis+yang+dinukilkan+ini+merupakan+satu+bukti+yang+kukuh+bahwa%2C+dengan+kedatangan+bulan+itu%2C+bukanlah+menjadi+penghalang+para+suami+untuk+tidur+satu+selimut+dengan+istrinya.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EDi+samping+itu+juga%2C+jika+difikirkan+dari+sudut+psikologi+pula%2C+kita+akan+dapati+tindakan+begini+merupakan+satu+kemuliaan+yang+diberikan+oleh+Islam+kepada+kaum+hawa.+Jika+ini+dilarang%2C+pasti+kaum+hawa+akan+merasakan+bahwa+diri+mereka+seakan-akan+tidak+berguna+dikala+sedang+datang+bulan%2C+sedangkan+haid+itu+bukanlah+pilihan+dirinya%2C+tetapi+ia+adalah+ketetapan+fitrah+yang+telah+disediakan+oleh+Allah+SWT.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EJika+dilihat+kepada+hadis+ini%2C+kita+dapat+melihat+bagaimana+tindakan+Ummu+Salamah+yang+pada+awalnya+ingin+menjauhkan+diri+dari+Rasulullah+SAW+disebabkan+beliau+sadar+bahwa+beliau+sedang+datang+bulan%2C+tetapi+dipanggil+kembali+oleh+Nabi+SAW+walaupun+setelah+diberitahu+bahwa+beliastrong%3EDengan+ini%2C+meu+sedang+tang+bulan.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cnunjukkan+bahwa%2C+Nabi+SAW+amat+memandang+kepentingan+tidur+bersama+dengan+istrinya%2C+malahan+dalam+satu+selimut%2C+walaupun+istrinya+itu+sedang+tang+bulan.+jika+dalam+keadaan+haid+pun+Nabi+SAW+masih+tidur+satu+selimut+dengan+istrinya%2C+maka+terlebih+utama+Nabi+SAW+tidur+satu+selimut+dengan+istrinya+dikala+mereka+tidak+haid.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EKepada+kaum+lelaki%2C+hadis+ini+selayaknya+dijadikan+pengajaran+dalam+usaha+hendak+melahirkan+rumah+tangga+yang+bahagia.+Istri+mana+tidak+merasakan+berbangga%2C+jika+mereka+sering+dihargai+oleh+suaminya.+Walaupun%2C+penghargaan+itu+tidak+dituangkan+dari+sudut+kata-kata%2C+tetapi+dengan+nyatakan+dalam+bentuk+perbuatan+seperti+tidur+satu+selimut+pun+sudah+cukup+bagi+istri+merasakan+penghargaan+diri+suami+berikan+kepada+mereka.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EJuga+perlu+diingat%2C+perbolehan+tidur+satu+selimut+dengan+istri+yang+baru+dapat+itu+bukan+berarti+Islam+membenarkan+melakukan+jimak.+Ini+kerana%2C+Allah+melarang+berlaku+jimak+dengan+istri+yang+sedang+dalam+keadaan+dating+bulan.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EFirman+Allah%3B%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3E%3Cspan+dir%3D%22RTL%22+lang%3D%22AR-SA%22%3E%D9%88%D9%8E%D9%8A%D9%8E%D8%B3%D9%92%D8%A3%D9%8E%D9%84%D9%8F%D9%88%D9%86%D9%8E%D9%83%D9%8E+%D8%B9%D9%8E%D9%86%D9%90+%D8%A7%D9%84%D9%92%D9%85%D9%8E%D8%AD%D9%90%D9%8A%D8%B6%D9%90+%D9%82%D9%8F%D9%84%D9%92+%D9%87%D9%8F%D9%88%D9%8E+%D8%A3%D9%8E%D8%B0%D9%8B%D9%89+%D9%81%D9%8E%D8%A7%D8%B9%D9%92%D8%AA%D9%8E%D8%B2%D9%90%D9%84%D9%8F%D9%88%D8%A7+%D8%A7%D9%84%D9%86%D9%91%D9%90%D8%B3%D9%8E%D8%A7%D8%A1%D9%8E+%D9%81%D9%90%D9%8A+%D8%A7%D9%84%D9%92%D9%85%D9%8E%D8%AD%D9%90%D9%8A%D8%B6%D9%90+%D9%88%D9%8E%D9%84%D9%8E%D8%A7+%D8%AA%D9%8E%D9%82%D9%92%D8%B1%D9%8E%D8%A8%D9%8F%D9%1%D9%8E+%D8%AD%D9%8E%D8%A88%D9%87%D9%8F%D9%86%D9%9A%D9%91%D9%8E%D9%89+%D9%8A%D9%8E%D8%B7%D9%92%D9%87%D9%8F%D8%B1%D9%92%D9%86%D9%8E%3C%2Fspan%3E%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EMaksudnya%3B%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%3Cem%3E%E2%80%9CMereka+bertanya+kepadamu+tentang+haidh.+Katakanlah%3A+%22Haidh+itu+adalah+suatu+kotoran.%22+Oleh+sebab+itu+hendaklah+kamu+menjauhkan+diri+dari+wanita+di+waktu+haidh%3B+dan+janganlah+kamu+mendekati+mereka%2C+sebelum+mereka+suci%E2%80%9D%3C%2Fem%3E%3Ci%3E%0D%0A%0D%0A%3Cem%3E%28Surah+Al-Baqarah+%3A+222%29%3C%2Fem%3E%0D%0A%3C%2Fi%3E%0D%0A%3Cstrong%3EOleh+itu%2C+untuk+menjawab+berbagai+kemungkinan+yang+tidak+diinginkan+ketika+tidur+bersama+istri+yang+sedang+haid%2C+hendaklah+dipastikan+istri+tersebut+memakai+pakaian+yang+tidak+mendatangkan+gairah+kepada+suami%2C+di+samping+itu+juga%2C+hendaklah+istri+menghindarkan+diri+dari+berkata-kata+dan+bertindak+tanduk+dengan+tindakan+yang+boleh+mendatangkan+nafsu+syahwat+kepada+suami.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EPada+diri+suami+pula%2C+jika+bimbang+berlaku+jimak+dengan+istri+sekiranya+tidur+bersama+istri+dalam+satu+selimut%2C+maka+hendaklah+suami+tidur+di+atas+kasur+yang+sama%2C+tetapi+menggunakan+selimut+yang+berbeda.+Jika+masih+lagi+mendatangkan+syahwat%2C+maka+hendaklah+dia+tidur+di+atas+kasur+yang+berbeda.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EAdapun+tindakan+keluar+dari+rumah+dengan+tidur+di+tempat+lain%2C+atau+meminta+istri+menjauhi+suami+dari+tempat+tidur%2C+maka+itu+adalah+tindakan+yang+tidak+sepatutnya+berlaku%2C+lebih-lebih+lagi+jika+dengan+tindakan+sedemikian+boleh+mendatangkan+%E2%80%9Dperasaan+terluka%E2%80%9D+pada+istri.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0AWassalaamu+alaikum+warohmatulloohi+wabarokaatuh.%0D%0A%0D%0A%3C%2Fspan%3E%3Cstrong%3E%3Ca+href%3D%22http%3A%2F%2Fwww.blogger.com%2Fpost-create.g%3FblogID%3D3556179391138419902%23_ftnref1%22+title%3D%22%22%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B+text-decoration%3A+none%3B%22%3E%5B1%5D%3C%2Fspan%3E%3C%2Fa%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3E+As-Sunan+Al-Kubra+%3A+275.%3C%2Fspan%3E%3C%2Fstrong%3E%3C%2Fb%3E%3C%2Fdiv%3E%0D%0A

Rabu, 20 Oktober 2010

KISAH KASIH SAYANG NABI SAW DALAMN KELUARGA: SERI 7

SERING MEMBERI HADIAH

Hadiah merupakan pelunak hati. Hadiah juga merupakan tanda kesediaan seseorang itu berkasih sayang dengan seseorang. Apabila seseorang itu memberikan sesuatu hadiah, menyebabkan orang yang menerima hadiah akan merasa dihargai, menyebabkan kadangkala perasaan marah juga bisa terhapus.

Sabda Nabi SAW;

تهادوا تحابوا

Maksudnya;
”Berilah hadiah sesama kamu, pasti kamu akan berkasih sayang
[1]

Diceritakan bahwa semasa Imam Hasan Al-Banna sering menyampaikan kuliah agama. Dalam kuliah beliau itu, terdapat seorang Pak Cik tua yang sering mengemukakan persoalan-persoalan ”peka”. Soalan yang dikemukakan, bukan dengan tujuan ”mau tahu”, tetapi mau menjatuhkan kredibiliti Imam Hasan Al-Banna sebagai seorang tokoh gerakan Islam di Mesir.

Melihat tindakan Pak Cik tersebut, Imam Hasan Al-Banna berfikir tentang cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah yang sedang menimpa itu. akhirnya, Imam Hasan Al-Banna terfikir kepada hadis Nabi yang menyebut tentang hadiah, menyebabkan Imam Hasan Al-Banna telah membelikan satu hadiah dan diberikan kepada Pak Cik tersebut.

Akibat dari kejadian tersebut, menyebabkan Pak Cik itu sudah mula merasa malu dengan Imam Hasan Al-banna, dan selepas dari kejadian itu, Pak Cik tersebut tidak lagi mengemukakan persoalan-persoalan ”peka” seperti yang selalu dilakukan sebelum ini.

Dari kisah ini, jelas kepada kita bahwa hadiah merupakan faktor penting dalam menaikkan semangat sayang menyayangi antara manusia. Lebih lagi, dalam usaha hendak melahirkan kasih sayang antara suami dan istri.

Nabi SAW merupakan sebaik-baik contoh yang perlu dijadikan teauladan dalam kepengurusan rumah tangga ini. ini kerena, didapati baginda SAW juga sering memberikan hadiah kepada istrinya. Semuanya ini adalah bertujuan, untuk melahirkan perasaan kasih sayang antara suami dan istri.

Ini disandarkan kepada hadis daripada Ummu Kalsum yang bercerita;

لَمَّا تَزَوَّجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّ سَلَمَةَ قَالَ لَهَا إِنِّي قَدْ أَهْدَيْتُ إِلَى النَّجَاشِيِّ حُلَّةً وَأَوَاقِيَّ مِنْ مِسْكٍ وَلَا أَرَى النَّجَاشِيَّ إِلَّا قَدْ مَاتَ وَلَا أَرَى إِلَّا هَدِيَّتِي مَرْدُودَةً عَلَيَّ فَإِنْ رُدَّتْ عَلَيَّ فَهِيَ لَكِ قَالَ وَكَانَ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرُدَّتْ عَلَيْهِ هَدِيَّتُهُ فَأَعْطَى كُلَّ امْرَأَةٍ مِنْ نِسَائِهِ أُوقِيَّةَ مِسْكٍ وَأَعْطَى أُمَّ سَلَمَةَ بَقِيَّةَ الْمِسْكِ وَالْحُلَّةَ

Maksudnya;
“ketika Rasulullah baru menikah dengan Ummu Salamah, baginda berkata kepadanya, “sesungguhnya aku telah mengantar hadiah kepada An-Najasyi dengan pakaian berharga dan beberapa botol minyak wangi. Aku dapati bahawa An-najasyi sudah meninggal dunia, menyebabkan hadiah itu dikembalikan kepadaku. Sekiranya hadiah itu dipulangkan kepadaku, maka hadiah itu adalah milik kamu”. Berkata (Ummi Kalsum) dalam riwayat lain; seperti bersabda Rasulullah SAW; “Jika hadiah itu dikembalikan, hadiah itu akan diberikan kepada semua istri-istri baginda, dan baginda memberikan Ummu salamah minyak wangi yang berbaki dan pakaian bernilai itu
[2]

Hadis ini amat jelas menunjukkan kepada kita bahwa bagaimana Rasulullah SAW menaikkan semangat kasih sayang baginda terhadap istri-istri. Memberi hadiah menjadi rutin bagi Nabi SAW.

Oleh karena itu, bagi mereka yang sedang berada dalam krisis rumah tangga, perlu  mengambil pelajaran dari kisah Nabi ini sebagai panduan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Di samping itu juga, untuk mengeratkan kasih sayang antara dua suami istri, sewajarnya menjadikan pemberian hadiah antara pasangan sebagai sesuatu yang rutin.

Pemberian hadiah itu, tidak semestinya dari suami kepada istri, bahkan tidak ada salahnya jika istri yang memberikan hadiah kepada suami dalam mengeratkan hubungan kasih sayang dalam berumah tangga.

Begitu juga, bagi mereka yang berpoligami, kadang kala berlaku sedikit krisis antara istri-istri. Jadikan hadis ini sebagai panduan dalam mencari jalan penyelesaian. Mungkin suami memberikan hadiah kepada istri-istri masing-masing

Semuanya adalah bertujuan, untuk melahirkan keluarga yang bahagia, berasaskan kepada contoh teladan Nabi Muhammad SAW.

Sekian

[1] Al-Mukjam Al-Awsat : 7448.
[2] Musnad Ahmad : 26016.

Senin, 18 Oktober 2010

KISAH KASIH SAYANG DAN CINTA NABI SAW DALAM KELUARGA : SERI 6

BERBARING DI ATAS RIBA ISTRI

Orang-orang jahiliyah terdahulu, memandang perempuan yang sedang haid itu menjijikkan sehingga mereka meletakkan undang-undang adat mereka yang meletakkan perempuan seperti barang buangan dan barang tak terpakai.

Apabila datang Nabi SAW, beliau menyuruh manusia kepada Islam yang memandang mulia kepada kaum perempuan, walaupun mereka secara fitrah mempunyai masalah bulanan, yaitu  datang bulan atau Haid dan Nifas.

Bahkan, dengan kehadiran Haid dan Nifas ini, tidak dijadikan oleh Nabi SAW sebagai peluang untuk tidak bermesra dengan istri-istrinya.

Ini dilihat kepada hadis riwayat Aisyah yang berkata;

لَقَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ رَأْسَهُ فِي حِجْرِي وَأَنَا حَائِضٌ وَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ

Maksudnya;
”Sesungguhnya Rasulullah SAW sering meletakkan kepalanya di ribaku, sedangkan ketika itu aku sedang haid, dan Baginda pula membaca Al-Qur'an
[1]

Dari hadis ini, kita akan dapat melihat betapa Islam adalah agama yang cukup memuliakan kaum perempuan dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan oleh orang-orang jahiliyah terdahulu.

Kemuliaan ini dibuktikan dengan tindakan Nabi SAW yang bermesra dengan istrinya yang sedang haid, dengan meletakkan kepala beliau di riba istrinya yang sudah pasti haid itu berada  pada kemaluan yang berhampiran dengan riba tersebut. Ini ditambahi lagi dengan tindakan Nabi SAW membaca Al-Qur'an di kala kepala baginda SAW berada di riba istrinya.

Berdasarkan dari itulah, Imam An-Nawawi menyatakan bahwa hadis ini menjadi dalil kukuh bahwa tidak dilarang membaca Al-Qur'an dalam keadaan berbaring dan bersandar pada orang perempuan yang sedang haid, malahan itu juga menjadi dalil bahwa tidak menjadi kesalahan membaca Al-Quran berhampiran dengan najis
[2].

Tidak dinafikkan, perasaan cinta antara suami istri itu kadangkala menebal, dan kadangkala menipis, lebih-lebih lagi di waktu istri dalam keadaan tidak suci dikarenakan haid dan nifas. Oleh karena itu, demi hendak menghangatkan perasaan cinta antara suami istri, perlu mempunyai daya kreatif masing-masing dalam melahirkan perasaan cinta bergelora.

Dengan hadis ini, Nabi SAW seakan-akan mengajarkan kepada kita tentang antara tindakan yang perlu dilakukan demi hendak menghangatkan perasaan cinta itu.

Justru itu, sebagai suami, tidak seharusnya merasa malu untuk meletakkan kepala mereka di riba istrinya. Begitu juga, pihak istri pula tidak selayaknya merasa janggal dengan tindakan suaminya itu sehingga menganggap tindakan sebegitu seperti tindakan anak dengan ibunya yang mau bermanja.

Sesungguhnya bermanja antara suami istri merupakan ibadat di sisi Allah, yang melahirkan banyak kelebihan dari sudut keuntungan dunia, maupun keuntungan di akhirat.

Keuntungan di akhirat adalah dengan balasan pahala, dan keuntungan di dunia adalah dengan kemesraan dan kebahagiaan yang wujud dalam kehidupan berumah tangga.

Wallahu ’Alam



[1] Sunan Ibni Majah : 626.
[2] Aun Al-Ma’bud : 1/305.

Kamis, 14 Oktober 2010

KISAH CINTA NABI SAW : SERI 5


BERSUKA CITA BERSAMA ISTRI

Bersuka cita merupakan antara cara untuk menyehatkan badan. Dengan bersuka ria, tubuh badan akan bergerak agrasif, sudah pasti melahirkan jasmani yang sehat.

Islam menyeru manusia agar hidup sehat. Sehubungan dengan itu itu, Islam meletakkan asas bahwa segala amalan kehidupan adalah harus, melainkan wujud nas yang menyatakan pengharamannya.

Maksudnya, semua bentuk kesukaan yang boleh menyehatkan badan adalah, selama bentuk kesukaan itu tidak terkandung unsue-unsur yang menyalahi syariat; menyalahi kandungan Al-Quran dan As-Sunnah secara Qatii, Sahih dan sorih.

Justru itulah, kita akan dapati bahwa Nabi SAW sendiri juga sering bersuka citaan. Bermain pedang, memanah, menunggang kuda menjadi amalan nabi SAW dan para sahabat, lebih-lebih lagi dengan tujuan untuk menyiapkan diri dengan persediaan dalam menggerunkan musuh-musuh islam.

Firman Allah;

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ

Maksudnya;
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu punyai dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu”

(Surah Al-Anfal : 60)

Dalam keadaan begitu pun, didapati bahawa bersukan yang diamalkan oleh Nabi SAW, bukan sekadar Nabi bersama-sama para sahabat saja, bahkan ada ketika-ketika tertentu, baginda SAW bersuka ciata bersama istri-istri baginda.

Antara lain adalah satu hadis Aisyah yang berkata;

سَابَقَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَبَقْتُهُ فَلَبِثْنَا حَتَّى إِذَا رَهِقَنِي اللَّحْمُ سَابَقَنِي فَسَبَقَنِي فَقَالَ هَذِهِ بِتِيكِ

Maksudnya;
“Nabi SAW berlomba-lomba denganku. Aku mendahului baginda. Ketika aku menjadi gemuk, Baginda berlomba-lomba denganku lagi, lalu Baginda telah mendahuluiku. Lalu baginda SAW berkata, ini sebagai balasan terhadap yang lalu”

Dalam riwayat yang lain pula menyatakan bahawa dalam satu perjalanan. Baginda bersama para sahabat. ketika itu, Aisyah turut sama dalam perjalanan tersebut.

Dalam perjalanan, Nabi SAW memaklumkan kepada para sahabat agar mereka berjalan dahulu, meninggalkan Baginda dan Aisyah di belakang. Apabila para sahabat sudah berada jauh di hadapan, lalu Baginda berkata kepada Aisyah ajak berlomba-lomba
[1].

Melihat hadis ini, pasti kita akan dapat membayangkan betapa lunaknya hati nabi dalam usaha hendak menggembirakan istri-istrinya. Memandang Nabi SAW adalah manusia yang selalu sibuk, baginda akan mengambil segala kesempatan yang ada untuk menggembirakan istri-istrinya.

Di samping dalam bepergian, baginda telah mengambil kesempatan yang ada dengan menjadikan kesukaan berlomba-lomba sebagai cara untuk bermesraan dan menggembirakan istri-istri baginda.

Dari hadis ini juga, kita akan dapati, Nabi SAW tidak menjadikan tempat awam sebagai penghalang Nabi SAW menyeronokkan istrinya. Bahkan, jika di tempat awam itu adalah ruang yang paling berkesan bagi Nabi mau menggembirakan istrinya, pasti dilakukan oleh baginda SAW.

Sebagai istri, pasti tindakan begini memberi kesan besar kepada hati mereka. Hal ini dapat dibuktikan dengan hadits riwayat Aisyah ini. Walaupun kejadian tersebut telah berlalu begitu lama, tapi masih berada di ingatan Aisyah sehingga saat Aisyah meriwayatkan hadis ini.

Sekian
Wallahu 'Alam


[1] Musnad Ahmad : 22989.

Selasa, 12 Oktober 2010

KISAH CINTA NABI SAW : SERI 4

SENANTIASA TERTAWA BERSAMA ISTRI

Memandang Nabi SAW adalah manusia biasa seperti manusia-manusia yang lain, pasti keinginan dan perilaku nabi SAW seperti manusia biasa. Cuman, Nabi SAW adalah utusan Allah yang sudah pasti segala pergerakan kemanusiaan baginda itu dikawal oleh Allah SWT.

Dalam berkeluarga, dilihat Nabi SAW sangat romantis dengan istri-istrinya, sehingga diceritakan dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh ’Umarah yang bertanya kepada ’Aisyah;

كيف كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا خلا مع نسائه ؟ قالت : « كان أكرم الناس وألين الناس وأحسنهم خلقا ، وكان رجلا من رجالكم وكان بساما ضحاكا »

Maksudnya;
“Bagaimana keadaan Nabi SAW ketika menyendiri bersama istri-istrinya?. Berkata Aisyah : Baginda SAW adalah semulia-mulianya manusia dan selembut-lembutnya manusia dan sebaik-baik akhlak dari kalangan manusia. Baginda SAW seperti lelaki lain, bahkan beliau terlalu banyak tersenyum dan ketawa (bersama istri-istrinya)
[1]

Dari hadis ini, kita akan mendapat satu gambaran betapa Nabi SAW adalah manusia yang sangat disayangi oleh istri-istrinyaa. Gambaran sayangnya istri baginda itu adalah dilihat kepada pujian yang diberikan oleh Aisyah terhadap nabi SAW.

Sebagai manusia yang paling erat, pasti istri lebih mengetahui keadaan suami mereka. Segala kelemahan dan kelebihan yang wujud pada suami, pasti berada di bawah pengetahuan istri.

Jika diperhatikan pada hadis ini, juga dari hadis-hadis yang lain, kita akan dapati bahwa tidak ada satu hadis pun yang pernah dikeluarkan oleh istri nabi mana saja tentang keburukan nabi SAW, menunjukkan bahwa kebaikan yang wujud dalam diri nabi adalah sesuatu yang diakui dan sekali-kali tidak wajar jika tidak mencontohnya.

Pujian dari hadis ini adalah, baginda SAW adalah manusia yang terbaik dari semua sudut kehidupan; sama ada dari sudut kemuliaan, kelembutan dan akhlaknya terhadap para istrinya.

Kehebatan yang wujud ini digambarkan oleh Aisyah dengan jelas bahwa Baginda SAW semasa berdua-duaan dengan istrinya mana saja, sering kali didapati mereka berdua tertawa bersama-sama dan senyum bersama-sama.

Senyum dan tertawa bersama istri secara berdua-duaan mempunyai kelebihan yang tersendiri. Antara lain, ia merupakan cara untuk melunakkan hati dan perasaan seseorang istri agar rasa hidup mereka senantiasa ceria.

Di samping itu juga, dengan tertawa dan senyum berdua-duaan, akan mewujudkan satu suasana yang romantis, harmoni, ketenangan dan seterusnya mampu membangkitkan gairah syahwat yang sudah pasti akan tercapai kehidupan yang puas dalam kehidupan berumah tangga.

Keadaan ini sebenarnya telah membenarkan sebagian kajian ilmu Psikologi yang menyatakan bahwa, rangsangan seks yang wujud pada perempuan tidak sama seperti rangsangan seks yang wujud pada lelaki.

Kaum lelaki, rangsangan seks mereka adalah dengan penglihatan mata, adapun perempuan, rangsangan seks mereka adalah dengan romantis, harmonis dan dengan kata-kata manis dari lelaki
[2].

Justru itu, inilah rahasia kebahagiaan rumah tangga yang diajar oleh nabi SAW kepada umatnya yang wajar dijadikan sebagai contoh teladan demi mengarungi kehidupan berkeluarga yang bahagia.

Sekian

Wallohu ’Alam


[1] Az-Zuhd : 1263.
[2] Qur'an Scientifik : m/s 288-289.

Senin, 11 Oktober 2010

KISAH CINTA NABI SAW : SIRI 3


SOLAT MALAM DI SISI ISTRI

Menunaikan solat malam merupakan kebiasaan bagi hidup Nabi SAW. kehebatan menunaikan solat malam ini, sehingga akan digambarkan dalam satu riwayat bahwa kedua kaki nabi SAW bengkak lantaran lama berdiri.

Imam At-Tarmizi meriwayatkan, daripada Al-Mughirah bin Su’bah berkata:

صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى انْتَفَخَتْ قَدَمَاهُ فَقِيلَ لَهُ أَتَتَكَلَّفُ هَذَا وَقَدْ غُفِرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا

Maksudnya;
“Rasulullah SAW menunaikan solat hingga bengkak kedua kaki Baginda. Dikatakan kepada baginda, apakah sebab kamu menyusahkan diri kamu ini, sedangkan kamu telah diampuni dosa yang telah lepas dan yang akan datang. Berkata Baginda SAW, apakah tidak aku menjadi hamba yang bersyukur
[1]

Kesungguhan Nabi Muhammad SAW dalam melakukan ibadat malam ini, sehingga akan dinyatakan oleh Aisyah bahwa, dalam keadaan uzur pun pasti baginda tetap dengan ibadat malam.

Imam Muslim meriwayatkan hadis, bahwa Aisyah berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَمُتْ حَتَّى كَانَ كَثِيرٌ مِنْ صَلَاتِهِ وَهُوَ جَالِسٌ

Maksudnya;
“sesungguhnya Nabi SAW tidak akan wafat hingga akan banyak solatnya ditunaikan dalam keadaan duduk
[2]

Begitu juga, ketika sakit, baginda SAW tetap menunaikan solat malam mengikut kemampuan Baginda. Bukan sekadar itu sahaja, bahkan dalam keadaan duduk, baginda akan menunaikan solat malam dengan membaca surah yang lebih panjang dari kebiasaan.

Hal ini merujuk kepada hadis daripada Hafsah binti Omar, istri Baginda Nabi SAW berkata:

لم أر رسول الله صلى الله عليه وسلم قاعدا في سبحة حتى كان قبل موته بعام واحد أو اثنين ، فرأيته يصلي قاعدا في سبحته ويرتل السورة حتى تكون قراءته إياها أطول من أطول منها

Maksudnya;
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW duduk dalam solat sunat melainkan sebelum saat kewafatannya setahun atau dua tahun. Aku melihat baginda SAW menunaikan solat sunat dalam keadaan duduk, dan Baginda SAW akan membaca surah hingga bacaannya itu lebih panjang daripada bacaannya yang panjang-panjang
[3]

Ketika berada di rumah, baginda SAW tidak menunaikan solat malam itu sendirian, bahkan baginda akan membangunkan istrinya untuk menunaikan solat malam bersama-sama.

Imam Abu Daud meriwayatkan hadis, daripada Abu Hurairah R.A berkata, bahwa nabi Muhammad SAW berkata;

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ

Maksudnya;
“Allah merahmati kepada lelaki yang bangun malam untuk menunaikan solat, lalu membangunkan istrinya. Apabila istrinya enggan bangun, dia akan
memercik-memercikkan air pada mukanya. Allah juga merahmati istri yang bangun malam, lalu membangunkan suaminya. Apabila suaminya enggan, dia akan memercikkan air pada mukanya[4]

Pun begitu, kadangkala ada dari kalangan istri baginda yang sedang haid, menyebabkan Baginda SAW tidak mengganggu mereka tidur. Dalam keadaan itu pun, Baginda SAW tidak berjauhan dari mereka, sehingga menunaikan solat malam bersebelahan dengan istri tersebut.

Ini disandarkan kepada hadis riwayat Al-Bukhari, daripada Maimunah R.Ha berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَأَنَا حِذَاءَهُ وَأَنَا حَائِضٌ وَرُبَّمَا أَصَابَنِي ثَوْبُهُ إِذَا سَجَدَ قَالَتْ وَكَانَ يُصَلِّي عَلَى الْخُمْرَةِ

Maksudnya;
“Rasulullah SAW senantiasa menunaikan solat di sisiku, padahal ketika itu aku sedang berhalangan. kadangkala ketika baginda sujud, pakaiannya terkena aku. Dia berkata (Maimunah), dia solat di atas tikar
[5]

Juga hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Aisyah R.Ha berkata:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنْ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ

Maksudnya;
“satu malam, Aku kehilangan Rasulullah daripada hamparan tidur. Lalu aku meraba-raba, didapati tanganku menyentuh tapak kaki Rasulullah SAW yang sedang menunaikan solat
[6]

Nah !! dari ulasan ini, nyata kepada kita bahwa antara akhlak Nabi SAW adalah tidak pernah mengabaikan istri-istrinya dalam melakukan ibadat, lebih-lebih lagi dalam menunaikan ibadat wajib dan ibadat sunat.

Dengan ini juga dipahami, menunaikan ibadat tersebut, tidak semestinya mesti berjauhan dengan istri manakala dia sedang berhalangan. Bahkan, jika ditunaikan bersebelahan dengan istri yang sedang tidur pun tidak mengapa, bahkan ianya lebih baik, disebabkan dapat menghindarkan dari timbul syak dalam hati istri sewaktu istri terjaga dari tidur.

Di samping itu juga, apabila para suami menunaikan solat malam di sebelah istri, pasti istri akan merasakan dirinya sedang dijaga walaupun si suami itu sedang menunaikan solat sekali pun.

Sekian


[1] Imam At-Tarmizi : 377. : telah disahihkan oleh Albani dalam kitab Sahih wa Daif Imam At-Tarmizi : 412.
[2] Sohih Muslim : 1210.
[3] Al-Mukjam Al-Awsat Li At-Tibrani : 3775.
[4] Imam Abu Daud : 1113. hadis ini adalah hasan saheh .
[5] Al-Bukhori : 366.
[6] Muslim : 751.