Jumat, 31 Desember 2010

TIDAK MENERIMA UNDANGAN TANPA ISTRI

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wa barokaatuh,

Kebahagiaan tidak sekadar wujudnya kemesraaan antara suami dan istri. Kadangkala istri akan merasa mereka dihargai juga merupakan cara untuk melahirkan kebahagiaan berumah tangga.

Sebagai suami yang baik, Nabi SAW amat meletakkan para istrinya sebagai manusia yang dimuliakan di mata masyarakat. Tindakan Nabi SAW itu adalah, untuk melahirkan perasaan berharga dalam diri para istri di mata suami mereka.

Jika diselidiki dari hadits-hadits. Kita akan temukan, antara cara Nabi SAW bertindak mewujudkan perasaan kebanggaan istri baginda adalah dengan menghadiri sesuatu majlis tertentu dengan disertai istri baginda bersama. Bahkan, apabila undangan itu hanya kepada Nabi, baginda tidak menerima undangan tersebut hinggalah istri baginda juga diundang.

Ini disandarkan kepada satu hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang berkata;

أَنَّ جَارًا لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَارِسِيًّا كَانَ طَيِّبَ الْمَرَقِ فَصَنَعَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ جَاءَ يَدْعُوهُ فَقَالَ وَهَذِهِ لِعَائِشَةَ فَقَالَ لَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا فَعَادَ يَدْعُوهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَذِهِ قَالَ لَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ثُمَّ عَادَ يَدْعُوهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَذِهِ قَالَ نَعَمْ فِي الثَّالِثَةِ فَقَامَا يَتَدَافَعَانِ حَتَّى أَتَيَا مَنْزِلَهُ

Artinya:
”Sesungguhnya Rasulullah SAW mempunyai seorang pembantu berbangsa farsi. Dia mempunyai kepandaian memasak lauk berkuah. Dia telah memasak untuk dihidangkan bersama Rasulullah SAW. kemudian Dia menjemput Nabi. Nabi berkata : ”Apakah Aisyah diundang juga?” Dia menjawab: ”tidak”. Nabi berkata : ”kalau begitu, aku pun tidak menerima undangan itu”. Dia pun pulang dan datang kembali menjemput. Nabi SAW berkata : ”apakah Aisyah diundang juga?” dia berkata : ”tidak”. Nabi SAW berkata : ”kalau begitu, Aku tidak akan menerima undangan ini” Dia pulang dan datang kembali lagi menjemput. Nabi berkata : ”apakah Aisyah diundang?” Dia menjawab : ”Ya” pada kali ketiga. Nabi dan Aisyah pun bangun, dan sama-sama ke rumahnya[1]”

Lihatlah Nabi SAW dalam hadits ini, bagaimana penghargaan yang telah diberikan oleh Nabi kepada istri baginda. Tindakan Nabi SAW ini seyoyanya dijadikan contoh teladan yang baik dalam melahirkan kebahagiaan sesama suami dan istri.

Istri pasti akan berbangga diri, jika suami mereka bertindak tidak mengabaikan mereka dalam menghadiri majlis-majlis tertentu. Lebih-lebih lagi, jika suami mereka adalah orang yang terkenal.

Begitu juga, dengan tindakan membawa istri sama dalam sesuatu majlis, seharusnya di sana wujudnya persaudaraan itu tidak sekadar dengan suami saja, tetapi sudah melibatkan bersaudaraan antara keluarga. Yang pasti, dengan seperti itu dapat melahirkan masyarakat yang harmoniss.

Melahirkan masyarakat harmonis sering menjadi perbincangan. Permasalahan ini tidak berjaya dirungkaikan, apabila mereka tidak berjaya mendapat satu keputusan yang kukuh. Apa yang nyata, Nabi SAW sendiri sebenarnya telah memberikan panduan dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang dibincangkan itu. Tetapi sedih, ianya tidak disambut dengan sebaiknya.

Demikian tadi Nabi SAW sendiri telah memberikan satu panduan yang amat berguna dalam menyelesaikan permasalahan ini. Bukan sekadar masalah masyarakat harmonis saja boleh terbina, bahkan ianya juga berjaya melahirkan keharmonisan dalam berumahtangga.

Apabila istri sudah rasa dihargai suami, maka sudah pasti istri tidak akan mengabaikan tugasnya untuk membalas penghargaan yang diberikan suami. Maka disitulah, bermula kebahagian yang cantik lagi indah dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Demikian, wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

[1] Sahih Muslim : 3798.

Rabu, 29 Desember 2010

MENCIUM ISTRI JADI RUTIN HARIAN (2)

Inilah kelanjutan pembahasan yang sebelumnya.

Assalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Bekenaan dengan, ada sebagian ulama fiqh menfatwakan mencium istri bagi orang berpuasa adalah makruh. Mereka menyandarkan kepada satu hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah R.Ha yang berkata;

أتى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجل ، فقال : أقبل في رمضان ؟ قال : « نعم » ثم أتاه آخر ، فقال : أقبل في رمضان ؟ قال : لا ، فقالت عائشة : يا نبي الله ، أذنت لذلك ، ومنعت هذا ؟ قال : « إن الذي أذنت له شيخ كبير يملك إربه ، والذي منعته رجل شاب لا يملك إربه ، فلذلك منعته

Maksudnya;
“Seorang lelaki datang berjumpa dengan Rasulullah SAW, berkata; “bolehkah aku cium istriku pada bulan Ramadhan?” Nabi berkata : “boleh”. Datang pula lelaki lain bertanya; “bolehkah aku cium istriku pada bulan Ramadhan?” nabi berkata : “tidak boleh”. Aisyah berkata: Wahai Nabi Allah, kamu izinkan yang ini, dan kamu mencegah yang itu? berkata Nabi : Yang Aku izinkan itu adalah seorang lelaki yang sudah tua. Pasti dia mampu menahan syahwatnya. Dan yang Aku cegah itu pula adalah adalah lelaki muda. Dia tidak mampu menahan syahwatnya, sebab itulah aku mencegahnya[2]”

Jelas dari hadits ini. Larangan dari Nabi agar tidak mencium istri dalam bulan ramadhan adalah dikala bimbang berlaku persetubuhan. Adapun jika tidak ada kebimbangan berlaku persetubuhan, maka mencium istri itu adalah ibadah, yang memberikan pahala kepada orang yang melakukannya.

Nah, teladan Nabi ini amat berguna untuk dijadikan panduan dalam mencipta kemesraan dan kebahagiaan dalam berumahtangga. Dengan mencium Istri, kebahagiaan, kemesraan dan keseronokkan dalam berumah tangga pasti akan wujud.

Jadikanlah mencium istri ini sebagai rutin harian. karena, disebalik tunjuk ajar nabi ini, pasti akan melahirkan sesuatu yang tidak terduga dalam melayari bahtera dalam usaha menuju ke Syurga Allah.

Sekian, wassalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,



[1] Sahih Muslim : 1860
[2] Amali Al-Muhamali : 105.

MENCIUM ISTRI JADI RUTIN HARIAN (1)

Assalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Mencium istri merupakan ibadah. Islam memandang, tindakan tersebut tidak terlarang, bahkan dapat memberikan pahala kepada suami. Lagi pula, dengan ciuman itu akan membawa kepada bersetubuh.

Istri pasti akan gembira apabila mereka selalu dicium oleh suami mereka. Hati yang gundah, bisa menjadi bahagia. Gelap kesedihan, bisa menjadi cerah dengan keriangan.

Melihat kepada Nabi, suri teladan ini menjadi amalan harian Nabi SAW di kala bersama istri. Tindakan Nabi itu tidak pernah diabaikan, bahkan dalam bulan ramadhan sekalipun.

Aisyah R.Ha tlah meriwayatkan hadits dengan katanya;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ فِي رَمَضَانَ وَهُوَ صَائِمٌ

Maksudnya;
“Rasulullah SAW sentiasa mencium aku dalam bulan Ramadhan, ketika itu Baginda SAW sedang berpuasa[1]”

Hadits ini amat nyata lagi jelas, Nabi SAW tetap juga memberikan kasih sayang baginda kepada istri tanpa memandang waktu. Bulan Ramadhan yang diwajibkan berpuasa tidak dijadikan penghalang bagi Nabi untuk bermesraan dengan istri.

Mungkin ada sebagian pihak akan merasa ganjil berkenaan dengan cium istri ketika sedang berpuasa. Dari sisi hukum, cium istri dikala sedang berpuasa bukanlah larangan. Tetapi yang terlarang adalah, cium itu yang bisa membawa kepada persetubuhan.

Sekian dulu pembahasan mengenai hal tersebut di atas, dan silakan ikuti kelanjutannya.
Wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh.

Jumat, 24 Desember 2010

MESRA DAN MANJA DALAM PANGGILAN (2, habis)

Inilah kelanjutan yang sebelumnya,…

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,


Bahkan jika diperhatikan kepada hadits lain, antara tindakan Nabi tempat Nabi SAW memanggil istri dengan panggilan manja, apabila baginda SAW ingin menegur istrinya yang melakukan kekhilafan.

Ini disandarkan kepada hadits;

كانت عائشة رضي الله عنها إذا غضبت عرك النبي صلى الله عليه وسلم بأنفها ، ثم يقول : « يا عويش ، قولي : اللهم رب محمد ، اغفر لي ذنبي ، وأذهب غيظ قلبي ، وأجرني من مضلات الفتن »

Maksudnya;
"ketika Aisyah sedang marah, nabi SAW memicit hidungnya, lalu berkata : ya 'Uwaisy, katakanlah; Ya Allah yang merupakan tuhan Muhammad. Ampunilah untuku dosaku. Dan hilangkan kekerasan hatiku, dan selamatkan aku daripada fitnah yang menyesat[2]"

Dari hadits ini, kita dapat melihat bagaimana bijaknya Nabi SAW dalam mengurus psikologi istrinya dalam menegur.

Apabila kita menegur kekhilafan istri, kadangkala melahirkan perasaan istri yang agak kurang menerima teguran. Perasaan itu timbul, akibatnya mereka dalam keadaan ego.

Justru, bagi melahirkan perasaan mereka boleh menerima teguran, psikologi yang digunakan Nabi SAW adalah memanggilnya dengan panggilan yang mempunyai unsur manja dan mesra. Ini karena, apabila unsur manja ini digunakan, pasti perasaan mau menolak teguran tidak akan berlaku.

Oleh karena itu, kepada para suami, jadikan hadits ini sebagai teladan dalam menghadapi ranjau dalam berumah tangga. Panggilan manja perlu dijadikan sesuatu yang berharga. Sesuatu yang berharga, tidak boleh digunakan selalu, karena nilainya akan lupus dari sudut perasaan hati.

Justru, jadikanlah panggilan manja ini sebagai alat untuk meleraikan masalah, dikala berlaku krisis dan sebagainya.

Adapun panggilan harian, perlu juga mempunyai unsur bermanja, seperti soerang lelaki yang mempunyai istri bernama Sabariyyah, maka dipanggilnya dengan "Yah" saja; hamidah, dipanggil dengan "Mida" saja; Hafiza, dipanggil dengan "Fiza" saja dan seterusnya.

Namun begitu, perlu ada juga "panggilan simpanan", dengan menyediakan panggilan yang lebih mesra dan manja berbanding panggilan mesra harian. Seperti "Wahai Sabariah Si kecil molek", "Wahai Mida si cantik manis", "Wahai Fiza si jantung hati" atau seumpama dengannya.

Itu bukan untuk digunakan harian, tetapi sebagai panggilan untuk memberi ruang kepada hati perempuan menilai cinta dikala menghadapi krisis.

Fikir-fikirkanlah wahai para suami….

Sekian, wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

[1] Sab'ah majlis : 10
[2] 'Aml Al-Yaum wa Al-lailah : 454.

MESRA DAN MANJA DALAM PANGGILAN (2, habis)

Inilah kelanjutan yang sebelumnya,…

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,


Bahkan jika diperhatikan kepada hadits lain, antara tindakan Nabi tempat Nabi SAW memanggil istri dengan panggilan manja, apabila baginda SAW ingin menegur istrinya yang melakukan kekhilafan.

Ini disandarkan kepada hadits;

كانت عائشة رضي الله عنها إذا غضبت عرك النبي صلى الله عليه وسلم بأنفها ، ثم يقول : « يا عويش ، قولي : اللهم رب محمد ، اغفر لي ذنبي ، وأذهب غيظ قلبي ، وأجرني من مضلات الفتن »

Maksudnya;
"ketika Aisyah sedang marah, nabi SAW memicit hidungnya, lalu berkata : ya 'Uwaisy, katakanlah; Ya Allah yang merupakan tuhan Muhammad. Ampunilah untuku dosaku. Dan hilangkan kekerasan hatiku, dan selamatkan aku daripada fitnah yang menyesat[2]"

Dari hadits ini, kita dapat melihat bagaimana bijaknya Nabi SAW dalam mengurus psikologi istrinya dalam menegur.

Apabila kita menegur kekhilafan istri, kadangkala melahirkan perasaan istri yang agak kurang menerima teguran. Perasaan itu timbul, akibatnya mereka dalam keadaan ego.

Justru, bagi melahirkan perasaan mereka boleh menerima teguran, psikologi yang digunakan Nabi SAW adalah memanggilnya dengan panggilan yang mempunyai unsur manja dan mesra. Ini karena, apabila unsur manja ini digunakan, pasti perasaan mau menolak teguran tidak akan berlaku.

Oleh karena itu, kepada para suami, jadikan hadits ini sebagai teladan dalam menghadapi ranjau dalam berumah tangga. Panggilan manja perlu dijadikan sesuatu yang berharga. Sesuatu yang berharga, tidak boleh digunakan selalu, karena nilainya akan lupus dari sudut perasaan hati.

Justru, jadikanlah panggilan manja ini sebagai alat untuk meleraikan masalah, dikala berlaku krisis dan sebagainya.

Adapun panggilan harian, perlu juga mempunyai unsur bermanja, seperti soerang lelaki yang mempunyai istri bernama Sabariyyah, maka dipanggilnya dengan "Yah" saja; hamidah, dipanggil dengan "Mida" saja; Hafiza, dipanggil dengan "Fiza" saja dan seterusnya.

Namun begitu, perlu ada juga "panggilan simpanan", dengan menyediakan panggilan yang lebih mesra dan manja berbanding panggilan mesra harian. Seperti "Wahai Sabariah Si kecil molek", "Wahai Mida si cantik manis", "Wahai Fiza si jantung hati" atau seumpama dengannya.

Itu bukan untuk digunakan harian, tetapi sebagai panggilan untuk memberi ruang kepada hati perempuan menilai cinta dikala menghadapi krisis.

Fikir-fikirkanlah wahai para suami….

Sekian, wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

[1] Sab'ah majlis : 10
[2] 'Aml Al-Yaum wa Al-lailah : 454.

MESRA DAN MANJA DALAM PANGGILAN

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Panggilan manja mempunyai daya penarik yang kuat untuk melunakkan hati perempuan. Apabila mereka marah, kepanasan api marah bisa disejukkan dengan air panggilan manja.

Dari sudut psikologi, panggilan manja tidak boleh digunakan sehari-hari. Dikhawatirkan "auranya" menjadi biasa. Apabila ia menjadi biasa, sudah pasti ia menjadi tidak berharga.

Orang yang mendapat kereta baru, dia akan menjaga kereta baru itu dengan sebaik-baiknya. Malam sukar untuk tidur, karena pemikirannya terikat dengan kereta baru. Namun begitu, apabila kereta baru itu sudah sampai kepada umur yang lanjut, perasaan "sukar tidur" malam itu sudah tiada lagi. Semuanya karena, kereta itu menjadi penglihatan matanya sehari-hari.

Begitu juga, orang yang baru pandai memandu, pantang nampak kunci kereta, terus saja mau memandu. Tetapi, apabila sudah hari-hari memandu, masakan kunci kereta, melihat kereta pun kadang-kadang tidak melahirkan perasaan gejolak mau memandu lagi.

Persoalannya, mengapa perasaan itu terjadi?

Tentunya karena "aura" sudah kehabisan nilai. Bagaimana "aura" itu boleh kehabisan nilai?

Puncanya apabila itu sudah menjadi bahan harian.

Keadaan yang sama juga ketika berinteraksi dengan istri. Kebiasaan Nabi SAW memanggil istri dengan panggilan biasa. Tetapi, dalam keadaan tertentu, Nabi SAW menjadikan panggilan manja sebagai senjata tajam dalam melahirkan kemesraan.

Diceritakan dalam hadits, bahwa Aisyah ada berkata;

إن أول سورة تعلمتها من القرآن طه ، فكنت إذا قلت : طه ما أنزلنا عليك القرآن لتشقى قال صلى الله عليه وسلم : « لا
شقيت يا عائش »

Maksudnya;
"Sesungguhnya surat yang mula-mula sekali aku pelajari daripada Al-Quran adalah surat Taha. Jika aku membaca "Taha.. tidaklah kami turunkan Al-Quran itu untuk kamu menjadi celaka" bersabda Nabi SAW : kamu tidak akan jadi celaka wahai 'Aisy[1]"

Hadits ini dapat dilihat, tindakan Nabi SAW memanggil dengan panggilan manja itu bukanlah merupakan panggilan selalu, tetapi dalam masa-masa tertentu saja. Tindakan Nabi melakukan sedemikian, agar aura panggilan manja itu tidak kehabisan nilai.

Demikian dulu, untuk kelanjutannya, silakan ikuti yang berikutnya,

Wassalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Minggu, 19 Desember 2010

BERMESRAAN DI HADAPAN KHALAYAK (2)

Inilah kelanjutannya,..

Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Juga, ditemukan Nabi SAW tidak marah dan menunjukkan rasa tidak rela dikala Aisyah meletakkan dagunya di bahu baginda SAW. Bahkan kita dapat lihat, Nabi SAW membiarkan saja tindakan Aisyah itu, sehinggakan Nabi SAW sendiri bertanya kepada istrinya, apakah sudah puas melihat tontonan tersebut atau tidak?

Dari hadits ini juga, dilihat seperti Aisyah yang memulai tindakan mau bermanja dengan Nabi SAW dengan meletakkan dagunya di bahu Baginda. Tetapi, jika disimak pada hadits-hadits yang lain pula, kita akan temukan, bukan istri saja yang memulai indakan romantik, bahkan dilihat Nabi SAW sendiri pernah memulai tindakan romantic tersebut, dengan menyandarkan belakangnya ke bahu istri.

Ini dibuktikan dengan hadits Ummu Salamah yang menyebut;

نهش رسول الله صلى الله عليه وسلم عندي كتفا ثم خرج إلى الصلاة ولم يمس ماء

Maksudnya;
“Rasulullah SAW menyandarkan bahu baginda kepadaku, kemudian keluar Solat tanpa mengambil wudu’ lain[2]”

Kepada para suami dan istri, hadits-hadits yang dikemukakan ini hendaklah dijadikan panduan dalam berumahtangga, terutama sekali dalam mewujudkan keharmonian berkeluarga.

Menonton bersama bukanlah tindakan yang dilarang, tetapi hendaklah dari bahan tontonan yang syariat tidak melarang. Pastikannya harus di sisi Syarak, agar terhinda dari rosak sorai masyarakat.

Semasa menonton pula, syarak tidak memandang sebagai dosa, jika suami istri itu melakukan tindakan mesra, seperti bersandar-sandar sesama sendiri, berpegang-pegangan tangan, berlawan-lawan mata, jeling menjeling, bergurau-gurau, suami mentertawakan istri, istri mentertawakan suami dan sebagainya. Bahkan, tindakan sebegitu sedikit sebanyak akan melahirkan perasaan kasih sayang yang mendalam, yang sudah pasti akan melahirkan perasaan cinta yang hangat dalam mengarungi bahtera rumahtangga di lautan dalam.

Mudah-mudahan dengan tindakan Nabi yang dinukilkan ini, dapat memberikan satu rangsangan baru bagi suami dan istri, lebih-lebih lagi bagi mereka yang maukan kehidupan berumahtangga yang harmoni.

Sekian, wassalaamu ’alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,


[1] Sunan At-Tirmizi : 3624.
[2] Musannaf Ibni Abi Syaibah : 1/65