Jumat, 29 Oktober 2010

KISAH KASIH SAYANG SAW DALAM KELUARGA : SERI 9

TIDAK MARAH DENGAN KEKHIILAFAN ISTRI

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Setiap manusia tidak lepas dari suatu kekhilafan. Walaupun seseorang itu berhati-hati dalam tindakan pun, kadangkala berlaku juga kekhilafan.

Sehubungan dengan itulah, kita akan dapati islam meletakkan asas bahwa dimaafkan kepada mereka yang melakukan suatu kekhilafan.

Sabda Nabi SAW;

وضع الله عن امتى الخطاء والنسيان وما استكرهوا عليه

Maksudnya;
”Allah tidak mengambil salah dari umatku di kala mereka khilah, lupa dan dalam keadaan mereka dipaksa[1]”

Kekhilafan itu kadangkala dilakukan oleh istri. Kekhilafan yang kecil, tidak seharusnya dijadikan sebab utama untuk melahirkan pertengkaran antara suami istri. Lebih-lebih lagi membawa kepada perceraian.

Jika dilihat kepada Nabi SAW, kita akan dapati Nabi SAW tidak menjadikan perkara remeh sebagai penyebab untuk melahirkan masalah antara suami dan istri.

Keadaan ini dibuktikan dengan hadis riwayat Aisyah R.ha yang berkata;

كُنْتُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيتُ فِي الشِّعَارِ الْوَاحِدِ وَأَنَا حَائِضٌ طَامِثٌ فَإِنْ أَصَابَهُ مِنِّي شَيْءٌ غَسَلَ مَكَانَهُ وَلَمْ يَعْدُهُ ثُمَّ صَلَّى فِيهِ وَإِنْ أَصَابَ تَعْنِي ثَوْبَهُ مِنْهُ شَيْءٌ غَسَلَ مَكَانَهُ وَلَمْ يَعْدُهُ ثُمَّ صَلَّى فِيهِ

Maksudnya;
”Aku dan Rasulullah SAW tidur atas satu empat, sedangkan ketika itu aku sedang datang bulan. Darah haidku menetes terkena pada tempat itu, didapati Nabi SAW membasuh tempat tetesan tersebut, dan tidak memindahkan temmpat itu, kemudian baginda menunaikan solat di situ. Apabila darahku menetes terkena pakaian baginda, Baginda SAW sendiri membasuh tempat yang kena tetesan darah itu, dengan tidak mengalihkan tempat lain, kemudian menunaikan solat dengan pakaian itu[2]”

Dari hadis ini, kita akan dapati betapa lembutnya hati Nabi SAW dalam menghadapi kekhilafan istrinya yang tidak berhati-hati dengan tetesan darah haid, sehingga ditempat tidur dan juga pakaian Nabi pun terkena dengan tetesan darah itu. Didapati, Baginda SAW tidak bertindak memarahi istrinya atas kekhilafan tersebut.

Jika diperhatikan pada hadis ini, apalagi marah, bahkan nabi SAW sendiri bertindak membersihkan tetesan darah haid istrinya itu, walaupun jika dilihat kepada tafsiran oleh sekelompok masyarakat kita, itu dianggapnya sesuatu yang ”menjijikkan” atau tindakan orang yang ”takut istri”.

Tindakan Nabi SAW ini perlu dijadikan contoh dan teladan oleh para suami. Dia itu, hendaklah mengambil sikap memahami dan mengerti keadaan istri. Sebagai suami, dengan kekhilafan kecil sebegini tidak selayaknya dijadikan modal untuk memarahi istri atau menyingkap kalimat jijik di hadapan istri.

Jika keadaan ini mampu dilakukan oleh suami, pasti istri akan merasakan bahwa mereka disayangi suami mereka sendiri, dan sudah pasti perasaan cinta dan mesra kepada suaminya akan bertambah kuat.

Wassalaamu ‘alaikum warohmatullloohi wabarokaatuh,


[1] As-Sunan Al-Kubra : 7/387.
[2] Sunan Abi Daud : 235.

Minggu, 24 Oktober 2010

KISAH KASIH SAYANG NABI SAW TERHADAP ISTRI : SERI 8

TIDUR SATU SELIMUT DENGAN ISTRI

Assalaamu ‘alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh,

Datang bulan merupakan masalah fitrah kaum perempuan yang tidak boleh dinafikan. Apabila kaum perempuan baru dapat pada setiap bulan, dia menjadi tidak berharga, itulah waktunya kaum lelaki tidak tidur bersama-sama dengan mereka.

Jika dirujuk jaman Arab jahiliyyah terdahulu, mereka menjadikan musim kedatangan bulan itu sebagai cara untuk mereka menjauhkan diri dari istri-istri mereka. Saatnya tidur sendiri, sampai satu tahap, segala makanan masakan istri mereka yang sedang datang bulan juga tidak dimakan. Mereka bertindak sedemikian adalah karena mereka beranggapan, perempuan yang sedang haid dianggap sebagai perempuan itu najis. Apabila mereka sudah najis, maka segala hasil tangan mereka dikira juga sebagai najis.

Pengamalan Jahiliyyah ini menyalahi dengan Islam yang amat memuliakan kaum perempuan. Islam meletakkan asas, dikala perempuan kedatangan haid, larangan hanya berlaku pada jimak saja. Adapun selain itu, dia adalah dibenarkan.

Dalam Hadis sendiri telah membuktikan hal ini. Diberitakan melalui hadis riwayat Imam An-Nasai dalam kitab As-Sunan Al-Kubra, daripada Zainab yang merupakan anak perempuan Ummu Salamah bercerita, bahwa ibunya, dia itu Ummu Salamah berkata;

بينا أنا مضطجعة مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في الخميلة فانسللت من اللحاف فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم أنفست فقلت نعم فدعاني فاضطجعت معه في الخميلة

Maksudnya;
“ketika kami sedang berbaring bersama Rasulullah SAW dalam satu selimut, lalu Aku bangkit keluar dari selimut. Bertanya Rasulullah SAW; Apakah kamu sedang datang bulan? Aku menjawab; benar aku baru dapat. lalu baginda memanggilku untuk berbaring bersama baginda dalam selimut tadi[1]”

Hadis yang dinukilkan ini merupakan satu bukti yang kukuh bahwa, dengan kedatangan bulan itu, bukanlah menjadi penghalang para suami untuk tidur satu selimut dengan istrinya.

Disamping itu juga, jika difikirkan dari sudut psikologi pula, kita akan dapati tindakan begini merupakan satu kemuliaan yang diberikan oleh Islam kepada kaum hawa. Jika ini dilarang, pasti kaum hawa akan merasakan bahwa diri mereka seakan-akan tidak berguna dikala sedang datang bulan, sedangkan haid itu bukanlah pilihan dirinya, tetapi ia adalah ketetapan fitrah yang telah disediakan oleh Allah SWT.

Jika dilihat kepada hadis ini, kita dapat melihat bagaimana tindakan Ummu Salamah yang pada awalnya ingin menjauhkan diri dari Rasulullah SAW disebabkan beliau sadar bahwa beliau sedang datang bulan, tetapi dipanggil kembali oleh Nabi SAW walaupun setelah diberitahu bahwa beliau sedang tang bulan.

Dengan ini, menunjukkan bahwa, Nabi SAW amat memandang kepentingan tidur bersama dengan istrinya, malahan dalam satu selimut, walaupun istrinya itu sedang tang bulan. jika dalam keadaan aid pun Nabi SAW masih tidur satu selimut dengan istrinya, maka terlebih utama Nabi SAW tidur satu selimut dengan istrinya dikala mereka tidak haid.

Kepada kaum lelaki, hadis ini selayaknya dijadikan pengajaran dalam usaha hendak melahirkan rumah tangga yang bahagia. Istri mana tidak merasakan berbangga, jika mereka sering dihargai oleh suaminya. Walaupun, penghargaan itu tidak dituangkan dari sudut kata-kata, tetapi dengan nyatakan dalam bentuk perbuatan seperti tidur satu selimut pun sudah cukup bagi istri merasakan penghargaan diri suami berikan kepada mereka.

Juga perlu diingat, dipeperbolehkannya tidur satu selimut dengan istri yang baru dapat itu bukan berarti Islam membenarkan melakukan jimak. Ini karena, Allah melarang berlaku jimak dengan istri yang sedang dalam keadaan datang bulan.

Firman Allah;

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ

Maksudnya;
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci”

(Surah Al-Baqarah : 222)

Oleh itu, untuk menjawab berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan ketika tidur bersama istri yang sedang haid, hendaklah dipastikan istri tersebut memakai pakaian yang tidak mendatangkan gairah kepada suami, di samping itu juga, hendaklah istri menghindarkan diri dari berkata-kata dan bertindak tanduk dengan tindakan yang boleh mendatangkan nafsu syahwat kepada suami.

Pada diri suami pula, jika bimbang berlaku jimak dengan istri sekiranya tidur bersama istri dalam satu selimut, maka hendaklah suami tidur di atas kasur yang sama, tetapi menggunakan selimut yang berbeda. Jika masih lagi mendatangkan syahwat, maka hendaklah dia tidur di atas kasur yang berbeda.

Adapun tindakan keluar dari rumah dengan tidur di tempat lain, atau meminta istri menjauhi suami dari tempat tidur, maka itu adalah tindakan yang tidak sepatutnya berlaku, lebih-lebih lagi jika dengan tindakan sedemikian boleh mendatangkan ”perasaan terluka” pada istri.

Wassalaamu alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh.

[1] As-Sunan Al-Kubra : 275.

KISAH KASIH SAYANG DAN CINTA NABI SAW TERHADAP ISTRI : SIRI 8

%3C%21--%5Bif+gte+mso+9%5D%3E%3Cxml%3E++%3Cw%3AWordDocument%3E+++%3Cw%3AView%3ENormal%3C%2Fw%3AView%3E+++%3Cw%3AZoom%3E0%3C%2Fw%3AZoom%3E+++%3Cw%3APunctuationKerning%2F%3E+++%3Cw%3AValidateAgainstSchemas%2F%3E+++%3Cw%3ASaveIfXMLInvalid%3Efalse%3C%2Fw%3ASaveIfXMLInvalid%3E+++%3Cw%3AIgnoreMixedContent%3Efalse%3C%2Fw%3AIgnoreMixedContent%3E+++%3Cw%3AAlwaysShowPlaceholderText%3Efalse%3C%2Fw%3AAlwaysShowPlaceholderText%3E+++%3Cw%3ACompatibility%3E++++%3Cw%3ABreakWrappedTables%2F%3E++++%3Cw%3ASnapToGridInCell%2F%3E++++%3Cw%3AWrapTextWithPunct%2F%3E++++%3Cw%3AUseAsianBreakRules%2F%3E++++%3Cw%3ADontGrowAutofit%2F%3E+++%3C%2Fw%3ACompatibility%3E+++%3Cw%3ABrowserLevel%3EMicrosoftInternetExplorer4%3C%2Fw%3ABrowserLevel%3E++%3C%2Fw%3AWordDocument%3E+%3C%2Fxml%3E%3C%21%5Bendif%5D--%3E%3C%21--%5Bif+gte+mso+9%5D%3E%3Cxml%3E++%3Cw%3ALatentStyles+DefLockedState%3D%22false%22+LatentStyleCount%3D%22156%22%3E++%3C%2Fw%3ALatentStyles%3E+%3C%2Fxml%3E%3C%21%5Bendif%5D--%3E%3C%21--%5Bif+gte+mso+10%5D%3E+%3Cstyle%3E%0D%0A+%2F*+Style+Definitions+*%2F%0D%0A+table.MsoNormalTable%0D%0A%09%7Bmso-style-name%3A%22Table+Normal%22%3B%0D%0A%09mso-tstyle-rowband-size%3A0%3B%0D%0A%09mso-tstyle-colband-size%3A0%3B%0D%0A%09mso-style-noshow%3Ayes%3B%0D%0A%09mso-style-parent%3A%22%22%3B%0D%0A%09mso-padding-alt%3A0in+5.4pt+0in+5.4pt%3B%0D%0A%09mso-para-margin%3A0in%3B%0D%0A%09mso-para-margin-bottom%3A.0001pt%3B%0D%0A%09mso-pagination%3Awidow-orphan%3B%0D%0A%09font-size%3A10.0pt%3B%0D%0A%09font-family%3A%22Times+New+Roman%22%3B%0D%0A%09mso-ansi-language%3A%230400%3B%0D%0A%09mso-fareast-language%3A%230400%3B%0D%0A%09mso-bidi-language%3A%230400%3B%7D%0D%0A%3C%2Fstyle%3E+%3C%21%5Bendif%5D--%3E++%0D%0A%3Cdiv+class%3D%22MsoNormal%22%3E%0D%0A%3Cstrong%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3ETIDUR+SATU+SELIMUT+DENGAN+ISTERI%3C%2Fspan%3E%3C%2Fstrong%3E%3C%2Fdiv%3E%0D%0A%3Cdiv+class%3D%22MsoNormal%22%3E%0D%0A%0D%0A%3C%2Fdiv%3E%0D%0A%3Cdiv+class%3D%22MsoNormal%22%3E%0D%0A%3Cb%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3EAssalaamu+%E2%80%98alaikum+warohmatulloohi+wabarokaatuh%2C%3C%2Fspan%3E%3C%2Fb%3E%3C%2Fdiv%3E%0D%0A%3Cdiv+class%3D%22MsoNormal%22%3E%0D%0A%3Cb%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3E%0D%0ADatang+bulan%3Cstrong%3E+merupakan+masalah+fitrah+kaum+perempuan+yang+tidak+boleh+dinafikan.+Apabila+kaum+perempuan+baru+dapat+pada+setiap+bulan%2C+dia+menjadi+tidak+berharga%2C+itulah+waktunya+kaum+lelaki+tidak+tidur+bersama-sama+dengan+mereka.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EJika+dirujuk+jaman+Arab+jahiliyyah+terdahulu%2C+mereka+menjadikan+musim+kedatangan+bulan+itu+sebagai+cara+untuk+mereka+menjauhkan+diri+dari+istri-istri+mereka.+Saatnya+tidur+sendiri%2C+sampai+satu+tahap%2C+segala+makanan+masakan+istri+mereka+yang+sedang+datang+bulan+juga+tidak+dimakan.+Mereka+bertindak+sedemikian+adalah+karena+mereka+beranggapan%2C+perempuan+yang+sedang+haid+dianggap+sebagai+perempuan+itu+najis.+Apabila+mereka+sudah+najis%2C+maka+segala+hasil+tangan+mereka+dikira+juga+sebagai+najis.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EPengamalan+Jahiliyyah+ini+menyalahi+dengan+Islam+yang+amat+memuliakan+kaum+perempuan.+Islam+meletakkan+asas%2C+dikala+perempuan+kedatangan+haid%2C+larangan+hanya+berlaku+pada+jimak+saja.+Adapun+selain+itu%2C+dia+adalah+dibenarkan.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EDalam+Hadis+sendiri+telah+membuktikan+hal+ini.+Diberitakan+melalui+hadis+riwayat+Imam+An-Nasai+dalam+kitab+As-Sunan+Al-Kubra%2C+daripada+Zainab+yang+merupakan+anak+perempuan+Ummu+Salamah+bercerita%2C+bahawa+ibunya%2C+iaitu+Ummu+Salamah+berkata%3B%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3E%3Cspan+dir%3D%22RTL%22+lang%3D%22AR-SA%22%3E%D8%A8%D9%8A%D9%86%D8%A7+%D8%A3%D9%86%D8%A7+%D9%85%D8%B6%D8%B7%D8%AC%D8%B9%D8%A9+%D9%85%D8%B9+%D8%B1%D8%B3%D9%88%D9%84+%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87+%D8%B5%D9%84%D9%89+%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87+%D8%B9%D9%84%D9%8A%D9%87+%D9%88%D8%B3%D9%84%D9%85+%D9%81%D9%8A%3C%2Fspan%3E%3Cspan+dir%3D%22LTR%22%3E%3C%2Fspan%3E%3Cspan+lang%3D%22AR-SA%22%3E%3Cspan+dir%3D%22LTR%22%3E%3C%2Fspan%3E+%3Cspan+dir%3D%22RTL%22%3E%D8%A7%D9%84%D8%AE%D9%85%D9%8A%D9%84%D8%A9+%D9%81%D8%A7%D9%86%D8%B3%D9%84%D9%84%D8%AA+%D9%85%D9%86+%D8%A7%D9%84%D9%84%D8%AD%D8%A7%D9%81+%D9%81%D9%82%D8%A7%D9%84+%D8%B1%D8%B3%D9%88%D9%84+%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87+%D8%B5%D9%84%D9%89+%D8%A7%D9%84%D9%84%D9%87+%D8%B9%D9%84%D9%8A%D9%87+%D9%88%D8%B3%D9%84%D9%85+%D8%A3%D9%86%D9%81%D8%B3%D8%AA+%D9%81%D9%82%D9%84%D8%AA%3C%2Fspan%3E%3Cspan+dir%3D%22LTR%22%3E%3C%2Fspan%3E%3Cspan+dir%3D%22LTR%22%3E%3C%2Fspan%3E+%3Cspan+dir%3D%22RTL%22%3E%D9%86%D8%B9%D9%85+%D9%81%D8%AF%D8%B9%D8%A7%D9%86%D9%8A+%D9%81%D8%A7%D8%B6%D8%B7%D8%AC%D8%B9%D8%AA+%D9%85%D8%B9%D9%87+%D9%81%D9%8A+%D8%A7%D9%84%D8%AE%D9%85%D9%8A%D9%84%D8%A9%3C%2Fspan%3E%3C%2Fspan%3E%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EMaksudnya%3B%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%3Cem%3E%E2%80%9Cketika+kami+sedang+berbaring+bersama+Rasulullah+SAW+dalam+satu+selimut%2C+lalu+Aku+bangkit+keluar+dari+selimut.+Bertanya+Rasulullah+SAW%3B+Apakah+kamu+sedang+datang+bulan%3F+Aku+menjawab%3B+benar+aku+baru+dapat.+lalu+baginda+memanggilku+untuk+berbaring+bersama+baginda+dalam+selimut+tadi%3C%2Fem%3E%3C%2Fspan%3E%3Cstrong%3E%3Ca+href%3D%22http%3A%2F%2Fwww.blogger.com%2Fpost-create.g%3FblogID%3D3556179391138419902%23_ftn1%22+title%3D%22%22%3E%3Cem%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B+text-decoration%3A+none%3B%22%3E%5B1%5D%3C%2Fspan%3E%3C%2Fem%3E%3C%2Fa%3E%3C%2Fstrong%3E%3Cem%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3E%E2%80%9D%3C%2Fspan%3E%3C%2Fem%3E%3Ci%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3E%0D%0A%3C%2Fspan%3E%3C%2Fi%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3E%0D%0A%3Cstrong%3EHadis+yang+dinukilkan+ini+merupakan+satu+bukti+yang+kukuh+bahwa%2C+dengan+kedatangan+bulan+itu%2C+bukanlah+menjadi+penghalang+para+suami+untuk+tidur+satu+selimut+dengan+istrinya.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EDi+samping+itu+juga%2C+jika+difikirkan+dari+sudut+psikologi+pula%2C+kita+akan+dapati+tindakan+begini+merupakan+satu+kemuliaan+yang+diberikan+oleh+Islam+kepada+kaum+hawa.+Jika+ini+dilarang%2C+pasti+kaum+hawa+akan+merasakan+bahwa+diri+mereka+seakan-akan+tidak+berguna+dikala+sedang+datang+bulan%2C+sedangkan+haid+itu+bukanlah+pilihan+dirinya%2C+tetapi+ia+adalah+ketetapan+fitrah+yang+telah+disediakan+oleh+Allah+SWT.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EJika+dilihat+kepada+hadis+ini%2C+kita+dapat+melihat+bagaimana+tindakan+Ummu+Salamah+yang+pada+awalnya+ingin+menjauhkan+diri+dari+Rasulullah+SAW+disebabkan+beliau+sadar+bahwa+beliau+sedang+datang+bulan%2C+tetapi+dipanggil+kembali+oleh+Nabi+SAW+walaupun+setelah+diberitahu+bahwa+beliastrong%3EDengan+ini%2C+meu+sedang+tang+bulan.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cnunjukkan+bahwa%2C+Nabi+SAW+amat+memandang+kepentingan+tidur+bersama+dengan+istrinya%2C+malahan+dalam+satu+selimut%2C+walaupun+istrinya+itu+sedang+tang+bulan.+jika+dalam+keadaan+haid+pun+Nabi+SAW+masih+tidur+satu+selimut+dengan+istrinya%2C+maka+terlebih+utama+Nabi+SAW+tidur+satu+selimut+dengan+istrinya+dikala+mereka+tidak+haid.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EKepada+kaum+lelaki%2C+hadis+ini+selayaknya+dijadikan+pengajaran+dalam+usaha+hendak+melahirkan+rumah+tangga+yang+bahagia.+Istri+mana+tidak+merasakan+berbangga%2C+jika+mereka+sering+dihargai+oleh+suaminya.+Walaupun%2C+penghargaan+itu+tidak+dituangkan+dari+sudut+kata-kata%2C+tetapi+dengan+nyatakan+dalam+bentuk+perbuatan+seperti+tidur+satu+selimut+pun+sudah+cukup+bagi+istri+merasakan+penghargaan+diri+suami+berikan+kepada+mereka.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EJuga+perlu+diingat%2C+perbolehan+tidur+satu+selimut+dengan+istri+yang+baru+dapat+itu+bukan+berarti+Islam+membenarkan+melakukan+jimak.+Ini+kerana%2C+Allah+melarang+berlaku+jimak+dengan+istri+yang+sedang+dalam+keadaan+dating+bulan.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EFirman+Allah%3B%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3E%3Cspan+dir%3D%22RTL%22+lang%3D%22AR-SA%22%3E%D9%88%D9%8E%D9%8A%D9%8E%D8%B3%D9%92%D8%A3%D9%8E%D9%84%D9%8F%D9%88%D9%86%D9%8E%D9%83%D9%8E+%D8%B9%D9%8E%D9%86%D9%90+%D8%A7%D9%84%D9%92%D9%85%D9%8E%D8%AD%D9%90%D9%8A%D8%B6%D9%90+%D9%82%D9%8F%D9%84%D9%92+%D9%87%D9%8F%D9%88%D9%8E+%D8%A3%D9%8E%D8%B0%D9%8B%D9%89+%D9%81%D9%8E%D8%A7%D8%B9%D9%92%D8%AA%D9%8E%D8%B2%D9%90%D9%84%D9%8F%D9%88%D8%A7+%D8%A7%D9%84%D9%86%D9%91%D9%90%D8%B3%D9%8E%D8%A7%D8%A1%D9%8E+%D9%81%D9%90%D9%8A+%D8%A7%D9%84%D9%92%D9%85%D9%8E%D8%AD%D9%90%D9%8A%D8%B6%D9%90+%D9%88%D9%8E%D9%84%D9%8E%D8%A7+%D8%AA%D9%8E%D9%82%D9%92%D8%B1%D9%8E%D8%A8%D9%8F%D9%1%D9%8E+%D8%AD%D9%8E%D8%A88%D9%87%D9%8F%D9%86%D9%9A%D9%91%D9%8E%D9%89+%D9%8A%D9%8E%D8%B7%D9%92%D9%87%D9%8F%D8%B1%D9%92%D9%86%D9%8E%3C%2Fspan%3E%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EMaksudnya%3B%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%3Cem%3E%E2%80%9CMereka+bertanya+kepadamu+tentang+haidh.+Katakanlah%3A+%22Haidh+itu+adalah+suatu+kotoran.%22+Oleh+sebab+itu+hendaklah+kamu+menjauhkan+diri+dari+wanita+di+waktu+haidh%3B+dan+janganlah+kamu+mendekati+mereka%2C+sebelum+mereka+suci%E2%80%9D%3C%2Fem%3E%3Ci%3E%0D%0A%0D%0A%3Cem%3E%28Surah+Al-Baqarah+%3A+222%29%3C%2Fem%3E%0D%0A%3C%2Fi%3E%0D%0A%3Cstrong%3EOleh+itu%2C+untuk+menjawab+berbagai+kemungkinan+yang+tidak+diinginkan+ketika+tidur+bersama+istri+yang+sedang+haid%2C+hendaklah+dipastikan+istri+tersebut+memakai+pakaian+yang+tidak+mendatangkan+gairah+kepada+suami%2C+di+samping+itu+juga%2C+hendaklah+istri+menghindarkan+diri+dari+berkata-kata+dan+bertindak+tanduk+dengan+tindakan+yang+boleh+mendatangkan+nafsu+syahwat+kepada+suami.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EPada+diri+suami+pula%2C+jika+bimbang+berlaku+jimak+dengan+istri+sekiranya+tidur+bersama+istri+dalam+satu+selimut%2C+maka+hendaklah+suami+tidur+di+atas+kasur+yang+sama%2C+tetapi+menggunakan+selimut+yang+berbeda.+Jika+masih+lagi+mendatangkan+syahwat%2C+maka+hendaklah+dia+tidur+di+atas+kasur+yang+berbeda.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0A%3Cstrong%3EAdapun+tindakan+keluar+dari+rumah+dengan+tidur+di+tempat+lain%2C+atau+meminta+istri+menjauhi+suami+dari+tempat+tidur%2C+maka+itu+adalah+tindakan+yang+tidak+sepatutnya+berlaku%2C+lebih-lebih+lagi+jika+dengan+tindakan+sedemikian+boleh+mendatangkan+%E2%80%9Dperasaan+terluka%E2%80%9D+pada+istri.%3C%2Fstrong%3E%0D%0A%0D%0AWassalaamu+alaikum+warohmatulloohi+wabarokaatuh.%0D%0A%0D%0A%3C%2Fspan%3E%3Cstrong%3E%3Ca+href%3D%22http%3A%2F%2Fwww.blogger.com%2Fpost-create.g%3FblogID%3D3556179391138419902%23_ftnref1%22+title%3D%22%22%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B+text-decoration%3A+none%3B%22%3E%5B1%5D%3C%2Fspan%3E%3C%2Fa%3E%3Cspan+style%3D%22color%3A+black%3B%22%3E+As-Sunan+Al-Kubra+%3A+275.%3C%2Fspan%3E%3C%2Fstrong%3E%3C%2Fb%3E%3C%2Fdiv%3E%0D%0A

Rabu, 20 Oktober 2010

KISAH KASIH SAYANG NABI SAW DALAMN KELUARGA: SERI 7

SERING MEMBERI HADIAH

Hadiah merupakan pelunak hati. Hadiah juga merupakan tanda kesediaan seseorang itu berkasih sayang dengan seseorang. Apabila seseorang itu memberikan sesuatu hadiah, menyebabkan orang yang menerima hadiah akan merasa dihargai, menyebabkan kadangkala perasaan marah juga bisa terhapus.

Sabda Nabi SAW;

تهادوا تحابوا

Maksudnya;
”Berilah hadiah sesama kamu, pasti kamu akan berkasih sayang
[1]

Diceritakan bahwa semasa Imam Hasan Al-Banna sering menyampaikan kuliah agama. Dalam kuliah beliau itu, terdapat seorang Pak Cik tua yang sering mengemukakan persoalan-persoalan ”peka”. Soalan yang dikemukakan, bukan dengan tujuan ”mau tahu”, tetapi mau menjatuhkan kredibiliti Imam Hasan Al-Banna sebagai seorang tokoh gerakan Islam di Mesir.

Melihat tindakan Pak Cik tersebut, Imam Hasan Al-Banna berfikir tentang cara yang terbaik untuk menyelesaikan masalah yang sedang menimpa itu. akhirnya, Imam Hasan Al-Banna terfikir kepada hadis Nabi yang menyebut tentang hadiah, menyebabkan Imam Hasan Al-Banna telah membelikan satu hadiah dan diberikan kepada Pak Cik tersebut.

Akibat dari kejadian tersebut, menyebabkan Pak Cik itu sudah mula merasa malu dengan Imam Hasan Al-banna, dan selepas dari kejadian itu, Pak Cik tersebut tidak lagi mengemukakan persoalan-persoalan ”peka” seperti yang selalu dilakukan sebelum ini.

Dari kisah ini, jelas kepada kita bahwa hadiah merupakan faktor penting dalam menaikkan semangat sayang menyayangi antara manusia. Lebih lagi, dalam usaha hendak melahirkan kasih sayang antara suami dan istri.

Nabi SAW merupakan sebaik-baik contoh yang perlu dijadikan teauladan dalam kepengurusan rumah tangga ini. ini kerena, didapati baginda SAW juga sering memberikan hadiah kepada istrinya. Semuanya ini adalah bertujuan, untuk melahirkan perasaan kasih sayang antara suami dan istri.

Ini disandarkan kepada hadis daripada Ummu Kalsum yang bercerita;

لَمَّا تَزَوَّجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّ سَلَمَةَ قَالَ لَهَا إِنِّي قَدْ أَهْدَيْتُ إِلَى النَّجَاشِيِّ حُلَّةً وَأَوَاقِيَّ مِنْ مِسْكٍ وَلَا أَرَى النَّجَاشِيَّ إِلَّا قَدْ مَاتَ وَلَا أَرَى إِلَّا هَدِيَّتِي مَرْدُودَةً عَلَيَّ فَإِنْ رُدَّتْ عَلَيَّ فَهِيَ لَكِ قَالَ وَكَانَ كَمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرُدَّتْ عَلَيْهِ هَدِيَّتُهُ فَأَعْطَى كُلَّ امْرَأَةٍ مِنْ نِسَائِهِ أُوقِيَّةَ مِسْكٍ وَأَعْطَى أُمَّ سَلَمَةَ بَقِيَّةَ الْمِسْكِ وَالْحُلَّةَ

Maksudnya;
“ketika Rasulullah baru menikah dengan Ummu Salamah, baginda berkata kepadanya, “sesungguhnya aku telah mengantar hadiah kepada An-Najasyi dengan pakaian berharga dan beberapa botol minyak wangi. Aku dapati bahawa An-najasyi sudah meninggal dunia, menyebabkan hadiah itu dikembalikan kepadaku. Sekiranya hadiah itu dipulangkan kepadaku, maka hadiah itu adalah milik kamu”. Berkata (Ummi Kalsum) dalam riwayat lain; seperti bersabda Rasulullah SAW; “Jika hadiah itu dikembalikan, hadiah itu akan diberikan kepada semua istri-istri baginda, dan baginda memberikan Ummu salamah minyak wangi yang berbaki dan pakaian bernilai itu
[2]

Hadis ini amat jelas menunjukkan kepada kita bahwa bagaimana Rasulullah SAW menaikkan semangat kasih sayang baginda terhadap istri-istri. Memberi hadiah menjadi rutin bagi Nabi SAW.

Oleh karena itu, bagi mereka yang sedang berada dalam krisis rumah tangga, perlu  mengambil pelajaran dari kisah Nabi ini sebagai panduan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Di samping itu juga, untuk mengeratkan kasih sayang antara dua suami istri, sewajarnya menjadikan pemberian hadiah antara pasangan sebagai sesuatu yang rutin.

Pemberian hadiah itu, tidak semestinya dari suami kepada istri, bahkan tidak ada salahnya jika istri yang memberikan hadiah kepada suami dalam mengeratkan hubungan kasih sayang dalam berumah tangga.

Begitu juga, bagi mereka yang berpoligami, kadang kala berlaku sedikit krisis antara istri-istri. Jadikan hadis ini sebagai panduan dalam mencari jalan penyelesaian. Mungkin suami memberikan hadiah kepada istri-istri masing-masing

Semuanya adalah bertujuan, untuk melahirkan keluarga yang bahagia, berasaskan kepada contoh teladan Nabi Muhammad SAW.

Sekian

[1] Al-Mukjam Al-Awsat : 7448.
[2] Musnad Ahmad : 26016.

Senin, 18 Oktober 2010

KISAH KASIH SAYANG DAN CINTA NABI SAW DALAM KELUARGA : SERI 6

BERBARING DI ATAS RIBA ISTRI

Orang-orang jahiliyah terdahulu, memandang perempuan yang sedang haid itu menjijikkan sehingga mereka meletakkan undang-undang adat mereka yang meletakkan perempuan seperti barang buangan dan barang tak terpakai.

Apabila datang Nabi SAW, beliau menyuruh manusia kepada Islam yang memandang mulia kepada kaum perempuan, walaupun mereka secara fitrah mempunyai masalah bulanan, yaitu  datang bulan atau Haid dan Nifas.

Bahkan, dengan kehadiran Haid dan Nifas ini, tidak dijadikan oleh Nabi SAW sebagai peluang untuk tidak bermesra dengan istri-istrinya.

Ini dilihat kepada hadis riwayat Aisyah yang berkata;

لَقَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَضَعُ رَأْسَهُ فِي حِجْرِي وَأَنَا حَائِضٌ وَيَقْرَأُ الْقُرْآنَ

Maksudnya;
”Sesungguhnya Rasulullah SAW sering meletakkan kepalanya di ribaku, sedangkan ketika itu aku sedang haid, dan Baginda pula membaca Al-Qur'an
[1]

Dari hadis ini, kita akan dapat melihat betapa Islam adalah agama yang cukup memuliakan kaum perempuan dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan oleh orang-orang jahiliyah terdahulu.

Kemuliaan ini dibuktikan dengan tindakan Nabi SAW yang bermesra dengan istrinya yang sedang haid, dengan meletakkan kepala beliau di riba istrinya yang sudah pasti haid itu berada  pada kemaluan yang berhampiran dengan riba tersebut. Ini ditambahi lagi dengan tindakan Nabi SAW membaca Al-Qur'an di kala kepala baginda SAW berada di riba istrinya.

Berdasarkan dari itulah, Imam An-Nawawi menyatakan bahwa hadis ini menjadi dalil kukuh bahwa tidak dilarang membaca Al-Qur'an dalam keadaan berbaring dan bersandar pada orang perempuan yang sedang haid, malahan itu juga menjadi dalil bahwa tidak menjadi kesalahan membaca Al-Quran berhampiran dengan najis
[2].

Tidak dinafikkan, perasaan cinta antara suami istri itu kadangkala menebal, dan kadangkala menipis, lebih-lebih lagi di waktu istri dalam keadaan tidak suci dikarenakan haid dan nifas. Oleh karena itu, demi hendak menghangatkan perasaan cinta antara suami istri, perlu mempunyai daya kreatif masing-masing dalam melahirkan perasaan cinta bergelora.

Dengan hadis ini, Nabi SAW seakan-akan mengajarkan kepada kita tentang antara tindakan yang perlu dilakukan demi hendak menghangatkan perasaan cinta itu.

Justru itu, sebagai suami, tidak seharusnya merasa malu untuk meletakkan kepala mereka di riba istrinya. Begitu juga, pihak istri pula tidak selayaknya merasa janggal dengan tindakan suaminya itu sehingga menganggap tindakan sebegitu seperti tindakan anak dengan ibunya yang mau bermanja.

Sesungguhnya bermanja antara suami istri merupakan ibadat di sisi Allah, yang melahirkan banyak kelebihan dari sudut keuntungan dunia, maupun keuntungan di akhirat.

Keuntungan di akhirat adalah dengan balasan pahala, dan keuntungan di dunia adalah dengan kemesraan dan kebahagiaan yang wujud dalam kehidupan berumah tangga.

Wallahu ’Alam



[1] Sunan Ibni Majah : 626.
[2] Aun Al-Ma’bud : 1/305.

Kamis, 14 Oktober 2010

KISAH CINTA NABI SAW : SERI 5


BERSUKA CITA BERSAMA ISTRI

Bersuka cita merupakan antara cara untuk menyehatkan badan. Dengan bersuka ria, tubuh badan akan bergerak agrasif, sudah pasti melahirkan jasmani yang sehat.

Islam menyeru manusia agar hidup sehat. Sehubungan dengan itu itu, Islam meletakkan asas bahwa segala amalan kehidupan adalah harus, melainkan wujud nas yang menyatakan pengharamannya.

Maksudnya, semua bentuk kesukaan yang boleh menyehatkan badan adalah, selama bentuk kesukaan itu tidak terkandung unsue-unsur yang menyalahi syariat; menyalahi kandungan Al-Quran dan As-Sunnah secara Qatii, Sahih dan sorih.

Justru itulah, kita akan dapati bahwa Nabi SAW sendiri juga sering bersuka citaan. Bermain pedang, memanah, menunggang kuda menjadi amalan nabi SAW dan para sahabat, lebih-lebih lagi dengan tujuan untuk menyiapkan diri dengan persediaan dalam menggerunkan musuh-musuh islam.

Firman Allah;

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ

Maksudnya;
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu punyai dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu”

(Surah Al-Anfal : 60)

Dalam keadaan begitu pun, didapati bahawa bersukan yang diamalkan oleh Nabi SAW, bukan sekadar Nabi bersama-sama para sahabat saja, bahkan ada ketika-ketika tertentu, baginda SAW bersuka ciata bersama istri-istri baginda.

Antara lain adalah satu hadis Aisyah yang berkata;

سَابَقَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَبَقْتُهُ فَلَبِثْنَا حَتَّى إِذَا رَهِقَنِي اللَّحْمُ سَابَقَنِي فَسَبَقَنِي فَقَالَ هَذِهِ بِتِيكِ

Maksudnya;
“Nabi SAW berlomba-lomba denganku. Aku mendahului baginda. Ketika aku menjadi gemuk, Baginda berlomba-lomba denganku lagi, lalu Baginda telah mendahuluiku. Lalu baginda SAW berkata, ini sebagai balasan terhadap yang lalu”

Dalam riwayat yang lain pula menyatakan bahawa dalam satu perjalanan. Baginda bersama para sahabat. ketika itu, Aisyah turut sama dalam perjalanan tersebut.

Dalam perjalanan, Nabi SAW memaklumkan kepada para sahabat agar mereka berjalan dahulu, meninggalkan Baginda dan Aisyah di belakang. Apabila para sahabat sudah berada jauh di hadapan, lalu Baginda berkata kepada Aisyah ajak berlomba-lomba
[1].

Melihat hadis ini, pasti kita akan dapat membayangkan betapa lunaknya hati nabi dalam usaha hendak menggembirakan istri-istrinya. Memandang Nabi SAW adalah manusia yang selalu sibuk, baginda akan mengambil segala kesempatan yang ada untuk menggembirakan istri-istrinya.

Di samping dalam bepergian, baginda telah mengambil kesempatan yang ada dengan menjadikan kesukaan berlomba-lomba sebagai cara untuk bermesraan dan menggembirakan istri-istri baginda.

Dari hadis ini juga, kita akan dapati, Nabi SAW tidak menjadikan tempat awam sebagai penghalang Nabi SAW menyeronokkan istrinya. Bahkan, jika di tempat awam itu adalah ruang yang paling berkesan bagi Nabi mau menggembirakan istrinya, pasti dilakukan oleh baginda SAW.

Sebagai istri, pasti tindakan begini memberi kesan besar kepada hati mereka. Hal ini dapat dibuktikan dengan hadits riwayat Aisyah ini. Walaupun kejadian tersebut telah berlalu begitu lama, tapi masih berada di ingatan Aisyah sehingga saat Aisyah meriwayatkan hadis ini.

Sekian
Wallahu 'Alam


[1] Musnad Ahmad : 22989.

Selasa, 12 Oktober 2010

KISAH CINTA NABI SAW : SERI 4

SENANTIASA TERTAWA BERSAMA ISTRI

Memandang Nabi SAW adalah manusia biasa seperti manusia-manusia yang lain, pasti keinginan dan perilaku nabi SAW seperti manusia biasa. Cuman, Nabi SAW adalah utusan Allah yang sudah pasti segala pergerakan kemanusiaan baginda itu dikawal oleh Allah SWT.

Dalam berkeluarga, dilihat Nabi SAW sangat romantis dengan istri-istrinya, sehingga diceritakan dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh ’Umarah yang bertanya kepada ’Aisyah;

كيف كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا خلا مع نسائه ؟ قالت : « كان أكرم الناس وألين الناس وأحسنهم خلقا ، وكان رجلا من رجالكم وكان بساما ضحاكا »

Maksudnya;
“Bagaimana keadaan Nabi SAW ketika menyendiri bersama istri-istrinya?. Berkata Aisyah : Baginda SAW adalah semulia-mulianya manusia dan selembut-lembutnya manusia dan sebaik-baik akhlak dari kalangan manusia. Baginda SAW seperti lelaki lain, bahkan beliau terlalu banyak tersenyum dan ketawa (bersama istri-istrinya)
[1]

Dari hadis ini, kita akan mendapat satu gambaran betapa Nabi SAW adalah manusia yang sangat disayangi oleh istri-istrinyaa. Gambaran sayangnya istri baginda itu adalah dilihat kepada pujian yang diberikan oleh Aisyah terhadap nabi SAW.

Sebagai manusia yang paling erat, pasti istri lebih mengetahui keadaan suami mereka. Segala kelemahan dan kelebihan yang wujud pada suami, pasti berada di bawah pengetahuan istri.

Jika diperhatikan pada hadis ini, juga dari hadis-hadis yang lain, kita akan dapati bahwa tidak ada satu hadis pun yang pernah dikeluarkan oleh istri nabi mana saja tentang keburukan nabi SAW, menunjukkan bahwa kebaikan yang wujud dalam diri nabi adalah sesuatu yang diakui dan sekali-kali tidak wajar jika tidak mencontohnya.

Pujian dari hadis ini adalah, baginda SAW adalah manusia yang terbaik dari semua sudut kehidupan; sama ada dari sudut kemuliaan, kelembutan dan akhlaknya terhadap para istrinya.

Kehebatan yang wujud ini digambarkan oleh Aisyah dengan jelas bahwa Baginda SAW semasa berdua-duaan dengan istrinya mana saja, sering kali didapati mereka berdua tertawa bersama-sama dan senyum bersama-sama.

Senyum dan tertawa bersama istri secara berdua-duaan mempunyai kelebihan yang tersendiri. Antara lain, ia merupakan cara untuk melunakkan hati dan perasaan seseorang istri agar rasa hidup mereka senantiasa ceria.

Di samping itu juga, dengan tertawa dan senyum berdua-duaan, akan mewujudkan satu suasana yang romantis, harmoni, ketenangan dan seterusnya mampu membangkitkan gairah syahwat yang sudah pasti akan tercapai kehidupan yang puas dalam kehidupan berumah tangga.

Keadaan ini sebenarnya telah membenarkan sebagian kajian ilmu Psikologi yang menyatakan bahwa, rangsangan seks yang wujud pada perempuan tidak sama seperti rangsangan seks yang wujud pada lelaki.

Kaum lelaki, rangsangan seks mereka adalah dengan penglihatan mata, adapun perempuan, rangsangan seks mereka adalah dengan romantis, harmonis dan dengan kata-kata manis dari lelaki
[2].

Justru itu, inilah rahasia kebahagiaan rumah tangga yang diajar oleh nabi SAW kepada umatnya yang wajar dijadikan sebagai contoh teladan demi mengarungi kehidupan berkeluarga yang bahagia.

Sekian

Wallohu ’Alam


[1] Az-Zuhd : 1263.
[2] Qur'an Scientifik : m/s 288-289.

Senin, 11 Oktober 2010

KISAH CINTA NABI SAW : SIRI 3


SOLAT MALAM DI SISI ISTRI

Menunaikan solat malam merupakan kebiasaan bagi hidup Nabi SAW. kehebatan menunaikan solat malam ini, sehingga akan digambarkan dalam satu riwayat bahwa kedua kaki nabi SAW bengkak lantaran lama berdiri.

Imam At-Tarmizi meriwayatkan, daripada Al-Mughirah bin Su’bah berkata:

صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى انْتَفَخَتْ قَدَمَاهُ فَقِيلَ لَهُ أَتَتَكَلَّفُ هَذَا وَقَدْ غُفِرَ لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا

Maksudnya;
“Rasulullah SAW menunaikan solat hingga bengkak kedua kaki Baginda. Dikatakan kepada baginda, apakah sebab kamu menyusahkan diri kamu ini, sedangkan kamu telah diampuni dosa yang telah lepas dan yang akan datang. Berkata Baginda SAW, apakah tidak aku menjadi hamba yang bersyukur
[1]

Kesungguhan Nabi Muhammad SAW dalam melakukan ibadat malam ini, sehingga akan dinyatakan oleh Aisyah bahwa, dalam keadaan uzur pun pasti baginda tetap dengan ibadat malam.

Imam Muslim meriwayatkan hadis, bahwa Aisyah berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَمُتْ حَتَّى كَانَ كَثِيرٌ مِنْ صَلَاتِهِ وَهُوَ جَالِسٌ

Maksudnya;
“sesungguhnya Nabi SAW tidak akan wafat hingga akan banyak solatnya ditunaikan dalam keadaan duduk
[2]

Begitu juga, ketika sakit, baginda SAW tetap menunaikan solat malam mengikut kemampuan Baginda. Bukan sekadar itu sahaja, bahkan dalam keadaan duduk, baginda akan menunaikan solat malam dengan membaca surah yang lebih panjang dari kebiasaan.

Hal ini merujuk kepada hadis daripada Hafsah binti Omar, istri Baginda Nabi SAW berkata:

لم أر رسول الله صلى الله عليه وسلم قاعدا في سبحة حتى كان قبل موته بعام واحد أو اثنين ، فرأيته يصلي قاعدا في سبحته ويرتل السورة حتى تكون قراءته إياها أطول من أطول منها

Maksudnya;
“Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW duduk dalam solat sunat melainkan sebelum saat kewafatannya setahun atau dua tahun. Aku melihat baginda SAW menunaikan solat sunat dalam keadaan duduk, dan Baginda SAW akan membaca surah hingga bacaannya itu lebih panjang daripada bacaannya yang panjang-panjang
[3]

Ketika berada di rumah, baginda SAW tidak menunaikan solat malam itu sendirian, bahkan baginda akan membangunkan istrinya untuk menunaikan solat malam bersama-sama.

Imam Abu Daud meriwayatkan hadis, daripada Abu Hurairah R.A berkata, bahwa nabi Muhammad SAW berkata;

رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ

Maksudnya;
“Allah merahmati kepada lelaki yang bangun malam untuk menunaikan solat, lalu membangunkan istrinya. Apabila istrinya enggan bangun, dia akan
memercik-memercikkan air pada mukanya. Allah juga merahmati istri yang bangun malam, lalu membangunkan suaminya. Apabila suaminya enggan, dia akan memercikkan air pada mukanya[4]

Pun begitu, kadangkala ada dari kalangan istri baginda yang sedang haid, menyebabkan Baginda SAW tidak mengganggu mereka tidur. Dalam keadaan itu pun, Baginda SAW tidak berjauhan dari mereka, sehingga menunaikan solat malam bersebelahan dengan istri tersebut.

Ini disandarkan kepada hadis riwayat Al-Bukhari, daripada Maimunah R.Ha berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَأَنَا حِذَاءَهُ وَأَنَا حَائِضٌ وَرُبَّمَا أَصَابَنِي ثَوْبُهُ إِذَا سَجَدَ قَالَتْ وَكَانَ يُصَلِّي عَلَى الْخُمْرَةِ

Maksudnya;
“Rasulullah SAW senantiasa menunaikan solat di sisiku, padahal ketika itu aku sedang berhalangan. kadangkala ketika baginda sujud, pakaiannya terkena aku. Dia berkata (Maimunah), dia solat di atas tikar
[5]

Juga hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Aisyah R.Ha berkata:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنْ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ

Maksudnya;
“satu malam, Aku kehilangan Rasulullah daripada hamparan tidur. Lalu aku meraba-raba, didapati tanganku menyentuh tapak kaki Rasulullah SAW yang sedang menunaikan solat
[6]

Nah !! dari ulasan ini, nyata kepada kita bahwa antara akhlak Nabi SAW adalah tidak pernah mengabaikan istri-istrinya dalam melakukan ibadat, lebih-lebih lagi dalam menunaikan ibadat wajib dan ibadat sunat.

Dengan ini juga dipahami, menunaikan ibadat tersebut, tidak semestinya mesti berjauhan dengan istri manakala dia sedang berhalangan. Bahkan, jika ditunaikan bersebelahan dengan istri yang sedang tidur pun tidak mengapa, bahkan ianya lebih baik, disebabkan dapat menghindarkan dari timbul syak dalam hati istri sewaktu istri terjaga dari tidur.

Di samping itu juga, apabila para suami menunaikan solat malam di sebelah istri, pasti istri akan merasakan dirinya sedang dijaga walaupun si suami itu sedang menunaikan solat sekali pun.

Sekian


[1] Imam At-Tarmizi : 377. : telah disahihkan oleh Albani dalam kitab Sahih wa Daif Imam At-Tarmizi : 412.
[2] Sohih Muslim : 1210.
[3] Al-Mukjam Al-Awsat Li At-Tibrani : 3775.
[4] Imam Abu Daud : 1113. hadis ini adalah hasan saheh .
[5] Al-Bukhori : 366.
[6] Muslim : 751.

Sabtu, 09 Oktober 2010

KISAH CINTA NABI SAW : SIRI 2

ISTERI MENYEDIAKAN KEPERLUAN NABI

Imam Muslim meriwayatkan hadis, bahawa Aisyah R.Ha berkata;

كُنَّا نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَطَهُورَهُ فَيَبْعَثُهُ اللَّهُ مَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنْ اللَّيْلِ فَيَتَسَوَّكُ وَيَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّي

Maksudnya;
”Kami senantiasa menyediakan sugi dan air bersuci untuk Rasulullah SAW, lalu Allah membangkitkan baginda dari tidur pada waktu malam, kemudian baginda bersugi, berwudu’ dan menunaikan solat.....
[1]
 

URAIAN

Bersugi pada waktu malam, sama ada sebelum dan selepas tidur merupakan amalan Rasulullah SAW. Terutama ketika baginda SAW ingin berwudu’ dan menunaikan sholat.

Aisyah R.Ha berkata;

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لَا يَرْقُدُ مِنْ لَيْلٍ وَلَا نَهَارٍ فَيَسْتَيْقِظُ إِلَّا تَسَوَّكَ قَبْلَ أَنْ يَتَوَضَّأَ

Maksudnya;
”Sesungguhnya Nabi SAW tidak akan tidur pada waktu malam dan juga siang melainkan apabila baginda bangun, baginda akan bersugi sebelum baginda berwudu’
[2].

Bersugi merupakan amalan yang mulia, bahkan ianya amat terpuji disisi Allah SWT.

Sabda Nabi SAW:

السواك مطهرة للفم مرضاة للرب

Maksudnya;
”Bersugi adalah penyuci mulut dan punca mendapat redha Allah SWT
[3]

Kepentingan sugi ini amatlah besar, sehinggakan Nabi SAW pernah menyebut;

وَلَوْلَا أَنِّي أَخَافُ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَفَرَضْتُهُ لَهُمْ

Maksudnya;
“Sekiranya aku tidak takut bahawa menjadi susah atas umatku, nescaya aku mewajibkan kepada mereka (bersugi)
[4]

Memandangkan Baginda SAW sentiasa bangun menunaikan solat Tahajjud. Sebagai isteri yang mahu disayangi suami, Aisyah telah bertindak bahawa menyediakan segala keperluan Nabi untuk berwudu’ seperti kayu sugi dan air bersih untuk Nabi SAW bersuci sebelum Baginda SAW bangun dari tidur.

Tindakan ini, walaupun dilihat amat remeh, tetapi sebenarnya dapat memberi kesan yang terlalu besar kepada hati Baginda SAW. Ekoran dari itulah, tidak pelik, apabila dilihat, didapati bahawa antara isteri-isteri yang paling disayangi oleh Baginda SAW adalah Aisyah R.Ha.

Begitujuga, jika diperhatikan lagi, Baginda SAW juga amat menyintai Khadijah R.Ha sehinggakan selepas kematian Khadijah pun, baginda SAW masih lagi menyebut-nyebut tentang khadijah didepan isteri-isteri yang lain.

Mengapakah keadaan ini berlaku???

Rahsianya adalah kerana Khadijah adalah isteri yang sangat-sangat mengambil berat keadaan Nabi SAW, sehinggakan beliaulah teman hidup Nabi dikala nabi keseorangan. Beliau memilih Nabi dikala orang menolak Nabi. Beliau mencintai Nabi dikala baginda dibenci. Penerima Islam pertama dikala orang menghina Nabi. Tidak menyayangi harta untuk perjuangan islam yang dibawa oleh Nabi SAW.

Oleh yang demikian, mengambil berat keadaan suami merupakan tindakan yang penting bagi menyuburkan kasih sayang antara suami dan isteri. Pun begitu, perlu diingati bahawa mengambil berat tersebut hendaklah bersesuaian dengan masa dan ”mood” si suami. Ini kerana, ada sebilangan suami yang agak tidak berminat untuk ”bermanja” dalam sesuatu masa tertentu. Keadaan ini berlaku disebabkan perubahan Mood yang terjadi pada diri si suami.

Walaubagaimanapun, secara asasnya, mengambil berat terhadap keadaan suami merupakan tindakan yang dapat melahirkan kasih sayang antara suami isteri, seperti menggembirakannya dikala dia bersedih, menenangkan hatinya dikala hatinya sempit, memberi jalan keluar dikala dia kebuntuan, memudahkan urusannya dikala dia kesulitan, sentiasa memberi cadangan berbanding membantah, tidak menekan dan mendesak dikala dia tidak berkemampuan, bahkan dalam keadaan berkemampuan sekalipun dan sebagainya.

Lihatlah kepada Aisyah dan Khadijah yang terlalu mengambil berat terhadap suaminya, menyebabkan cinta Nabi kepada dua insan ini amat terserlah.

Lihatlah kepada Aisyah yang menyediakan kayu sugi dan air bersih untuk baginda SaW bersuci, walaupun tindakan itu dilihat amat remeh, tetapi ianya amat memberi kesan besar kepada cinta Nabi SAW kepada Aisyah.

Begitu juga kepada para kaum hawa, yang mana sebagai isteri, bertindak mengambil berat terhadap suami, seperti sentiasa menyediakan makanan, menyiapkan pakaian yang sudah disetarika, memakaikan stokin, memotong kuku suami dan berbagai-bagai lagi, merupakan tindakan yang pada pandangan mata kita adalah remeh, tetapi ianya amat memberikan kesan besar bagi cinta seorang suami kepada isterinya.

Sekian

Jumat, 08 Oktober 2010

KISAH CINTA NABI SAW

MANDI BERSAMA-SAMA ISTRI

Imam Al-Bukhari meriwayatkan;

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ تَخْتَلِفُ أَيْدِينَا فِيهِ

Maksudnya;
“Daripada Aisyah R.Ha berkata : aku sentiasa mandi bersama dengan Nabi SAW daripada satu bekas. tangan kami sama-sama berselisih (ketika menggunakan air dalam bekas itu)
[1]

URAIAN

Dari hadis ini, kita dapat melihat bagaimana indah dan romantis-nya Nabi Saw dengan Istri-istrinya. Gambaran romantika ini, disampaikan sendiri oleh Aisyah yang bercerita bagaimana Baginda SAW boleh mandi bersama-sama sehingga tangan mereka berselisih dan berganti-gantian.

Mandi yang dimaksudkan dalam perbincangan ini, tidak dikhususkan kepada mandi biasa, bahkan termasuk juga mandi junub atau disebut sebagai mandi wajib.

Dalam hadis riwayat Imam Muslim, ada dinyatakan;

كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ وَنَحْنُ جُنُبَانِ

Maksudnya;
“Aku selalu mandi bersama dengan Rasulullah SAW daripada satu bekas, dan kami ketika itu sedang berjunub
[2]

Tindakan nabi SAW ketika mandi itu, tidak sekadar mandi bersama-sama, bahkan Aisyah juga pernah bercerita bahawa ketika sedang Nabi SAW mandi bersama, Baginda SAW merungkai-rungkaikan rambut Aisyah
[3].

Dan pernah sambil mandi, mereka bergurau-gurau. Mereka berdua bermain-main air, dengan berebut-rebut mengambil air sehingga Aisyah dalam suasana sedang berseronok-seronok meminta kepada Nabi agar air itu disimpan untuknya karena semuanya telah diambil oleh Nabi SAW
[4].

Bahkan dalam hadis yang lain, Ummu Salamah pernah bercerita bahwa dia mandi bersama dengan Nabi SAW dan ketika itu Baginda menciumnya. Hal ini berlaku, ketika Baginda sedang berpuasa
[5].

Dengan ulasan ini, penilaian yang kita dapat ambil adalah, sebagai manusia yang menjadi Umat Nabi Muhammad SAW, selayaknya kita mencontohi amalan Rasulullah SAW ini.

Anggapan yang mengatakan bahwa mandi bersama-sama dengan Istri merupakan amalan jelek, merupakan satu anggapan yang salah dan tersesat dari ajaran islam. Bahkan, jika ditanya kepada kaum hawa, pasti mereka akan merasakan dihargai jika mereka diperlakukan sedemikian oleh suami mereka.

Sebagai istri pula, tidak selayaknya kaum hawa menolak apabila di ajak oleh suami mereka untuk mandi bersama. Lihatlah Aisyah dan Ummu Salamah yang tidak menolak ajakan Nabi SAW untuk mandi bersama-sama. Bahkan, dilihat bahwa Aisyah amat berbangga dengan tindakan Nabi yang mandi dengannya sehingga sanggup menceritakan hal ini. Jika tidak, masakan kisah ini dibukukan dalam kitab-kitab hadis.

Sekian

Rabu, 06 Oktober 2010

IDUL FITHRI DAN HALAL BIHALAL (2)


2      Arti Halal bihalal
Halal bihalal, suatu istilah khas Indonesia, karena sekalipun berasal dari bahasa Arab, rangkaian kalimat seperti ini tidak dikenal dalam susunan bahasa Arab. Arti halal bihalal dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Purwo Darminto, yakni “Acara maaf-memaafkan pada hari lebaran.”
Kata halal dari segi bahasa terambil dari akar kata halla (حل) atau hallala (حلل) yang mempunyai berbagai bentuk dan makna sesuai dengan rangkaian kalimatnya. Makna-makna tersebut antara lain adalah :
a.              Menyelesaikan problem atau kesulitan;
b.              Meluruskan benang kusut;
c.              Mencairkan yang beku;
d.              Melepaskan ikatan yang membelenggu.
Dengan demikian orang yang berhalal bihalal menginginkan adanya sesuatu yang mengubah hubungan yang tadinya keruh menjadi jernih, dari yang beku menjadi cair, dari yang terikat menjadi terlepas atau bebas.

2.             Macam-macam Dosa
Dosa ada 3 macam :
a.              Dosa yang diampuni
Yaitu dosa seorang hamba kepada Tuhannya. Dosa-dosa yang dikerjakan antara shalat fardhu yang satu dengan shalat berikutnya, antara shalat Jum’at yang satu dengan shalat Jum’at yang berikutnya, dosa yang dikerjakan antara puasa Ramadhan yang satu dengan puasa Ramadhan berikutnya akan terhapus secara otomatis selama dijauhi atau tidak mengerjakan dosa besar.
b.              Dosa yang tidak diampuni
Yaitu dosa syirik kepada Allah. Syirik kepada Allah tidak akan diampuni dosanya manakala sebelum meninggal dunia belum taubat dan tidak mohon ampun kepada Allah. (QS. An Nisa : 48, 116; Al Maidah : 72; Az Zumar : 65) 
c.              Dosa yang dibalas dengan balasan yang setimpal
Yaitu dosa yang dilakukan kepada sesama manusia. Mendzalimi orang lain atau merampas hak orang lain misalnya, apabila yang bersangkutan meninggal dunia belum sempat minta maaf dan belum minta halalnya, maka Allah akan menuntut balas kepada yang berbuat dzalim atau kepada orang yang merampas hak orang lain tadi dengan cara mengambil kebaikan atau amal shalihnya kemudian diberikan kepada orang yang didzalimi atau orang yang dirampas haknya. Apabila dengan cara demikian, belum juga terbayar kedzalimannya, lebih lanjut Allah akan mengambil dosa orang yang didzalimi kemudian ditimpakan kepada orang yang berbuat dzalim tadi. Jadilah ia orang yang bangkrut (muflis) dan akhirnya dicampakkan ke dalam api neraka.
Disinilah arti penting halal bihalal. Diharapkan orang yang berhalal bihalal, tidak saja saling maaf-memaafkan dan saling menghalalkan, tetapi supaya dapat mencapai peringkat “yashfahu” yang bukan saja berarti kelapangan, tetapi juga membuka lembaran atau halaman (الصفح) yang baru .
Seseorang yang melakukan yā’fu dan yashfahu hendaknya mampu menampung segala ketersinggungan serta dapat pula menutup lembaran lama dan membuka lembaran baru. Perhatikan firman Allah yang berikut :
 ... dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah  mengampunimu? ...” (QS. An Nuur : 22)   

Senin, 04 Oktober 2010

IDUL FITHRI DAN HALAL BIHALAL



Halal bihalal sudah membudaya dikalangan bangsa Indonesia, sehingga melibatkan semua pihak baik muslim maupun non muslim, mereka yang berpuasa maupun mereka yang tidak berpuasa.
Berbicara masalah halal bihalal tidak dapat dipisahkan dengan berbicara tentang peristiwa yang mendahuluinya, yaitu Idul Fitri, karena adanya halal bihalal ini di dahului oleh Idul Fitri, sedangkan Idul Fitri ada karena adanya Shiyam Ramadhan.
Oleh sebab itu dalam membahas halal bihalal mestinya kita mulai dari pembahasan Shiyam Ramadhan, namun mengingat sempitnya waktu maka pembahasan kita mulai dari Idul Fitri.
1.             Arti Idul Fitri
Kata Idul Fithri (عيد الفطر) banyak orang yang mengartikan kembali kepada kesucian. Terjemah ini tidak 100% betul, sebab tidak ada kamusnya. Yang ada pada kamus Munjid, kata Ied (عيد) berakar ‘Aada (عاد) = telah kembali, Shighatnya fi’il maadli, Ya’uudu (يعود) = lagi kembali, shighatnya fi’il Mudhori', dan Audan (عودا) atau 'Audatan (عودة) = kembali, shighatnya isim masdar.
Kemudian    kalau    kata    'Aada   -   ‘Ya’uudu    -    ‘audan,    ‘Iyaadan    dan    Iyaadatan                            (عاد – يعود – عودا – عيادا – عيادة) = pergi menengok orang sakit.
Ternyata disitu kata kembali bahasa arabnya ‘Audan (عودا) dan ‘Audatan (عودة) dan bukan ‘Iid (عيد).
Adapun kata Ied (عيد) yang ada pada kamus munjid adalah :
العيد = الموسم . كل يوم فيه جمع اوتذ كارلذي فضل او حاد ثة مهمة
“Ied = musim, (Yaitu semua hari yang disitu untuk kumpul-kumpul atau sebagai peringatan karena memiliki keutamaan atau peristiwa yang penting.”
قيل أنه سمي عيدا لأ نه يعود كل سنة بفرح مجدد
“Kemudian hari tadi disebut “IID” karena ia senantiasa datang kembali dengan membawa kegembiraan yang baru”
Sedangkan kata fithr (فطر) muradifnya “kasrush-shaumi” (كسر الصوم) artinya: buka puasa. Kata fithr (فطر) tidak sama dengan “fithrotun” (فطرة) muradifnya “Khilqatun” (خلقة) = kejadian atau perangai semula.
Jadi “Iidul Fithri” (عيد الفطر) artinya: "Iidul Muslimin ba'da shaumi Ramadhan”                      (عيد المسلمين بعد صوم رمضان)  Artinya : “Hari Raya Umat Islam setelah Shaum Ramadhan”  (Munjid, Hal:619).
Adapun Iidul Fithri yang sering diartikan kembali kepada kesucian, konotasinya pada hadits Nabi riwayat Ibnu Majjah dan Baihaqi dari Abdurrahman bin'Auf, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda :
 من صامه وقامه ايمانا واحتسابا خرج من ذنوبه كيوم ولدته أمه
“Barang siapa puasa Ramdhan dan Qiyam Ramadhan (Shalat Tarawih pada malam harinya) dengan penuh iman dan mengharapkan ridlo Allah, pasti akan keluar dari dosanya sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.” 

Dari hadits seperti tersebut di atas, barang kali “Iidul Fithri” diartikan dan difahami kembali kepada kesucian, dengan catatan shiyam dan qiyam Ramadhan-nya benar-benar didasari iman dan mengharap ridlo Allah semata.