Jumat, 31 Desember 2010

TIDAK MENERIMA UNDANGAN TANPA ISTRI

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wa barokaatuh,

Kebahagiaan tidak sekadar wujudnya kemesraaan antara suami dan istri. Kadangkala istri akan merasa mereka dihargai juga merupakan cara untuk melahirkan kebahagiaan berumah tangga.

Sebagai suami yang baik, Nabi SAW amat meletakkan para istrinya sebagai manusia yang dimuliakan di mata masyarakat. Tindakan Nabi SAW itu adalah, untuk melahirkan perasaan berharga dalam diri para istri di mata suami mereka.

Jika diselidiki dari hadits-hadits. Kita akan temukan, antara cara Nabi SAW bertindak mewujudkan perasaan kebanggaan istri baginda adalah dengan menghadiri sesuatu majlis tertentu dengan disertai istri baginda bersama. Bahkan, apabila undangan itu hanya kepada Nabi, baginda tidak menerima undangan tersebut hinggalah istri baginda juga diundang.

Ini disandarkan kepada satu hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang berkata;

أَنَّ جَارًا لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَارِسِيًّا كَانَ طَيِّبَ الْمَرَقِ فَصَنَعَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ جَاءَ يَدْعُوهُ فَقَالَ وَهَذِهِ لِعَائِشَةَ فَقَالَ لَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا فَعَادَ يَدْعُوهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَذِهِ قَالَ لَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ثُمَّ عَادَ يَدْعُوهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهَذِهِ قَالَ نَعَمْ فِي الثَّالِثَةِ فَقَامَا يَتَدَافَعَانِ حَتَّى أَتَيَا مَنْزِلَهُ

Artinya:
”Sesungguhnya Rasulullah SAW mempunyai seorang pembantu berbangsa farsi. Dia mempunyai kepandaian memasak lauk berkuah. Dia telah memasak untuk dihidangkan bersama Rasulullah SAW. kemudian Dia menjemput Nabi. Nabi berkata : ”Apakah Aisyah diundang juga?” Dia menjawab: ”tidak”. Nabi berkata : ”kalau begitu, aku pun tidak menerima undangan itu”. Dia pun pulang dan datang kembali menjemput. Nabi SAW berkata : ”apakah Aisyah diundang juga?” dia berkata : ”tidak”. Nabi SAW berkata : ”kalau begitu, Aku tidak akan menerima undangan ini” Dia pulang dan datang kembali lagi menjemput. Nabi berkata : ”apakah Aisyah diundang?” Dia menjawab : ”Ya” pada kali ketiga. Nabi dan Aisyah pun bangun, dan sama-sama ke rumahnya[1]”

Lihatlah Nabi SAW dalam hadits ini, bagaimana penghargaan yang telah diberikan oleh Nabi kepada istri baginda. Tindakan Nabi SAW ini seyoyanya dijadikan contoh teladan yang baik dalam melahirkan kebahagiaan sesama suami dan istri.

Istri pasti akan berbangga diri, jika suami mereka bertindak tidak mengabaikan mereka dalam menghadiri majlis-majlis tertentu. Lebih-lebih lagi, jika suami mereka adalah orang yang terkenal.

Begitu juga, dengan tindakan membawa istri sama dalam sesuatu majlis, seharusnya di sana wujudnya persaudaraan itu tidak sekadar dengan suami saja, tetapi sudah melibatkan bersaudaraan antara keluarga. Yang pasti, dengan seperti itu dapat melahirkan masyarakat yang harmoniss.

Melahirkan masyarakat harmonis sering menjadi perbincangan. Permasalahan ini tidak berjaya dirungkaikan, apabila mereka tidak berjaya mendapat satu keputusan yang kukuh. Apa yang nyata, Nabi SAW sendiri sebenarnya telah memberikan panduan dalam menyelesaikan permasalahan yang sedang dibincangkan itu. Tetapi sedih, ianya tidak disambut dengan sebaiknya.

Demikian tadi Nabi SAW sendiri telah memberikan satu panduan yang amat berguna dalam menyelesaikan permasalahan ini. Bukan sekadar masalah masyarakat harmonis saja boleh terbina, bahkan ianya juga berjaya melahirkan keharmonisan dalam berumahtangga.

Apabila istri sudah rasa dihargai suami, maka sudah pasti istri tidak akan mengabaikan tugasnya untuk membalas penghargaan yang diberikan suami. Maka disitulah, bermula kebahagian yang cantik lagi indah dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Demikian, wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

[1] Sahih Muslim : 3798.

Rabu, 29 Desember 2010

MENCIUM ISTRI JADI RUTIN HARIAN (2)

Inilah kelanjutan pembahasan yang sebelumnya.

Assalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Bekenaan dengan, ada sebagian ulama fiqh menfatwakan mencium istri bagi orang berpuasa adalah makruh. Mereka menyandarkan kepada satu hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah R.Ha yang berkata;

أتى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجل ، فقال : أقبل في رمضان ؟ قال : « نعم » ثم أتاه آخر ، فقال : أقبل في رمضان ؟ قال : لا ، فقالت عائشة : يا نبي الله ، أذنت لذلك ، ومنعت هذا ؟ قال : « إن الذي أذنت له شيخ كبير يملك إربه ، والذي منعته رجل شاب لا يملك إربه ، فلذلك منعته

Maksudnya;
“Seorang lelaki datang berjumpa dengan Rasulullah SAW, berkata; “bolehkah aku cium istriku pada bulan Ramadhan?” Nabi berkata : “boleh”. Datang pula lelaki lain bertanya; “bolehkah aku cium istriku pada bulan Ramadhan?” nabi berkata : “tidak boleh”. Aisyah berkata: Wahai Nabi Allah, kamu izinkan yang ini, dan kamu mencegah yang itu? berkata Nabi : Yang Aku izinkan itu adalah seorang lelaki yang sudah tua. Pasti dia mampu menahan syahwatnya. Dan yang Aku cegah itu pula adalah adalah lelaki muda. Dia tidak mampu menahan syahwatnya, sebab itulah aku mencegahnya[2]”

Jelas dari hadits ini. Larangan dari Nabi agar tidak mencium istri dalam bulan ramadhan adalah dikala bimbang berlaku persetubuhan. Adapun jika tidak ada kebimbangan berlaku persetubuhan, maka mencium istri itu adalah ibadah, yang memberikan pahala kepada orang yang melakukannya.

Nah, teladan Nabi ini amat berguna untuk dijadikan panduan dalam mencipta kemesraan dan kebahagiaan dalam berumahtangga. Dengan mencium Istri, kebahagiaan, kemesraan dan keseronokkan dalam berumah tangga pasti akan wujud.

Jadikanlah mencium istri ini sebagai rutin harian. karena, disebalik tunjuk ajar nabi ini, pasti akan melahirkan sesuatu yang tidak terduga dalam melayari bahtera dalam usaha menuju ke Syurga Allah.

Sekian, wassalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,



[1] Sahih Muslim : 1860
[2] Amali Al-Muhamali : 105.

MENCIUM ISTRI JADI RUTIN HARIAN (1)

Assalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Mencium istri merupakan ibadah. Islam memandang, tindakan tersebut tidak terlarang, bahkan dapat memberikan pahala kepada suami. Lagi pula, dengan ciuman itu akan membawa kepada bersetubuh.

Istri pasti akan gembira apabila mereka selalu dicium oleh suami mereka. Hati yang gundah, bisa menjadi bahagia. Gelap kesedihan, bisa menjadi cerah dengan keriangan.

Melihat kepada Nabi, suri teladan ini menjadi amalan harian Nabi SAW di kala bersama istri. Tindakan Nabi itu tidak pernah diabaikan, bahkan dalam bulan ramadhan sekalipun.

Aisyah R.Ha tlah meriwayatkan hadits dengan katanya;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ فِي رَمَضَانَ وَهُوَ صَائِمٌ

Maksudnya;
“Rasulullah SAW sentiasa mencium aku dalam bulan Ramadhan, ketika itu Baginda SAW sedang berpuasa[1]”

Hadits ini amat nyata lagi jelas, Nabi SAW tetap juga memberikan kasih sayang baginda kepada istri tanpa memandang waktu. Bulan Ramadhan yang diwajibkan berpuasa tidak dijadikan penghalang bagi Nabi untuk bermesraan dengan istri.

Mungkin ada sebagian pihak akan merasa ganjil berkenaan dengan cium istri ketika sedang berpuasa. Dari sisi hukum, cium istri dikala sedang berpuasa bukanlah larangan. Tetapi yang terlarang adalah, cium itu yang bisa membawa kepada persetubuhan.

Sekian dulu pembahasan mengenai hal tersebut di atas, dan silakan ikuti kelanjutannya.
Wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh.

Jumat, 24 Desember 2010

MESRA DAN MANJA DALAM PANGGILAN (2, habis)

Inilah kelanjutan yang sebelumnya,…

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,


Bahkan jika diperhatikan kepada hadits lain, antara tindakan Nabi tempat Nabi SAW memanggil istri dengan panggilan manja, apabila baginda SAW ingin menegur istrinya yang melakukan kekhilafan.

Ini disandarkan kepada hadits;

كانت عائشة رضي الله عنها إذا غضبت عرك النبي صلى الله عليه وسلم بأنفها ، ثم يقول : « يا عويش ، قولي : اللهم رب محمد ، اغفر لي ذنبي ، وأذهب غيظ قلبي ، وأجرني من مضلات الفتن »

Maksudnya;
"ketika Aisyah sedang marah, nabi SAW memicit hidungnya, lalu berkata : ya 'Uwaisy, katakanlah; Ya Allah yang merupakan tuhan Muhammad. Ampunilah untuku dosaku. Dan hilangkan kekerasan hatiku, dan selamatkan aku daripada fitnah yang menyesat[2]"

Dari hadits ini, kita dapat melihat bagaimana bijaknya Nabi SAW dalam mengurus psikologi istrinya dalam menegur.

Apabila kita menegur kekhilafan istri, kadangkala melahirkan perasaan istri yang agak kurang menerima teguran. Perasaan itu timbul, akibatnya mereka dalam keadaan ego.

Justru, bagi melahirkan perasaan mereka boleh menerima teguran, psikologi yang digunakan Nabi SAW adalah memanggilnya dengan panggilan yang mempunyai unsur manja dan mesra. Ini karena, apabila unsur manja ini digunakan, pasti perasaan mau menolak teguran tidak akan berlaku.

Oleh karena itu, kepada para suami, jadikan hadits ini sebagai teladan dalam menghadapi ranjau dalam berumah tangga. Panggilan manja perlu dijadikan sesuatu yang berharga. Sesuatu yang berharga, tidak boleh digunakan selalu, karena nilainya akan lupus dari sudut perasaan hati.

Justru, jadikanlah panggilan manja ini sebagai alat untuk meleraikan masalah, dikala berlaku krisis dan sebagainya.

Adapun panggilan harian, perlu juga mempunyai unsur bermanja, seperti soerang lelaki yang mempunyai istri bernama Sabariyyah, maka dipanggilnya dengan "Yah" saja; hamidah, dipanggil dengan "Mida" saja; Hafiza, dipanggil dengan "Fiza" saja dan seterusnya.

Namun begitu, perlu ada juga "panggilan simpanan", dengan menyediakan panggilan yang lebih mesra dan manja berbanding panggilan mesra harian. Seperti "Wahai Sabariah Si kecil molek", "Wahai Mida si cantik manis", "Wahai Fiza si jantung hati" atau seumpama dengannya.

Itu bukan untuk digunakan harian, tetapi sebagai panggilan untuk memberi ruang kepada hati perempuan menilai cinta dikala menghadapi krisis.

Fikir-fikirkanlah wahai para suami….

Sekian, wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

[1] Sab'ah majlis : 10
[2] 'Aml Al-Yaum wa Al-lailah : 454.

MESRA DAN MANJA DALAM PANGGILAN (2, habis)

Inilah kelanjutan yang sebelumnya,…

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,


Bahkan jika diperhatikan kepada hadits lain, antara tindakan Nabi tempat Nabi SAW memanggil istri dengan panggilan manja, apabila baginda SAW ingin menegur istrinya yang melakukan kekhilafan.

Ini disandarkan kepada hadits;

كانت عائشة رضي الله عنها إذا غضبت عرك النبي صلى الله عليه وسلم بأنفها ، ثم يقول : « يا عويش ، قولي : اللهم رب محمد ، اغفر لي ذنبي ، وأذهب غيظ قلبي ، وأجرني من مضلات الفتن »

Maksudnya;
"ketika Aisyah sedang marah, nabi SAW memicit hidungnya, lalu berkata : ya 'Uwaisy, katakanlah; Ya Allah yang merupakan tuhan Muhammad. Ampunilah untuku dosaku. Dan hilangkan kekerasan hatiku, dan selamatkan aku daripada fitnah yang menyesat[2]"

Dari hadits ini, kita dapat melihat bagaimana bijaknya Nabi SAW dalam mengurus psikologi istrinya dalam menegur.

Apabila kita menegur kekhilafan istri, kadangkala melahirkan perasaan istri yang agak kurang menerima teguran. Perasaan itu timbul, akibatnya mereka dalam keadaan ego.

Justru, bagi melahirkan perasaan mereka boleh menerima teguran, psikologi yang digunakan Nabi SAW adalah memanggilnya dengan panggilan yang mempunyai unsur manja dan mesra. Ini karena, apabila unsur manja ini digunakan, pasti perasaan mau menolak teguran tidak akan berlaku.

Oleh karena itu, kepada para suami, jadikan hadits ini sebagai teladan dalam menghadapi ranjau dalam berumah tangga. Panggilan manja perlu dijadikan sesuatu yang berharga. Sesuatu yang berharga, tidak boleh digunakan selalu, karena nilainya akan lupus dari sudut perasaan hati.

Justru, jadikanlah panggilan manja ini sebagai alat untuk meleraikan masalah, dikala berlaku krisis dan sebagainya.

Adapun panggilan harian, perlu juga mempunyai unsur bermanja, seperti soerang lelaki yang mempunyai istri bernama Sabariyyah, maka dipanggilnya dengan "Yah" saja; hamidah, dipanggil dengan "Mida" saja; Hafiza, dipanggil dengan "Fiza" saja dan seterusnya.

Namun begitu, perlu ada juga "panggilan simpanan", dengan menyediakan panggilan yang lebih mesra dan manja berbanding panggilan mesra harian. Seperti "Wahai Sabariah Si kecil molek", "Wahai Mida si cantik manis", "Wahai Fiza si jantung hati" atau seumpama dengannya.

Itu bukan untuk digunakan harian, tetapi sebagai panggilan untuk memberi ruang kepada hati perempuan menilai cinta dikala menghadapi krisis.

Fikir-fikirkanlah wahai para suami….

Sekian, wassalaamu ’alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

[1] Sab'ah majlis : 10
[2] 'Aml Al-Yaum wa Al-lailah : 454.

MESRA DAN MANJA DALAM PANGGILAN

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Panggilan manja mempunyai daya penarik yang kuat untuk melunakkan hati perempuan. Apabila mereka marah, kepanasan api marah bisa disejukkan dengan air panggilan manja.

Dari sudut psikologi, panggilan manja tidak boleh digunakan sehari-hari. Dikhawatirkan "auranya" menjadi biasa. Apabila ia menjadi biasa, sudah pasti ia menjadi tidak berharga.

Orang yang mendapat kereta baru, dia akan menjaga kereta baru itu dengan sebaik-baiknya. Malam sukar untuk tidur, karena pemikirannya terikat dengan kereta baru. Namun begitu, apabila kereta baru itu sudah sampai kepada umur yang lanjut, perasaan "sukar tidur" malam itu sudah tiada lagi. Semuanya karena, kereta itu menjadi penglihatan matanya sehari-hari.

Begitu juga, orang yang baru pandai memandu, pantang nampak kunci kereta, terus saja mau memandu. Tetapi, apabila sudah hari-hari memandu, masakan kunci kereta, melihat kereta pun kadang-kadang tidak melahirkan perasaan gejolak mau memandu lagi.

Persoalannya, mengapa perasaan itu terjadi?

Tentunya karena "aura" sudah kehabisan nilai. Bagaimana "aura" itu boleh kehabisan nilai?

Puncanya apabila itu sudah menjadi bahan harian.

Keadaan yang sama juga ketika berinteraksi dengan istri. Kebiasaan Nabi SAW memanggil istri dengan panggilan biasa. Tetapi, dalam keadaan tertentu, Nabi SAW menjadikan panggilan manja sebagai senjata tajam dalam melahirkan kemesraan.

Diceritakan dalam hadits, bahwa Aisyah ada berkata;

إن أول سورة تعلمتها من القرآن طه ، فكنت إذا قلت : طه ما أنزلنا عليك القرآن لتشقى قال صلى الله عليه وسلم : « لا
شقيت يا عائش »

Maksudnya;
"Sesungguhnya surat yang mula-mula sekali aku pelajari daripada Al-Quran adalah surat Taha. Jika aku membaca "Taha.. tidaklah kami turunkan Al-Quran itu untuk kamu menjadi celaka" bersabda Nabi SAW : kamu tidak akan jadi celaka wahai 'Aisy[1]"

Hadits ini dapat dilihat, tindakan Nabi SAW memanggil dengan panggilan manja itu bukanlah merupakan panggilan selalu, tetapi dalam masa-masa tertentu saja. Tindakan Nabi melakukan sedemikian, agar aura panggilan manja itu tidak kehabisan nilai.

Demikian dulu, untuk kelanjutannya, silakan ikuti yang berikutnya,

Wassalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

Minggu, 19 Desember 2010

BERMESRAAN DI HADAPAN KHALAYAK (2)

Inilah kelanjutannya,..

Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Juga, ditemukan Nabi SAW tidak marah dan menunjukkan rasa tidak rela dikala Aisyah meletakkan dagunya di bahu baginda SAW. Bahkan kita dapat lihat, Nabi SAW membiarkan saja tindakan Aisyah itu, sehinggakan Nabi SAW sendiri bertanya kepada istrinya, apakah sudah puas melihat tontonan tersebut atau tidak?

Dari hadits ini juga, dilihat seperti Aisyah yang memulai tindakan mau bermanja dengan Nabi SAW dengan meletakkan dagunya di bahu Baginda. Tetapi, jika disimak pada hadits-hadits yang lain pula, kita akan temukan, bukan istri saja yang memulai indakan romantik, bahkan dilihat Nabi SAW sendiri pernah memulai tindakan romantic tersebut, dengan menyandarkan belakangnya ke bahu istri.

Ini dibuktikan dengan hadits Ummu Salamah yang menyebut;

نهش رسول الله صلى الله عليه وسلم عندي كتفا ثم خرج إلى الصلاة ولم يمس ماء

Maksudnya;
“Rasulullah SAW menyandarkan bahu baginda kepadaku, kemudian keluar Solat tanpa mengambil wudu’ lain[2]”

Kepada para suami dan istri, hadits-hadits yang dikemukakan ini hendaklah dijadikan panduan dalam berumahtangga, terutama sekali dalam mewujudkan keharmonian berkeluarga.

Menonton bersama bukanlah tindakan yang dilarang, tetapi hendaklah dari bahan tontonan yang syariat tidak melarang. Pastikannya harus di sisi Syarak, agar terhinda dari rosak sorai masyarakat.

Semasa menonton pula, syarak tidak memandang sebagai dosa, jika suami istri itu melakukan tindakan mesra, seperti bersandar-sandar sesama sendiri, berpegang-pegangan tangan, berlawan-lawan mata, jeling menjeling, bergurau-gurau, suami mentertawakan istri, istri mentertawakan suami dan sebagainya. Bahkan, tindakan sebegitu sedikit sebanyak akan melahirkan perasaan kasih sayang yang mendalam, yang sudah pasti akan melahirkan perasaan cinta yang hangat dalam mengarungi bahtera rumahtangga di lautan dalam.

Mudah-mudahan dengan tindakan Nabi yang dinukilkan ini, dapat memberikan satu rangsangan baru bagi suami dan istri, lebih-lebih lagi bagi mereka yang maukan kehidupan berumahtangga yang harmoni.

Sekian, wassalaamu ’alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,


[1] Sunan At-Tirmizi : 3624.
[2] Musannaf Ibni Abi Syaibah : 1/65

BERMESRAAN DI HADAPAN KHALAYAK (1)

Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Sebagian masyarakat kita menganggap, bermesraan di hadapan khalayak adalah tindakan yang memalukan. Pemahaman ini adalah satu tindakan yang alah dari konsep Islam ajaran Nabi Muhammad SAW.

Nabi SAW sebagai role model yang terbaik telah membuktikan, bahwa Baginda SAW tidak membatasi kemesraan dengan istri hanya di ranjang saja, bahkan di hadapan khalayak pun Nabi SAW pernah bermesraan-mesraan.

Justru itulah, apabila kita membaca hadits-hadits, kita akan menemukan bahwa Nabi SAW selalu sangat melakukan sesuatu tindakan yang menggambarkan Nabi sedang bermesraan dengan istrinya dihadapan para sahabat.

Ini dibuktikan dengan satu hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah R.Ha, bahwa beliau berkata;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسًا فَسَمِعْنَا لَغَطًا وَصَوْتَ صِبْيَانٍ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا حَبَشِيَّةٌ تَزْفِنُ وَالصِّبْيَانُ حَوْلَهَا فَقَالَ يَا عَائِشَةُ تَعَالَيْ فَانْظُرِي فَجِئْتُ فَوَضَعْتُ لَحْيَيَّ عَلَى مَنْكِبِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَيْهَا مَا بَيْنَ الْمَنْكِبِ إِلَى رَأْسِهِ فَقَالَ لِي أَمَا شَبِعْتِ أَمَا شَبِعْتِ قَالَتْ فَجَعَلْتُ أَقُولُ لَا لِأَنْظُرَ مَنْزِلَتِي عِنْدَهُ إِذْ طَلَعَ عُمَرُ قَالَتْ فَارْفَضَّ النَّاسُ عَنْهَا قَالَتْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَنْظُرُ إِلَى شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ قَدْ فَرُّوا مِنْ عُمَرَ

Maksudnya;
“Rasulullah SAW sedang duduk lalu terdengar suara bising dan suara anak-anak. Baginda SAW berdiri melihat, ditemukan ada seorang perempuan Habsyah telah dikerumuni oleh anak-anak karena sedang mengadakan satu pertunjukan. Baginda SAW memanggil; “wahai Aisyah, kemari kamu, dan lihatlah ini”. Aku datang dan aku meletakkan daguku pada bahu Rasulullah SAW dan melihat pertunjukkan tersebut. Sebentar kemudian Baginda bertanya; “apakah kamu sudah puas? Apakah kamu sudah puas?” aku mengatakan; “belum”. Tiba-tiba muncul Omar bin Al-Khattab, menyebabakan anak-anak dan perempuan Habsyah itu bersurai. Berkata Rasulullah SAW; sesungguhnya aku melihat Syaitan Manusia dan Jin lari berhampiran daripada diri Omar[1]”

Hadits ini menjadi bukti, baginda SAW senantiasa bermesraan dengan para istrinya dengan tidak dikhususkan di tempat tertutup saja, bahkan di hadapan khalayak pun, kadangkala Nabi SAW menunjukkan kemesraan Baginda dengan para istri.

Kemesraan yang boleh dipelajari dari hadits ini adalah, ditemukan Nabi SAW memanggil Aisyah apabila dilihat ada sesuatu yang menarik untuk ditonton. Menunjukkan, Nabi SAW tidak akan menonton sendirian, bahkan jika itu juga diminati oleh istri, pasti Nabi SAW akan memanggil agar istrinya dapat menonton bersama.


Sekian dulu, silakan ikuti kelanjutannya,
Wassalaamu ’alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Jumat, 17 Desember 2010

TEGURAN ROMANTIK DI KALA ISTRI MARAH (2, habis)

Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Inilah kelanjutannya,…
Ini disandarkan kepada hadits dari Qasim bin Muhammad bin Abi Bakar yang berbunyi;

كانت عائشة رضي الله عنها إذا غضبت عرك النبي صلى الله عليه وسلم بأنفها ، ثم يقول : « يا عويش ، قولي : اللهم رب محمد ، اغفر لي ذنبي ، وأذهب غيظ قلبي ، وأجرني من مضلات الفتن

Maksudnya;
“Apabila Aisyah sedang marah, Nabi SAW memicit hidungnya seraya berkata :”wahai A’yish, katakanlah, Ya Allah tuhan Muhammad, ampunilah dosaku. Dan hilangkan kekerasan hatiku, dan lindungi aku dari fitnah yang menyesatkan[3]”

Hadits ini merupakan satu panduan dari Nabi SAW kepada lelaki dalam menghadapi istri yang kadangkala agak keterlaluan dalam memarahi sesuatu perkara.

Jika diperhatikan, hadits ini menyebut bahwa dikala Aisyah sedang marah, Nabi SAW tidak memanggilnya dengan panggilan biasa, tetapi memanggil dengan panggilan yang mengandung unsur manja dan mesra, yaitu dengan menyebut “Ya A’yish” atau diterjemah melayu “wahai ‘Aisyah yang kecil molek”. Disamping itu juga, Nabi SAW menunjukkan dari sudut perbuatan manja dan mesra dengan memicit hidung Aisyah dikala melakukan teguran tersebut.

Apabila perempuan dipanggil dengan panggilan manja dan diperlakukan seperti itu, pasti perasaan mereka akan berubah. Marah yang meluap-luap akan segera dipadamkan dengan air manja dan sentuhan. Dengan tindakan Nabi SAW itu, pasti kemarahan mereka akan reda, dan dalam waktu yang sama Baginda SAW telah berjaya mewujudkan suasana mesra dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

Alangkah indahnya aturan Allah dengan mendatangkan Nabi SAW dalam menjaga manusia. kisah begini sepatutnya dijadikan pengajaran kepada semua manusia yang berumah tangga, agar kehidupan berkeluarga akan sentiasa indah dan makmur.

Sekian, wassalaamu ‘alaikum wa rohmtullohi wa barokaatuh.


[1] Sahih Al-Bukhari : 3084.
[2] Fath Al-Bari : 10/111.
[3] Amal Al-Lail wa Al-Lailah Li Ibni As-Sunni : 454. Syaikh Albani menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits doif dalam kitab Doif Al-Jami’ : 4433

TEGURAN ROMANTIK DI KALA ISTRI MARAH (1)

Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Dari segi kejiwaan, keadaan perempuan tidak sama seperti lelaki. Keadaan lelaki yang kurang beremosi dibanding perempuan. Sehubungan dengan itu, Allah memberikan kelayakkan menjadi pemimpin kepada lelaki dibanding perempuan.

Firman Allah;

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ

Maksudnya;
”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)”

(Surah An-Nisa’ : 34)

Perempuan diciptakan oleh Allah sesudah penciptaan lelaki. Adam diciptakan oleh Allah terlebih dahulu berbanding hawa. Itu maksudnya, perempuan hidup memerlukan perlindungan lelaki.

Kita memandang perempuan tidak seperti lelaki, kadangkala perempuan itu boleh melakukan sesuatu kekhilafan. Bukan bermakna lelaki tidak melakukan kekhilafan, tetapi kekhilafan mereka tidak seperti kekhilafan yang dibuat oleh lelaki.

Lebih-lebih lagi, dari kejadian mereka sendiri adalah tulang rusuk yang paling bengkok.

Sabda Nabi SAW;

فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ

Maksudnya;
”Sesungguhnya perempuan itu diciptakan daripada tulang rusuk. Sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Sekiranya kamu mahu meluruskannya, pasti kamu mematahkannya. Sekiranya kamu membiarkannya, pasti ia akan sentiasa bengkok. Oleh itu, sentiasalah memberi wasiat kebaikan kepada mereka[1]”

Menurut Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, hadits ini memberi gambaran bahwa Hawa diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk Adam. Tetapi, Imam Al-Qurtubi pula menyatakan, maksud dengan perempuan diciptakan dari tulang rusuk bukanlah memang hakikatnya diciptakan dari tulang rusuk Adam, tetapi menggambarkan betapa ”bengkoknya” perempuan seperti bengkoknya tulang rusuk[2].

Walaubagaimanapun, hadits ini telah memberikan satu gambaran bahwa jika perempuan melakukan kesalahan, kesalahan itu tidak sama seperti kesalahan yang dilakukan oleh lelaki.

Justru itu, dijuluki bengkok itu semakin berlebihan, menyebabkan Nabi SAW ada memberikan sedikit panduan dalam membetulkan kekhilafan perempuan.

Ikutilah kelanjutannnya, wassalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Rabu, 15 Desember 2010

TIDAK BERSALAH NAMUN MINTA MAAF (2, habis)

Assalaamu 'alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Ini adalah kelanjutan kisah yang terdahulu,...
Sudah nyata lagi jelas, tidak ada kesalahan kita mengkritik yahudi. Ajaran Al-Quran amat terang, bagaimana kritikan terhadap yahudi adalah sesuatu yang diizinkan. Artinya, tindakan Nabi SAW adalah perkara yang tidak salah disisi Allah.

Naum begitu, bimbang hati Sofiyyah terluka disebabkan oleh tindakan Nabi mengkritik kaumnya, menyebabkan Nabi SAW memohon maaf terhadap istrinya, agar, akan terubatlah luka jika dia terluka. Atau menyelamatkan hati itu dari terluka, jika dia belum terluka.

Meneliti kepada hadits ini, ada dua dan tiga perkara yang boleh kita pelajari demi mencapai kehidupan bahagia antara suami dan istri. Antaranya adalah dengan menaiki kenderaaan bersama-sama. Juga, sering menjaga perasaan istri agar ianya tidak terluka, walaupun kadangkala sesuatu tindakan kita itu sememangnya benar, atau semenangnya tindakan istri kita itu memang salah.

Menegur kesalahan istri adalah wajib, jika tidak, pasti bengkok tulang rusuk semakin menjadi-jadi, namun begitu, teguran yang dilakukan hendaklah berhikmah. Penuh dengan segala kebijaksanaan, agar tulang yang bengkok itu walaupun tidak bisa diluruskan, tetapi sekurang-kuranya tulang yang bengkok itu tidak semakin bengkok.

Lihatlah Nabi SAW dalam hadits ini. walaupun Baginda SAW melakukan satu tindakan yang tidak salah di sisi Allah, bahkan tindakan itu adalah satu kebenaran, tetapi tetap meminta maaf kepada Sofiyyah, kerana khawatir hati Sofiyyah terluka.

Hati bila terluka, amat susah untuk diubati. Jika itu tidak diobati, dibimbangi melahirkan parut yang menjadi kenangan. Yang lebih bimbang, jika parut itu berdarah semula. Inikan pula hati perempuan yang diciptakan Allah dengan ciri-ciri kelembutan.

Sekian, wassalaamu ‘alaikum warohmatullohi wa barokaatuh.

[1] Musnad Abi Ya’la : 6963

TIDAK BERSALAH NAMUN MINTA MAAF

Assalaamu ‘alaikum wa rohmatullohi wa barokaatuh,

Setiap manusia pasti akan melakukan kekhilafan. Kekhilafan itu, sama saja ada melibatkan kepada dosa atau tidak melibatkan kepada dosa. Kekhilafan yang melibatkan kepada dosa, mewajibkan orang tersebut bertaubat kepada Allah.

Nabi SAW juga pernah melakukan kekhilafan, namun kekhilafan Nabi itu tidak melibatkan kepada dosa, dan itupun langsung ditegur oleh Allah SWT.

Lihatlah teguran yang Allah berikan kepada Nabi SAW pada surah ”Abasa”, mengnai kekhilafan Nabi SAW yang melayani pembesar-pembesar Quraish dengan harapan mereka beriman dengan Allah tanpa melayani kehadiran seorang sahabat buta yang bernama Abdullah bin Ummi Al-Makhtum.

Amat nyata, Nabi SAW juga melakukan kekhilafan, tetapi kekhilafan itu tidak melibatkan kepada dosa, disamping tidak mencacatkan kenabian Nabi Muhammad SAW.

Kadangkala, dirasakan sesuatu tindakan itu bersalah kepada individu-individu tertentu, walaupun itu sebenarnya tidak salah disisi Allah SWT.

Keadaan ini menimpa sendiri kepada diri Nabi SAW yang telah mengkritik terhadap tindakan para yahudi, sedangkan dalam masa yang sama, antara istri Baginda adalah seorang perempuan yang asalnya beragama yahudi, tetapi memeluk islam, disamping ayahnya pula masih saja dengan agama lamanya.

Ayah Sofiyyah yang bernama Huyay bin Akhtab adalah pembenci utama terhadap Nabi SAW dari yahudi Kabilah Bani Nadhir. Berbagai-bagai tindakan yang dilakukan oleh beliau terhadap Nabi SAW. Beliau sering menyakiti hati Nabi SAW sehingga tindakan itu boleh disifatkan sebagai keterlaluan atau melampaui batas.

Tindakan Huyay bin Akhtab itu menyebabkan Nabi SAW bertindak mengkritik, sedangkan kritikan Nabi itu terdengar oleh anak Huyay yang merupakan istri Nabi SAW.

Mungkin hati Sofiyyah terluka (?). Itu tidak dipastikan. Tetapi, bimbang apa memang terluka, maka Nabi SAW menyediakan pencegah luka, agar luka itu tidak benar-benar terluka.

Sofiyyah ada bercerita;

ما رأيت قط أحسن خلقا من رسول الله صلى الله عليه وسلم ، لقد رأيته ركب بي من خيبر على عجز ناقته ليلا ، فجعلت أنعس فيضرب رأسي مؤخرة الرحل ، فيمسني بيده ويقول : « يا هذه مهلا يا بنت حيي » ، حتى إذا جاء الصهباء ، قال : « أما إني أعتذر إليك يا صفية مما صنعت بقومك ، إنهم قالوا لي كذا وكذا »

Maksudnya;
”Aku tidak pernah melihat manusia yang boleh mengatasi kebaikan akhlak Nabi Saw. aku menunggang kenderaan unta pada satu malam bersama Baginda. Aku ketika itu terlalu mengantuk menyebabkan kepalaku tersengguk-sengguk. Lalu, Baginda SAW menyentuhku sambil berkata; ”Wahai orang ini. tahan sedikit wahai anak perempuan Huyay (jangan cepat mengantuk). Apabila sampai di As-Sohba’, baginda berkata; ”aku minta maaf dari kamu wahai Sofiyyah daripada apa yang aku lakukan terhadap kaum kamu. Sesungguhnya, mereka berkata kepadaku begian begian...[1]”

Jumat, 03 Desember 2010

MENEMANI ISTRI DALAM PERJALANAN (lanjutan, habis)

Hadits yang dinukilkan di atas, amat nyata dan jelas bahwa betapa Nabi SAW amat mengambil perhatian terhadap istrinya yang bernama Sofiyyah ini. Perhatian yang diberikan itu amat besar sehingga baginda SAW sendiri yang menghantar Sofiyyah pulang walaupun ketika itu Baginda sedang beriktikaf.

Tindakan yang dilakukan oleh Nabi ini, sedikit sebanyak akan melahirkan perasaan “diambil hati” dalam hati Sofiyyah, yang sudah pasti akan lahirnya perasaan cinta yang membara terhadap suaminya yang merupakan Nabi akhir zaman itu.

Kepada para suami, hadits ini selayaknya dijadikan teladan bagi melahirkan perasaan cinta yang membara antara kedua suami dan istri. Istri mana yang tidak mahu dijaga keselamatan dan sering diambil tahu oleh suaminya, ini kerana, apabila ini dilakukan oleh suaminya, pasti dari hati kecil mereka akan terlintas satu perasaan bahwa mereka akan rasa terselamat jika berada dibawah naungan suaminya, justeru itu, mereka akan rasa bahwa mereka benar-benar dicintai oleh suami.

Oleh itu, adalah satu tindakan yang kurang tepat jika ada sebagian suami yang bertindak membiarkan istrinya pulang ke kampung dengan membiarkan mereka menaiki bas bersama dengan anak-anak, tanpa kehadiran suami menemani dalam perjalanan. Ini kerana, keadaan ini akan melahirkan banyak persepsi yang kurang sihat, sama ada dalam hati istri, keluarga mertua malahan pada pandangan masyarakat umum.

Mudah-mudahan hadits ini menjadi panduan bagi suami bertindak dengan yang lebih baik dalam melahirkan perasaan kasih sayang antara suami istri, demi mencapai kebahagiaan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga yang diredhai oleh Allah SWT.

Sekian, wassalaamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokaatuh,

[1] Sahih Al-Bukhari : 3039.
[2] Tafsir Ibni Kathir : 1/382.
[3] Siyar Al-‘Alam Wa An-Nubala’ : 2/233.

MENEMANI ISTRI DALAM PERJALANAN

Assalaamu ‘alaikum warohmatullohi wa barokaatuh,

Istri yang disayangi adalah istri yang selalu dijaga keselamatannya oleh suami, juga sering dirisaukan oleh suaminya dikala berada di luar rumah, maupun di rumah.

Sebagai istri, mereka tidak seharusnya merasa ”terjepit” atau terganggu dikala sering ditanya suami dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, dimana mereka berada, apakah waktu mereka tiada di rumah itu sesuai atau tidak? Ini kerana, pertanyaan-pertanyaan begini menggambarkan kebimbangan suami terhadap mereka, yang sudah pasti semuanya terlahir daripada perasaan sayang suami terhadap mereka.

Mau tahu keadaan keselamatan istri ini merupakan tuntutan Islam yang ditunjuk diajarkan oleh Nabi SAW, bahkan ini terbukti dengan salah satu hadits Sofiyyah, salah seorang istri Nabi SAW yang berbunyi;

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَكِفًا فَأَتَيْتُهُ أَزُورُهُ لَيْلًا فَحَدَّثْتُهُ وَقُمْتُ فَانْقَلَبْتُ فَقَامَ مَعِي لِيَقْلِبَنِي وَكَانَ مَسْكَنُهَا فِي دَارِ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ

Maksudnya;
“Rasulullah SAW beriktikaf, lalu aku datang menhampiri Nabi SAW pada satu malam. Aku mengobrol dengan Baginda. Apabila aku bangun untuk pulang, Baginda SAW pun turut bangun untuk menghantarku pulang. Rumah Sofiyyah berada di kampung Usamah bin Zaid[1]”

Jika dilihat dalam beberapa hadits yang lain, kita akan temukan bahwa Sofiyyah binti Huyay bin Akhtab bukanlah seorang perempuan yang cantik, bahkan mempunyai badan yang gempal dan pendek, lebih-lebih lagi, ayah beliau adalah antara orang yang memusuhi Islam dan beragama yahudi, juga merupakan pembesar utama Yahudi Bani Nadhir yang terlalu memusuhi Nabi SAW dan pernah melancarkan provokasi jahat untuk memurtadkan sebagian Sahabat[2].

Hal itu, menyebabkan Aisyah dan Hafsah yang kadang-kadang mengatakan mereka berdua lebih mulia disisi Nabi SAW berbanding Sofiyyah. Perkataan dua istri Nabi itu menyebabkan hati Sofiyyah agak terguris, lalu melaporkannya kepada Nabi SAW.

Mendengar itu, baginda SAW berkata kepadanya;

ألا قلت: وكيف تكونان خيرا مني، وزوجي محمد، وأبي هارون، وعمي موسى

Maksudnya;
“Mengapa tidak kamu berkata; “bagaimana kamu berdua lebih baik daripadaku, sedangkan suamiku adalah Nabi Muhammad, “Ayahku” adalah Nabi Harun, dan “ayah saudaraku” adalah Nabi Musa??[3]”

Dalam keadaan Sofiyyah bukan istri yang cantik pun, Baginda SAW amat menyayanginya. Sentiasa memberikannya semangat bagi berhadapan dengan kerenah-kerenah istri yang lain, sehinggakan Baginda SAW amat menjaga keselamatan dirinya.